Ketersediaan air bersih dan sanitasi sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat masih menjadi problematika klasik di negeri ini yang belum dapat terselesaikan hingga saat ini, dalam upaya mewujudkan Indonesia Sehat. Kedua aspek tersebut memiliki keterkaitan dan membentuk karakteristik lingkungan hidup dalam kawasan permukiman. Kondisi sanitasi yang buruk juga dapat menjadi pemicu pencemaran air dan penyebaran wabah penyakit, seperti diare dan malaria. Dampak berkepanjangan yang mungkin terjadi adalah kematian.
Data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tercatat hingga akhir tahun 2019 akses air bersih baru mencapai 72%. Tidak meratanya akses air paling dirasakan oleh masyarakat pedesaan. Di mana 6.000 warga desa sangat sulit untuk mendapatkan air bersih dan harus berjalan kaki puluhan kilometer membawa galon dan jeriken. Belum lagi, jika di sekitar desa tersebut tidak terdapat sumber air, maka mereka harus menunggu datangnya bantuan dropping air bersih dari pemerintah.
Data Kementerian Kesehatan (2020) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 8,6 juta rumah tangga Indonesia yang masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Selain itu, diperkirakan sebanyak 28 juta masyarakat Indonesia juga masih mengalami kekurangan air bersih (Water.org, 2020). Padahal, perilaku BABS dan konsumsi air tidak layak minum dapat menjadi faktor pendorong dalam penurunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karenanya, target penyelesaian permasalahan tersebut tertuang pada tujuan ke enam dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yaitu "Menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih serta sanitasi yang berkelanjutan untuk semua."
Permasalahan air ini juga memengaruhi sektor pertanian yang mayoritas pekerjannya adalah masyarakat desa. Imbasnya lahan pertanian mereka akan mengalami gagal panen yang mengakibatkan terganggunya perekonomian mereka.
Setidaknya, terdapat tiga permasalahan utama krisis air bersih di Indonesia.
a). Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat di Indonesia tentang kebersihan lingkungan.
b). Kedua adalah masih banyaknya pencemaran air. Masalah ini kerap muncul sebagai dampak dari pemukiman dan industri, atau penggunaan teknologi yang kurang ramah terhadap lingkungan. Air pun terkontaminasi mikroorganisme berbahaya termasuk senyawa polutan mikro mutagenik dan karsinogenik, senyawa penyebab kanker, sehingga turut memberikan dampak buruk pada makhluk hidup.
c). Ketiga adalah alokasi anggaran yang ada di  daerah yang hendak digunakan untuk meningkatkan pelayanan air bersih dan sanitasi masih sangat minim.
Permasalahan dan solusi air bersih di Indonesia, untuk menanggulanginya diperlukan peran aktif dari pemerintah, sektor swasta, dan kita sebagai masyarakat umum. Berikut adalah hal yang perlu dilakukan.
1). Penetapan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh sektor swasta maupun masyarakat sekitar.
Beberapa pabrik masih "nakal" dalam hal membuang limbah. Alih-alih mengolah atau menetralkan limbah terlebih dahulu, pihak pengelola justru langsung membuangnya ke sungai. Â Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam menindak pelanggaran tersebut. Tidak hanya pada sektor swasta, tetapi juga pada masyarakat sekitar yang kerap membuang limbah rumah tangga secara sembarangan.