Mohon tunggu...
anggun rahmaningrum
anggun rahmaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran PSDKU Pangandaram

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Si Anak Kuat: Lika-Liku Kehidupan Si Anak Bungsu

29 Desember 2023   10:45 Diperbarui: 29 Desember 2023   14:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Katanya jadi dewasa itu menyenangkan, tapi kok ini nggak? Apa aku belum cukup dewasa untuk bisa menikmati fase yang katanya 'menyenangkan' itu? Atau orang yang bilang dewasa menyenangkan itu bohong? Aku pikir opsi kedua lebih tepat, karena sekarang aku sedang ada di fase tidak menyenangkan ini.

Sudah lama aku menyimpan keluh kesah ini di dalam pikiranku. Aku bukan tipe orang yang gemar menulis untuk mengungkapkan semua bebanku. Aku juga nggak punya banyak teman atau sahabat yang benar-benar bisa aku jadikan tempat untuk berkeluh kesah. Tapi kali ini, aku ingin mengungkapkan semuanya, karena aku sudah mulai lelah dan resah.

Nyatanya, menjadi dewasa tidak se-menyenangkan itu. Sangat jauh kenyataannya dari yang sering aku bayangkan waktu kecil.  Semakin banyak pilihan yang harus ditentukan untuk hidup enak dan bahagia seperti orang-orang. Terlau banyak beban pikiran untuk masa depan yang sesuai dengan harapan orang-orang. Kenapa aku bilang orang-orang? Karena jika kalian sadari, tujuan kita hidup adalah agar bisa menjadi seperti orang yang sukses di mata umum. Misalnya, saat kecil aku pernah dibanding-bandingkan dengan teman oleh orang tuaku. Perkara aku menjadi juara dua di kelas dan temanku yang menjadi juara satu.

Masalah itu mungkin terdengar sepele untuk kalian, tapi nggak untukku. Aku merasa orang tuaku tidak puas akan hasil kerja kerasku. Mereka hanya memikirkan hasilnya tanpa tau proses untuk meraihnya. Padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin dan selisih antara aku dan temanku pun sebenarnya sangat sedikit. Tidak bisakah orang tuaku mengucapkan kata-kata yang manis dan membuatku senang? Aku juga membutuhkan ucapan 'selamat' dan 'semangat' walau tidak menjadi yang pertama.

Namun, sebagai anak aku bisa apa. Tidak mungkin aku melawan orang tuaku atau mengucapkan kata-kata yang akan menyakiti hati mereka. Semua kekesalan hanya bisa aku simpan dalam hati, karena jika aku ungkapkan perasaanku pada mereka, aku tidak yakin mereka akan mendengarnya. Orang tuaku tidak memiliki waktu untuk mendengarkan cerita anaknya. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya, bahkan untuk sekedar berkumpul dan makan bersama pun kami sangat jarang. Aku tau mereka bekerja untuk anak-anaknya, tapi sadarkah mereka bahwa aku juga butuh waktu dan perhatian mereka? Aku anak orang tuaku bukan nenekku.

Sekarang aku sudah masuk fase dewasa, aku sudah merantau dan hidup jauh dari orang tua. Mereka kini hanya tinggal berdua di rumah yang mereka bangun dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Saat aku memutuskan pergi merantau untuk mengejar cita-cita, keluargaku sempat melarang. Orang tuaku takut kesepian hanya tinggal berdua di rumah. Namun, karena aku ingin punya masa depan yang enak dan sesuai harapan, aku memutuskan untuk pergi merantau dan meninggalkan orang tuaku. Entah bagaimana perasaan mereka sekarang ditinggal oleh aku, anak bungsunya yang selama ini kerap mereka tinggal.

Kalian tidak salah baca, aku memang anak bungsu di keluargaku. Anak bungsu yang katanya dimanja dan hidupnya paling enak. Di hidupku ungkapan ini memang benar-benar terjadi dan bukan kebohongan semata. Aku anak bungsu dari empat bersaudara. Kemauanku memang selalu dituruti, entah oleh orang tua atau ketiga kakakku. Namun, semua itu baru kurasakan saat aku merantau dan jauh dari keluargaku. Saat aku mulai sibuk dengan dunia yang sedang aku jalani sendiri. Mereka semua malah berbondong-bondong memberikan perhatian dan waktunnya untukkku. Aku memang senang dengan semua yang mereka berikan, namun rasa senang itu sudah tidak sebesar dulu saat aku diberikan perhatian walau hanya sedikit.

Mungkin aku terkesan egois dan tidak tau diuntung, tapi percayalah jauh dalam lubuk hatiku, aku juga merasa bahagia dan beruntung bisa berada di tengah-tengah keluarga yang menyayangi dan memperhatikanku. Aku senang jadi anak bungsu dan aku juga senang punya keluarga seperti mereka. Tidak ada yang salah dari aku, orang tuaku, atau sudaraku yang lain. Orang tuaku sibuk bekerja di masa muda karena mereka ingin masa depan yang terbaik untuk aku dan saudara-saudaraku. Mereka ingin menikmati masa tuanya dengan melihat anak yang telah mereka besarkan hidup bahagia dan bisa setara dengan orang pada umumnya.

 Sekarang saatnya fokus menata masa depan supaya bisa membanggakan keluarga. Walaupun mereka nggak menuntut untuk menjadi yang terbaik, tapi aku nggak ingin mengecewakan mereka yang sudah bekerja keras dan selalu mendukungku. Seperti anak bungsu pada umunya, mereka juga pasti menaruh harapan besar padaku. Walaupun berat kalau dijalani dengan ikhlas pasti jadi gampang.

Walaupun aku belum lama jadi dewasa, tapi sejauh ini jadi dewasa nggak seburuk itu kok. Dengan dukungan dari keluarga dan keinginan yang kuat untuk nge-bahagiain mereka,  aku yakin aku bisa melewati cobaan di masa dewasa ini. Tentunya diiringi dengan tangisan dan keluh kesah sesekali. Sekarang aku bisa nangis dan bercerita sepuas hatiku sama orang tuaku. Meskipun jarang ketemu karena sekarang aku merantau, tapi mereka bakal selalu siap dengerin semua cerita dan keluh kesahku.

Semakin sering aku curhat ternyata semakin lega hatiku. Rasanya tuh kaya semua beban yang ada di otak keangkat gitu. Menahan dan memendam memang se-nggak menyenangkan itu. Daripada tiba-tiba nangis tanpa alasan yang jelas, mending ungkapin aja semuanya. Sekarang aku sudah bisa mengungkapkan semua yang aku rasakan dan aku alami. Aku anak bungsu dan aku senang karena ceritaku didengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun