Ia adalah salah satu anggota Panitia Sembilan, yang bertugas merumuskan dasar negara Indonesia. Dalam panitia ini, Wahid menjadi salah satu penggagas sila pertama Pancasila, yang menekankan pentingnya Ketuhanan. Pandangannya mencerminkan keyakinan bahwa dasar negara Indonesia harus mengakomodasi nilai-nilai agama, tanpa mengabaikan keragaman yang ada di masyarakat Indonesia.
Kiprah sebagai Menteri Agama
Setelah Indonesia merdeka, Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama dalam beberapa kabinet, termasuk di Kabinet Republik Indonesia Serikat dan Kabinet Sukiman. Sebagai Menteri Agama, Wahid melakukan berbagai terobosan penting dalam bidang pendidikan agama.Â
Salah satu kebijakan terbesarnya adalah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) pada tahun 1950, yang kini berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN) di berbagai daerah di Indonesia. Institusi ini sangat berperan dalam mencetak intelektual Muslim yang berwawasan luas dan mampu berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Wahid Hasyim juga berjasa dalam memperkenalkan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum, sehingga semakin banyak siswa yang dapat mempelajari agama Islam dengan kurikulum yang terstruktur.Â
Berkat kebijakan-kebijakannya, pendidikan agama di Indonesia tidak lagi terbatas pada pesantren, tetapi juga tersedia di sekolah-sekolah umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat yang lebih luas. Kebijakan-kebijakan inilah yang membuktikan bahwa Wahid Hasyim adalah seorang pemimpin yang visioner, dengan perhatian besar terhadap modernisasi pendidikan.
Keluarga dan Pengaruhnya
K.H. Abdul Wahid Hasyim menikah dengan Nyai Hj. Solichah, putri dari K.H. Bisri Syansuri, seorang ulama terkenal di Jawa Timur. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam anak, salah satunya adalah Abdurrahman Wahid, yang kemudian menjadi Presiden keempat Republik Indonesia. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai keagamaan dan kepemimpinan yang ditanamkan Wahid Hasyim dalam keluarganya sangat kuat, sehingga berpengaruh besar dalam perjalanan hidup anak-anaknya.
Wafat dan Warisan
Sayangnya, K.H. Abdul Wahid Hasyim meninggal pada usia yang masih muda, yaitu 39 tahun, akibat kecelakaan mobil di Cimahi, Jawa Barat, pada 19 April 1953. Jenazahnya dimakamkan di Tebuireng, Jombang, tempat yang menjadi pusat keilmuan Islam. Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan membangun bangsa, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
Wahid Hasyim dikenang sebagai tokoh yang memiliki peran penting dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam dasar negara Indonesia serta dalam memajukan pendidikan agama di Indonesia.Â