Mohon tunggu...
Anggun Al Jannah
Anggun Al Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Evaluasi Kebijakan Belt and Road Initiative Tiongkok di Filipina: Peluang dan Tantangan

30 Mei 2024   02:47 Diperbarui: 30 Mei 2024   14:12 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belt and Road Initiative di Filipina

Negara China merupakan negara yang maju yang unggul pada bidang infrastruktur, teknologi, dan terutama pada bidang ekonomi. Keunggulan tersebut mendorong China untuk membuat inovasi-inovasi baru yang dapat menguntungkan bagi negaranya. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan Belt and Road Initiative atau China’s BRI yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Xi Jinping pada tahun 2013. Tujuan kebijakan BRI ini adalah untuk menghubungkan ekonomi Eurasia dengan infrastruktur, perdagangan, dan investasi. Sebelumnya kebijakan tersebut bernama One Belt One Road (OBOR) kemudian setelah disempurnakan secara institusional lalu berganti nama menjadi “Belt and Road Initiative” (BRI)

Di Negara Filipina pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte pada tahun 2016, ia melakukan sebuah perubahan dalam hal kebijakan luar negerinya. Yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya adalah peralihan dari Amerika Serikat dan keterbukaan terhadap Tiongkok dalam melakukan kerja sama dan investasi. Alih alih melepaskan investasi dari AS, Duterte berusaha membangun hubungan baik dengan kedua negara besar yang saling bersaing tersebut. Investasi AS yang dirasa belum mampu memenuhi kebutuhan infrastruktur di negaranya, maka dari itu solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah mencari mitra baru yakni Tiongkok.

Proyek-Proyek yang Dilakukan 

Pada bulan November 2018, pemerintah mengumumkan bahwa 12 dari 35 proyek unggulan akan dilaksanakan di Filipina merupakan pinjaman dan bantuan dari Tiongkok. Putaran pertama proyek tersebut meliputi pembuatan stasiun pompa yang akan dibangun di sungai Chico (2,7 miliar peso), Bendungan Kaliwa (10,9 miliar peso), proyek kereta api (151,3 miliar peso), dan jembatan Binondo– Intramuros dan Estrella–Pantaleon (Padin, 2018). Investasi tahap kedua direncanakan akan mencakup: tahap pertama proyek Safe Philippines, jalur kereta api Subic – Clark, 5 jembatan yang akan dibangun di atas Sungai Pasig - Marikina dan Kanal Manggahan, dan proyek drainase sungai Rio Grande de Mindanao. 

Dampak China’s BRI bagi Filipina

Negara Filipina merupakan salah satu dari banyak negara yang bekerjasama dalam China BRI. Dalam diskusi publik yang membahas mengenai investasi China dan kerja sama infrastruktur yang dilakukan, misalnya pada bidang telekomunikasi, transportasi, dan energi. Tidak dapat dipungkiri, investasi yang dilakukan China melalui BRI berdampak positif dan menguntungkan bagi negara Filipina. Peningkatan infrastruktur seperti jalan toll, jembatan, jalur kereta api, yang dapat mempermudah mobilisasi. Selain itu  terjadi peningkatan investasi asing yang masuk, dikarenakan Filipina merupakan pasar yang menjanjikan terutama pada bidang elektronik dan telekomunikasi. 

Tantangan China’s BRI bagi Filipina

Meskipun terdapat rancangan yang luar biasa terutama pada bidang infrastruktur, terhitung pada tahun 2020 hanya sedikit proyek yang dapat mencapai tahap implementasi. Berbagai tantangan menyebabkan hal tersebut terjadi. Keterbatasan birokrasi, perlawanan dari kalangan militer, kehati-hatian pihak Tiongkok, permasalahan lingkungan hidup, atau bahkan ketakutan akan jebakan utang telah memperlambat sebagian besar investasi, dan bahkan dalam beberapa kasus dilakukan penutupan proyek untuk sementara atau permanen. 

Negara mitra seperti Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina, mulai berhati-hati dalam mengambil tindakan terhadap BRI karena negara-negara tersebut tidak ingin terjadi ketergantungan ekonomi yang berlebihan kepada Tiongkok. Ada kekhawatiran bahwa upaya Tiongkok mendorong inisiatif ini akan menciptakan lingkup ekonomi yang didominasi Tiongkok dan tatanan geopolitik Asia yang berpusat pada Tiongkok (Sinosentris). Kekhawatiran terhadap keamanan nasional dan potensi perubahan tatanan geopolitik yang ada di kawasan dapat membuat negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina enggan berpartisipasi penuh dalam BRI atau mengizinkan perusahaan Tiongkok terlibat dalam proyek berskala besar di wilayah mereka. 

Evaluasi Kebijakan China’s BRI

Tantangan-tantangan yang telah disebutkan menyebabkan diharuskan adanya tinjauan dan evaluasi dari kebijakan Belt Road Initiative ini. 

  1. Dari perspektif negara Filipina, seharusnya sengketa Laut China Selatan diselesaikan agar tidak menimbulkan tantangan geopolitik baru. 

  2. Kekhawatiran yang dirasakan oleh negara-negara mitra terkait kurangnya transparansi yang dilakukan oleh pihak Tiongkok, mengharuskan pihak tiongkok untuk melakukan pengawasan yang lebih terkait transparansi terutama dalam hal keuangan, akan tidak menimbulkan kekeliruan dari berbagai pihak. 

  3. Tingkat suku bunga yang tinggi juga menjadi kekhawatiran negara-negara mitra terutama negara berkembang seperti negara-negara di Asia. Tingginya suku bunga yang diberikan oleh Tiongkok tersebut berpotensi memaksa negara-negara yang mengalami gagal bayar berpotensi untuk menyerahkan aset-aset nasional strategis negara mereka di bawah kendali Tiongkok. Situasi tersebut tentunya akan berpengaruh pada proyek BRI yang sedang berlangsung di negara mitra. Negara-negara berkembang khawatir bahwa konsekuensi dari tingginya bunga pinjaman dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas aset-aset penting nasional mereka yang jatuh ke tangan Tiongkok. Untuk itu Tiongkok seharusnya meninjau ulang terkait bunga pinjaman yang akan diberikan kepada negara mitra. 

  4. Berhubungan dengan poin sebelumnya jika terjadi pembengkakan suku bunga pinjaman yang diberikan oleh Tiongkok kepada negara mitra lalu terjadi gagal bayar yang menyebabkan negara mitra harus memberikan aset-aset nasional negaranya sebagai jaminan atau bahkan bayaran atas gagal bayar tersebut, negara mitra khawatir akan menjadi ketergantungan keuangan kepada Tiongkok yang bukannya menyebabkan keuntungan malah menyebabkan kerugian bagi negara mitra. Langkah yang lebih hati-hati mulai diambil oleh negara-negara berkembang seperti Vietnam, Indonesia, dan Filipina dalam mengambil keputusan agar tidak terjadi pembengkakan hutang dan ketergantungan kepada negara Tiongkok. 

Berdasarkan berdasarkan hal-hal tersebut, masih banyak kekhawatiran dari  negara-negara mitra terhadap kebijakan Belt and Road Initiative. Kekhawatiran besar terdapat pada transparansi kebijakan, suku bunga yang tinggi, dan ketergantungan akan pendanaan Tiongkok. Hal-hal tersebut dapat menjadi evaluasi bagi Tiongkok dalam memperbaiki kebijakannya agar tidak terjadi kerugian baik dari Tiongkok, Filipina, maupun negara-negara yang akan atau sudah bermitra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun