Mohon tunggu...
anggun mutiya defi
anggun mutiya defi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Walisongo Semarang

saya adalah mahasiswi bimbingan penyuluhan islam semester 4 di UIN Walisongo Semarang. hobi saya traveling, modeling, dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Etika Konselor: Menjaga Kepercayaan Klien dalam Pelaksanaan Cyber Konseling

31 Mei 2024   10:44 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:56 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : MISRAN S. RAHIM, Jurusan Bimbingan & Konseling – Universitas Negeri Gorontalo

Kompetensi adalah prinsip etika yang mengharuskan konselor memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan layanan yang efektif. Dalam praktiknya, konselor harus terus-menerus mengevaluasi dan mengembangkan diri serta kompetensi budaya melalui pendidikan berkelanjutan dan pelatihan untuk tetap up-to-date dengan perkembangan terbaru dalam bidang konseling untuk memastikan bahwa konselor dapat memberikan layanan yang sensitif terhadap keragaman klien. Hal ini juga dapat membantu dalam membangun kepercayaan klien terhadap kemampuan konselor. Konselor harus memiliki kualifikasi yang memadai dan terus mengembangkan pengetahuan serta keterampilan mereka agar dapat memberikan layanan yang berkualitas tinggi dan efektif. Kompetensi ini mencakup pemahaman mendalam tentang teori-teori konseling, teknik-teknik intervensi, serta keterampilan interpersonal dan sensitivitas terhadap kebutuhan klien.

Kualitas pribadi konselor ditandai oleh beberapa karakteristik berikut. Pemahaman diri (self-knowledge), kompetensi (competence), kesehatan psikologis, dapat dipercaya (trustworthiness), kejujuran (honesty), kekuatan (strength), sikap hangat, respon yang aktif (active responsiveness), kesabaran (patience), kepekaan (sensitivity), kesadaran holistik (holistic awareness) (Alawiyah, dkk, 2020). Seorang konselor yang kompeten mampu memberikan intervensi yang tepat dan efektif, yang pada akhirnya membantu klien mencapai tujuan konseling mereka. Kurangnya kompetensi, di sisi lain, dapat menyebabkan penanganan masalah yang tidak efektif atau bahkan berpotensi merugikan klien.

Integritas: Dasar dari Kepercayaan

Integritas dan tanggung jawab profesional adalah landasan dari semua interaksi profesional. Konselor harus berperilaku jujur, dapat dipercaya, dan konsisten dalam tindakan serta perkataan mereka. Sanyata (2006) menyebutkan bahwa seorang konselor profesional harus menunjukkan sikap yang hangat, empati, jujur, menghargai, dan yang paling penting, mampu menjaga kepercayaan dengan menjaga kerahasiaan konseli (Putri, 2016). Konselor harus menghindari situasi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan atau merusak reputasi profesional. Integritas adalah dasar dari semua interaksi profesional dan merupakan kunci untuk membangun kepercayaan dengan klien. Ketika klien percaya bahwa konselor mereka memiliki integritas, mereka lebih cenderung untuk membuka diri dan berbagi informasi yang penting untuk proses konseling. Sebaliknya, jika konselor terlihat tidak jujur atau tidak dapat dipercaya, klien mungkin merasa ragu untuk melanjutkan konseling atau bahkan berhenti sama sekali.

Tanggung Jawab Profesional: Komitmen terhadap Klien dan Profesi

Tanggung jawab profesional melibatkan komitmen konselor untuk bertindak demi kepentingan terbaik klien, mengikuti pedoman etika dan hukum, serta berkontribusi pada pengembangan profesi konseling. Konselor harus siap untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka dan terus-menerus mencari cara untuk meningkatkan praktik profesional mereka. Komitmen ini memastikan bahwa konselor selalu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik kepada klien mereka, menjaga standar profesional yang tinggi, dan berkontribusi positif terhadap perkembangan profesi konseling. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, tetapi juga memperkuat kepercayaan klien terhadap konselor dan profesi konseling secara keseluruhan. Menurut Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008, seorang konselor profesional harus memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dan empat kompetensi utama yaitu pedagogik, pribadi, sosial, dan profesional. Dalam hal kompetensi profesional, konselor sekolah perlu memahami konsep asesmen praktis, menguasai kerangka teoritis dan praktis bimbingan dan konseling, merancang dan melaksanakan program bimbingan dan konseling yang komprehensif, mengevaluasi proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling, memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, serta menguasai konsep dan praktik penelitian dalam bidang bimbingan dan konseling (Haryadi, 2019).

Etika konselor adalah fondasi dari hubungan yang sehat dan produktif antara konselor dan klien. Melalui penerapan prinsip-prinsip etika seperti kerahasiaan, non-diskriminasi, kompetensi, integritas, dan tanggung jawab profesional, konselor dapat membangun dan mempertahankan kepercayaan klien. Ketika klien merasa aman dan percaya bahwa konselor mereka memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen terhadap etika profesional, mereka lebih cenderung untuk terbuka dan jujur dalam berbagi masalah mereka. Kepercayaan ini memungkinkan konselor untuk bekerja lebih efektif dan membantu klien mencapai hasil yang lebih baik. Sebaliknya, pelanggaran etika dapat menghancurkan kepercayaan ini dan mengakibatkan kerugian serius bagi klien. Misalnya, jika seorang konselor mengabaikan kerahasiaan atau bertindak diskriminatif, klien mungkin merasa tersinggung, terkhianati, atau bahkan berhenti mencari bantuan sama sekali. Hal ini tidak hanya merugikan klien secara individu, tetapi juga merusak reputasi profesi konseling secara keseluruhan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap konselor untuk memiliki komitmen yang kuat terhadap etika profesional dan terus-menerus mengembangkan diri untuk menjadi lebih baik dalam melayani klien. Dengan demikian, konselor tidak hanya meningkatkan kualitas layanan konseling baik konseling tatap muka maupun cyber konseling, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perkembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan, sambil menjaga integritas dan reputasi profesi konseling.

Referensi

Alawiyah, D., Rahmat, H. K., & Pernanda, S. (2020). Menemukenali konsep etika dan sikap konselor profesional dalam bimbingan dan konseling. JURNAL MIMBAR: Media Intelektual Muslim dan Bimbingan Rohani, 6(2), 84-101.

Damairia, D., Bhakti, C. P., & Iriastuti, M. E. (2022). Identifikasi Nilai-Nilai Keutamaan dalam Serat Wulangreh Sebagai Bentuk Pengembangan Kompetensi Kepribadian Konselor Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(3), 2423-2427.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun