Mohon tunggu...
LUH PUTU ANGGRENY
LUH PUTU ANGGRENY Mohon Tunggu... Mahasiswa - pribadi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan di Indonesia: Monyet Pintar karena Pandai Memanjat Pohon, Ikan Bodoh karena Tidak Bisa Memanjat Pohon

29 September 2022   10:00 Diperbarui: 29 September 2022   10:04 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan proses untuk memanusiakan manusia sejak awal kelahirannya di dunia ini. pendidikan bisa dikatakan berhasil jika para siswa terdidik dapat menerapkan ilmu yang didapatkannya di dalam kehidupan yang ia jalani. Tak jarang keberhasilan dalam pendidikan dipengaruhi oleh talenta dan bakat yang dimiliki oleh para siswa terdidik.

Sekolah yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenjang pendidikan dari mulai tingkat TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Di Indonesia wajib belajar sembilan tahun yaitu dari jenjang SD sampai dengan SMA. Pada jenjang TK para siswa akan mulai diperkenalkan dengan CALISTUNG (Membaca, Menulis Berhitung) Sambil bermain. Pada jenjang SD akan diajarkan penguatan CALISTUNG dan mulai dikenalkan mengenai pengetahuan umum. Pada jenjang SMP akan diajarkan penguatan mengenai pengetahuan umum dan pengetahuan pancasila serta bela negara, biasanya di smp akan mulai diberlakukan penguatan karakter. Di jenjang SMA para siswa mulai diberi pilihan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan sesuai dengan minat siswa tersebut, di jenjang ini juga akan diberikan 3 pilihan jurusan yaitu IPA, Bahasa Indonesia, dan IPS.

Setiap siswa memiliki minat dan bakat mereka masing – masing, namun di sekolah sering kita temui dan menganggap bahwa yang bisa matematika adalah orang yang pintar, sedangkan yang tidak bisa matematika bakalan sering dimarahi dan selalu di cap bodoh padahal siswa tersebut pintar dalam menggambar. Sering kali kita lihat juga bahwa siswa yang mengikuti lomba akademik seperti lomba matematika akan lebih diprioritaskan sekolah dibandingkan siswa yang mengikuti lomba non akademik seperti lomba Sport (olahraga) ataupun lomba e – sport. Apakah siswa yang memiliki minat dan bakat di bidang non akademik tidak berhak untuk ikut berkembang?.

Menurut saya ini perlu dibenahi karena mengingat para siswa memiliki minat dan bakat yang berbeda beda. Saat ini sudah ada kurikulum Merdeka dimana para siswa dapat memilih apa yang mereka sukai sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Namun belum seluruh sekolah di Indonesia bisa menerapkan kurikulum merdeka ini. Masih banyak yang masih lebih memprioritaskan akademik dibandingkan non akademik. Padahal jika kita lihat siswa yang memiliki minat di bidang non akademik seperti olahraga juga memiliki masa depan yang menjanjikan.

Selain itu para pendidik di sekolah perlu menghapuskan stigma yang menganggap bahwa siswa yang pintar dalam pendidikan akademik lebih pintar dibandingkan siswa yang pintar di pendidikan non akademik. Harusnya siswa pintar akademik dan non akademik bisa sejajar kedudukannya serta mendapat perlakuan yang sama. Kita tidak bisa mengukur kepintaran siswa hanya dari 1 aspek saja. Itu sama saja halnya dengan bilang monyet pintar karena pandai memanjat pohon sedangkan ikan bodoh karena tidak bisa memanjat pohon seperti monyet, padahal ikan bisa berenang dimana monyet tidak bisa melakukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun