Topik ini berangkat dari berita, peristiwa, dan kejadian yang kian hari, menyadarkan banyak perempuan, terutama untuk diri saya sendiri. Topik ini menarik untuk kita soroti bersama, terkait adanya dinamika psikologis, yang kerap kali terjadi di balik sebuah perselingkuhan, yang dilakukan oleh laki-laki. Argumentasi dan pernyataan bahwa banyak orang beranggapan, laki-laki tentu saja bisa berselingkuh, mungkin karena pasangannya kurang menarik, kurang perhatian, atau ada sesuatu yang "kurang" dalam hubungan itu, sehingga laki-laki tersebut tidak mendapatkan suatu hal, yang bisa dibanggakan dari pasangannya.
Namun, makin ke sini, realitanya, hal itu justru menjadi lebih kompleks karena ternyata bahkan, ketika perempuan lebih bersinar dari pasangannya, justru laki-laki bisa merasa iri dan terancam dengan apa yang dimiliki oleh pasangannya. Sebenarnya, hal ini menjadi sesuatu yang serba salah sehingga ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap banyaknya laki-laki bahkan ketika memiliki pasangan yang sudah sempurna, lagi-lagi pertanyaan kenapa laki-laki bisa berselingkuh, padahal pasangannya sudah sesempurna itu, menjadi pertanyaan yang cukup besar,
"Apa maunya laki-laki, karena memang, apakah tidak punya rasa syukur ketika sudah punya pasangan yang sempurna"Â
Biasanya, sebagian laki-laki kerap kali, diajarkan untuk menjadi seorang pemimpin, pencari nafkah utama, dan sosok yang "lebih" daripada pasangannya sehingga ketika ia merasa "kalah" mulai dari aspek finansial, intelektual, bahkan kedudukannya di kehidupan sosial, maka dapat memungkinkan laki-laki mengalami inferiority complex, yang mana ketika laki-laki tidak bisa menghadapi rasa mindernya dengan cara yang sehat maka mereka akan mencari validasi di tempat lain, termasuk melalui perselingkuhan.
Jelas hal ini terjadi kepada laki-laki yang egonya mudah rapuh dan merasa ingin selalu dibutuhkan dalam sebuah hubungan sehingga ketika memiliki pasangan yang sangat mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada dirinya, maka ia merasa menjadi sosok yang tidak berdaya dan tidak berharga. Hal ini mengakibatkan ia akhirnya tergoda untuk mencari seseorang yang lebih membutuhkan mereka agar egonya dapat tervalidasi dengan mengembalikan superiornya.Â
Bahkan, pada laki-laki seperti ini, ia akan menganggap pasangannya itu "saingan" sehingga memunculkan rasa iri ketika pasangannya itu lebih sukses daripada dirinya, dan bahkan lebih dihargai oleh orang lain, sehingga jika rasa iri ini tidak dikelola dengan baik, dengan cara ia berusaha untuk menyeimbangkan keadaan, dengan cara yang benar, maka perselingkuhan akan menjadi celah untuk laki-laki bisa kembali "berkuasa" dengan merusak dan menghancurkan kepercayaan pasangannya.
Hal ini akhirnya menjadi sebuah pembelaan, untuk dirinya sendiri bahwa sebenarnya ia merasa iri dan rendah diri, daripada mengakui bahwa itu terjadi karena beberapa laki-laki justru menyalahkan pasangannya dengan argumen-argumen seperti,
"dia terlalu sibuk dengan karirnya, makanya aku butuh orang lain yang lebih perhatian."
Inilah beberapa bentuk rationalization, di mana laki-laki ini, mencari pembenaran dari tindakan mereka. Nah, akhirnya banyak perempuan bahkan ketika sudah sangat sempurna, bahkan kita sebagai perempuan yang lain, melihat perempuan yang begitu sempurna juga geleng-geleng kepala, ketika mengetahui bahwa pasangan perempuan tersebut berselingkuh, padahal perempuannya sudah sempurna. Inilah kondisi di mana sebagai perempuan, banyak dari kita merasa serba salah.Â
"Ketika perempuan terlalu bergantung, mereka dianggap tidak bisa mandiri."
"Ketika perempuan terlalu mandiri, mereka dianggap tidak butuh laki-laki."Â