Sebenarnya, banyak sekali standar-standar yang sangat memberatkan bagi perempuan di masyarakat kita, namun karena dari zaman ke zaman, hal itu seperti sudah menjadi aturan dan standar yang tidak tertulis sehingga hal itu menjadi sebuah pengulangan-pengulangan dan pembiasaan bahwa sebagai perempuan, harusnya seperti inilah yang dilakukan seorang perempuan.
Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan kodratnya seorang perempuan, pastinya sudah jauh sekali peradaban perempuan sekarang, yang bila mengikuti kodratnya perempuan, tentu tidak sesibuk-sibuknya perempuan mengejar ini dan itu dalam kehidupannya, namun bila tidak mengejar ini dan itu, justru seolah-olah ada perkataan di masyarakat bahwa bila perempuan tidak berdaya, perempuan tersebut adalah beban bagi keluarganya, saudaranya bahkan pasangannya (tidak semua, namun kebanyakan seperti itu).
Sehingga, akhir-akhir ini bila kita melihat bersama, banyak sekali perempuan yang ketika sudah menikah pun, tetap memilih untuk bekerja dan melanjutkan kariernya karena di sisi lain, itulah yang menyelamatkan perempuan akan tetapi tentu tantangannya jauh lebih besar sehingga menjadikan kehidupan yang sudah banyak ekspektasi terhadap perempuan harus ditambah lagi dengan peranan-peranan yang harus dijalankan seorang perempuan untuk menjadi seorang ibu, menjadi seorang isteri dan menjadi seorang profesional di dunia kerja.
Tentu, itu bukan perkara yang mudah, karena ada banyak sekali hal yang memicu akhirnya banyak perempuan untuk berpedoman bahwa perempuan harus tetap berdaya dengan cara mandiri untuk tetap melanjutkan karier dan pekerjaannya walaupun sudah menikah. Faktor itu timbul karena mungkin perempuan itu juga tidak mau menjadikan dirinya ketergantungan terhadap keluarga atau pasangannya ,terkait dengan kebutuhan hidupnya. Barangkali juga, faktor lainnya itu karena keadaan dan situasi yang memaksa perempuan harus tetap bekerja dan melanjutkan karier karena dirinya sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tapi, kenapa pada akhirnya tetap saja perempuan disalahkan, entah itu mau memilih untuk tetap bekerja dan melanjutkan karier ataupun memilih menjadi perempuan sesuai dengan ekspektasi masyarakat untuk ya, sudah kebutuhan perempuan akan ditanggung oleh keluarganya atau pasangannya.Â
Namun, sebenarnya kan semua yang ada di masyarakat, yang di ekspektasikan terhadap perempuan-perempuan di masyarakat kita, itu kalau kita paksa mengikuti standar dan ekspektasi sosial, tentu sudah tidak relevan karena kehidupan perempuan di masyarakat kita, tidaklah selalu sama yang artinya ada memang perempuan yang harus bekerja dan melanjutkan kariernya karena memang keadaan dan situasi memaksa mereka untuk tetap memilih hal itu.
Belum lagi, ketika pekerjaan domestik rumah tangga dibarengi dengan pekerjaan seorang perempuan di dunia profesional, membuat perempuan harus berperan sangat-sangat ekstra, yang mana hal seperti ini tidaklah mudah karena memang keadaan dan situasi memaksa mereka memilih hal yang seperti itu sehingga mau tidak mau peran ganda itu ditopang seorang perempuan hingga tidak memungkinkan bahwa seorang perempuan memilih hal yang memudahkan hidupnya.
Belum lagi bila, keadaannya memang diperburuk dengan keluarga ataupun pasangan di hidup perempuan tersebut yang tidak mendukung sama sekali bahkan menghargai pilihan perempuan tersebut karena setiap orang itu selalu beranggapan perempuan akan selalu beruntung tanpa melanjutkan kalimat tersebut dengan pengecualian bahwa bila perempuan itu hidup dan berkembang di keluarga yang tepat dan menemukan pasangan yang tepat.
Bahkan, di sisi lain, bila kita melihat semakin dalam, begitu beratnya standar yang di ekspektasikan masyarakat terhadap perempuan itu yakni terkait dengan standar kecantikan. Banyak perempuan yang berlomba-lomba memenuhi dan memuaskan diri mereka secara visual untuk dilihat orang lain sebagai perempuan yang cantik sehingga rela menyiksa dirinya untuk memenuhi standar itu. Ketika keadaan memaksa mereka untuk memenuhi standar tersebut mereka berlomba-lomba untuk terlihat sempurna dengan tentu beranggapan bahwa mereka tidak boleh ada celah untuk tidak terlihat sebagai perempuan yang cantik.
Maka, kadang kala akhirnya, mungkin perempuan dengan kecantikan itu adalah sebuah privilege di masyarakat kita karena katanya perempuan yang cantik itu akan lebih bisa diprioritaskan dan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang tidak didapatkan oleh perempuan yang kurang cantik secara visual sehingga tak jarang banyak dari mereka yang akhirnya mengalami depresi, insecure bahkan terkena gangguan mental yang berkepanjangan akibat terus-terusan memenuhi ekspektasi masyarakat terkait menjadi seorang perempuan yang cantik.Â
Itu saja sudah menjadi poin kedua yang menurut saya sudah hal yang berat, seolah-olah seorang perempuan itu harus sempurna di kepala semua orang bahkan cantik saja itu, tidaklah cukup. Bila standar satu sudah terpenuhi maka standar lainnya belum tentu seorang perempuan itu bisa lolos. Ketika sudah menikah, pertanyaan selanjutnya adalah kapan punya anak?Â
Seolah-olah semua orang adalah Tuhan yang mengetahui kenapa seorang perempuan belum juga memiliki keturunan bahkan tekanan ini tidak hanya dirasakan seseorang perempuan yang sudah menikah, pun perempuan-perempuan yang belum menikah juga menjadi sorotan yang seolah-olah perempuan tersebut menjijikan karena tak kunjung juga menikah sehingga justru mereka-mereka itulah yang lebih sibuk dengan urusan perempuan-perempuan tersebut daripada mereka fokus mengurusi hidup diri sendiri.
Itu adalah hal dari sebagian kecil yang cukup kental terjadi di masyarakat kita, terkait ekspektasi banyak orang terhadap perempuan yang seharusnya perempuan tersebut mengikuti dan memenuhi ekspektasi dan standar tersebut. Bahkan, yang lebih anehnya lagi adalah justru yang pada akhirnya, tidak suka perempuan lain lebih baik kehidupannya dengan pilihan hidupnya, ya, kebanyakan dari golongan perempuan juga. mereka sakit hati, karena perempuan lain senang dan sangat menikmati hidupnya yang mana adalah ketika perempuan tersebut lebih mementingkan dirinya dengan menikmati karier dan pekerjaannya yang saat ini ia tekuni.
Sehingga, ketika perempuan tersebut tampak cukup cemerlang, ada penekanan dalam masyarakat kita yang mengatakan bahwa seorang perempuan cukuplah menjadi biasa-biasa saja, tidak perlu terlalu wah karena nanti kalau terlalu tinggi, apa yang dibangun dari diri perempuan tersebut maka tidak akan pernah ada laki-laki yang berani mendekati perempuan tersebut.
Standar yang cukup aneh, seolah hidup seorang perempuan isinya adalah memenuhi ego laki-laki dan jangan sampai melukai pridenya seorang laki-laki yang padahal belum tentu mereka bisa bertanggung jawab atas dirinya dan atas diri perempuan tersebut. Bila memang perempuan seperti ini tidak akan ada laki-laki yang mendekati, saya rasa benar dan tentu itu adalah laki-laki yang belum secure tehadap dirinya sendiri. Jadi, rasa insecure dan minder seorang laki-laki itu bukan tanggung jawab perempuan tersebut sehingga itu sudah menjadi aturan bahwa laki-laki insecure dan minder akan memilih sadar diri dan mengeliminasi dirinya sendiri.
Tekanan sosial yang begitu tinggi dan cukup menyiksa ini, tentu membuat kita sebagai perempuan sadar betul dengan kenapa dan mengapa hidup kita sedemikian diatur tapi tetap ujung-ujungnya pilihan yang kita pilih juga tetap salah di mata banyak orang sehingga cukup lelah dan menjengkelkan bila kita terus-terusan mengikuti standar dan ekspektasi masyarakat yang tidak menguntungkan bagi kita sebagai seorang perempuan. Jadi, menurut saya, satu-satunya cara agar kita tetap sadar dengan harusnya kita menikmati hidup adalah dengan tetap tidak disetir oleh ekspektasi dan standar sosial yang tidak masuk akal tersebut.
Sebagai perempuan kita boleh memilih hidup seperti apa, selagi kita menikmati dan melakukan hal itu dengan bahagia dan menyenangkan, tidak masalah sama sekali apapun pilihannya. Akan sangat melelahkan bila kita terus-terusan memaksa diri kita untuk sesuai dengan isi kepala semua orang sehingga sangat tidak dibenarkan apabila kita selalu menyenangkan semua orang dengan memenuhi ekspektasi dan standar yang bila kita terapkan itu akan cukup membuat hidup kita semakin tidak karuan.Â
Oleh karena itu, untuk menemukan diri kita tetap dalam keadaan yang waras supaya bisa menikmati kehidupan di dunia ini adalah dengan berani menentukan pilihan kita sendiri tanpa harus memperdulikan ekspektasi orang lain. Kita perlu untuk menerapkan batasan bahwa hidup kita adalah atas kendali diri kita bukan kendali orang lain sehingga mau kita memilki pendidikan yang tinggi, karier yang cukup cemerlang dan pekerjaan yang menjamin kehidupan kita, itu adalah hak kita untuk mendapatkan itu semua atas jerih payah kita mendapatkannya. Tidak ada hak orang lain untuk merasa bahwa kita harus menuruti ekspektasi mereka yang tidak menguntungkan tersebut. Sehingga, lebih baik untuk kita tetap fokus pada apa yang kita senangi dan memudahkan hidup kita atas pilihan yang kita pilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H