Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengatasi Tekanan Sosial: Langkah-Langkah Bagi Perempuan Untuk Menemukan Diri Sendiri

31 Desember 2024   23:07 Diperbarui: 31 Desember 2024   23:07 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebenarnya, banyak sekali standar-standar yang sangat memberatkan bagi perempuan di masyarakat kita, namun karena dari zaman ke zaman, hal itu seperti sudah menjadi aturan dan standar yang tidak tertulis sehingga hal itu menjadi sebuah pengulangan-pengulangan dan pembiasaan bahwa sebagai perempuan, harusnya seperti inilah yang dilakukan seorang perempuan.

Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan kodratnya seorang perempuan, pastinya sudah jauh sekali peradaban perempuan sekarang, yang bila mengikuti kodratnya perempuan, tentu tidak sesibuk-sibuknya perempuan mengejar ini dan itu dalam kehidupannya, namun bila tidak mengejar ini dan itu, justru seolah-olah ada perkataan di masyarakat bahwa bila perempuan tidak berdaya, perempuan tersebut adalah beban bagi keluarganya, saudaranya bahkan pasangannya (tidak semua, namun kebanyakan seperti itu).

Sehingga, akhir-akhir ini bila kita melihat bersama, banyak sekali perempuan yang ketika sudah menikah pun, tetap memilih untuk bekerja dan melanjutkan kariernya karena di sisi lain, itulah yang menyelamatkan perempuan akan tetapi tentu tantangannya jauh lebih besar sehingga menjadikan kehidupan yang sudah banyak ekspektasi terhadap perempuan harus ditambah lagi dengan peranan-peranan yang harus dijalankan seorang perempuan untuk menjadi seorang ibu, menjadi seorang isteri dan menjadi seorang profesional di dunia kerja.

Tentu, itu bukan perkara yang mudah, karena ada banyak sekali hal yang memicu akhirnya banyak perempuan untuk berpedoman bahwa perempuan harus tetap berdaya dengan cara mandiri untuk tetap melanjutkan karier dan pekerjaannya walaupun sudah menikah. Faktor itu timbul karena mungkin perempuan itu juga tidak mau menjadikan dirinya ketergantungan terhadap keluarga atau pasangannya ,terkait dengan kebutuhan hidupnya. Barangkali juga, faktor lainnya itu karena keadaan dan situasi yang memaksa perempuan harus tetap bekerja dan melanjutkan karier karena dirinya sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tapi, kenapa pada akhirnya tetap saja perempuan disalahkan, entah itu mau memilih untuk tetap bekerja dan melanjutkan karier ataupun memilih menjadi perempuan sesuai dengan ekspektasi masyarakat untuk ya, sudah kebutuhan perempuan akan ditanggung oleh keluarganya atau pasangannya. 

Namun, sebenarnya kan semua yang ada di masyarakat, yang di ekspektasikan terhadap perempuan-perempuan di masyarakat kita, itu kalau kita paksa mengikuti standar dan ekspektasi sosial, tentu sudah tidak relevan karena kehidupan perempuan di masyarakat kita, tidaklah selalu sama yang artinya ada memang perempuan yang harus bekerja dan melanjutkan kariernya karena memang keadaan dan situasi memaksa mereka untuk tetap memilih hal itu.

Belum lagi, ketika pekerjaan domestik rumah tangga dibarengi dengan pekerjaan seorang perempuan di dunia profesional, membuat perempuan harus berperan sangat-sangat ekstra, yang mana hal seperti ini tidaklah mudah karena memang keadaan dan situasi memaksa mereka memilih hal yang seperti itu sehingga mau tidak mau peran ganda itu ditopang seorang perempuan hingga tidak memungkinkan bahwa seorang perempuan memilih hal yang memudahkan hidupnya.

Belum lagi bila, keadaannya memang diperburuk dengan keluarga ataupun pasangan di hidup perempuan tersebut yang tidak mendukung sama sekali bahkan menghargai pilihan perempuan tersebut karena setiap orang itu selalu beranggapan perempuan akan selalu beruntung tanpa melanjutkan kalimat tersebut dengan pengecualian bahwa bila perempuan itu hidup dan berkembang di keluarga yang tepat dan menemukan pasangan yang tepat.

Bahkan, di sisi lain, bila kita melihat semakin dalam, begitu beratnya standar yang di ekspektasikan masyarakat terhadap perempuan itu yakni terkait dengan standar kecantikan. Banyak perempuan yang berlomba-lomba memenuhi dan memuaskan diri mereka secara visual untuk dilihat orang lain sebagai perempuan yang cantik sehingga rela menyiksa dirinya untuk memenuhi standar itu. Ketika keadaan memaksa mereka untuk memenuhi standar tersebut mereka berlomba-lomba untuk terlihat sempurna dengan tentu beranggapan bahwa mereka tidak boleh ada celah untuk tidak terlihat sebagai perempuan yang cantik.

Maka, kadang kala akhirnya, mungkin perempuan dengan kecantikan itu adalah sebuah privilege di masyarakat kita karena katanya perempuan yang cantik itu akan lebih bisa diprioritaskan dan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang tidak didapatkan oleh perempuan yang kurang cantik secara visual sehingga tak jarang banyak dari mereka yang akhirnya mengalami depresi, insecure bahkan terkena gangguan mental yang berkepanjangan akibat terus-terusan memenuhi ekspektasi masyarakat terkait menjadi seorang perempuan yang cantik. 

Itu saja sudah menjadi poin kedua yang menurut saya sudah hal yang berat, seolah-olah seorang perempuan itu harus sempurna di kepala semua orang bahkan cantik saja itu, tidaklah cukup. Bila standar satu sudah terpenuhi maka standar lainnya belum tentu seorang perempuan itu bisa lolos. Ketika sudah menikah, pertanyaan selanjutnya adalah kapan punya anak? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun