Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Kemarahan Merusak: Mengapa Self-Control Menjadi Kunci Kehidupan yang Damai?

10 Desember 2024   15:52 Diperbarui: 10 Desember 2024   19:48 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seseorang yang mudah sekali marah atau sulit sekali mengontrol emosi, kemungkinan bisa dipengaruhi oleh banyaknya faktor, yang kemudian akhirnya membentuk diri seseorang itu bahkan menjadi orang yang temperamen. Faktor-faktor tersebut mungkin dikarenakan seseorang itu sedang dalam keadaan stress dan tertekan, kurangnya pemahaman diri, adanya pengalaman masa lalu, faktor biologis dan fisiologis, kemudian adanya juga kebiasaan atau pola reaksi yang reaktif (sumbu pendek) sehingga hal itu bisa saling berkaitan dan berhubungan, yang mana akhirnya memudahkan atau mempengaruhi seseorang itu menjadi pribadi yang pemarah.

Dalam hal ini, tentu faktor-faktor tersebut bisa saja membentuk sebuah lingkaran yang sangat rumit karena seseorang yang ketika kita melihat kesehariannya tampak seperti orang yang baik-baik saja dan normal namun ketika dalam keadaan yang sangat emosi dengan puncak kemarahan yang membludak, itu akan memunculkan perubahan yang drastis sehingga di sini penting sekali kita untuk melatih emotional intelligence atau kecerdasan emosional dalam kehidupan kita karena memahami emotional intelligence ini tidak hanya mencangkup bahwa kita mampu untuk mengontrol emosi tetapi juga untuk paham bagaimana merespons emosi orang lain dengan lebih bijak. 

Namun, barangkali kita tidak bisa menyalahkan bahwa seseorang itu sangat marah apalagi memang emosinya sedang memuncak dan membludak sehingga tentu ada alasan-alasan, kenapa seseorang itu akhirnya marah pada saat itu, yang tentu ada penyebab dan alasannya. Bahkan, kadang-kadang orang yang terbiasa marah ketika terpancing sedikit saja, kemungkinan mereka tidak sadar akan emosi dirinya sendiri sehingga ini memungkinkan bahwa adanya kondisi-kondisi yang menjadi pertanda seseorang tersebut sedang mengalami frustrasi atau stress yang berlebihan sehingga emosinya jadi meledak-ledak.

Kemudian, bisa jadi karena adanya trauma atau luka batin terkait dengan luka emosional yang dibawa oleh seseorang itu sehingga ketika waktunya membludak, emosinya seperti bom waktu, yang mungkin dipicu oleh situasi yang mirip dengan sesuatu yang mengingatkan seseorang itu dengan luka-luka lamanya. Lalu, barangkali juga alasannya karena seseorang tersebut mempertahankan egonya sendiri sehingga ia tidak mau menerima kritik, menerima kegagalan atau situasi di luar kendalinya sehingga ini memunculkan reaksi emosional yang keras dan cenderung tidak proposional bahkan selalu membela dirinya yang sudah jelas-jelas salah.

Tentu, emosi yang meledak dan tampak menyeramkan itu sangatlah dapat berdampak pada hubungan, karier atau bahkan kehidupan seseorang tersebut sehingga orang-orang yang di sekitarnya akan merasa takut atau terluka sehingga membuat hubungan itu menjadi terasa tegang, dingin dan canggung. Walaupun, sebenarnya di kehidupan kita sehari-hari, mengontrol emosi itu adalah sesuatu yang sangat sulit apalagi ketika kita dihadapkan dengan situasi yang sangat membuat emosi kita sebenarnya itu valid untuk diluapkan namun itu adalah hal yang tidak dibenarkan karena kadang itulah yang dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan ucapan atau tindakan yang bisa menjadi penyesalan apabila emosi kita diluapkan dengan cara yang tidak sehat.

Oleh karena itu, di sini penting sekali untuk kita melatih diri sendiri untuk dalam keadaan sadar (self awareness) dengan mengenal kenapa emosi kita sebegitu memuncak, apa sih faktor yang menyebabkan sejak awal emosi itu bisa timbul sehingga dengan cara kita belajar melatih meregulasi emosi (emotional regulation) misalnya dengan meditasi, pernapasan dalam atau menunda bagaimana reaksi ketika emosi itu memuncak untuk diluapkan maka kita bersikap seperti di pause moment agar tidak bertindak salah kaprah. Selain itu juga, kita perlu belajar bagaimana paham tentang sebuah hal yang mungkin akan berbeda pendapat dengan banyak orang sehingga kita perlu belajar cara berempati dengan perspektif orang lain yang akan memang selalu berbeda pendapat dengan kita sehingga itu bisa meminimalisir konflik apabila terjadi perbedaan.

Selain itu juga, kita perlu untuk memahami ego dan melembutkan ego kita sendiri yang mungkin kita selalu ingin merasa benar dan tidak ingin disalahkan namun ketika kita mencoba untuk terima bahwa tidak semua hal selalu dimenangkan atau dikendalikan sesuai keinginan kita maka itu jauh lebih baik daripada kita mempertahankan ego yang akhirnya juga membuat orang lain terluka sehingga di sini kita bisa merenungi, apakah kita sebenarnya sepenuhnya benar ataupun ada kontribusi melakukan kesalahan. Jadi, sebenarnya apakah kita boleh marah dan melampiaskan emosi kita terhadap sesuatu yang memicu emosi kita keluar?

Melampiaskan emosi adalah sebuah hal yang sangat wajar karena emosi menjadi bagian dari hal yang alamiah dari manusia akan tetapi yang menjadi hal terpenting adalah bagaimana cara kita melampiaskannya sebagai bentuk untuk mengungkapkan emosi dengan cara yang sehat yakni berarti kita perlu belajar untuk menyampaikan apa yang kita rasakan dari diri sendiri dengan tujuan dan maksud untuk menyampaikan apa yang menjadi kekesalan, keresahan, kekhawatiran tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Nah, sebaliknya ketika kita melampiaskan emosi dengan cara yang destruktif seperti menggunakan kata-kata kasar, nada tinggi yang agresif atau bahkan kekerasan, itulah yang kerap kali memperburuk bahkan merusak keadaan dalam sebuah hubungan di kehidupan sehari-hari.

Sehingga di sini, kita perlu untuk menggunakan ucapan yang tetap baik walaupun itu nada yang tinggi. Barangkali, itu bisa terdengar seperti sebuah diskusi atau kompromi akan tetapi tetap saja mungkin ada beberapa orang yang menganggap itu adalah hal yang agresif, yang mana nada tinggi sering kali diterjemahkan sebagai kemarahan walaupun kata-katanya sopan sehingga kita juga perlu belajar untuk menjaga nada untuk tetap tenang namun tegas, yang barangkali menjadi cara yang lebih baik untuk mengekspresikan emosi sehingga ini menunjukkan kendali diri yang kuat untuk meningkatkan peluang dan kesempatan agar apa yang kita rasakan bisa didengar dan dipahami orang lain. 

Nah, apabila kita melampiaskan emosi dengan cara yang sangat-sangat buruk atau dalam istilahnya masuk kategori temperamen itu justru yang akan merusak banyak hal karena sering kali ini bersifat tidak proporsional, yang mana ketika emosi itu meledak-ledak dengan intensitas yang berlebihan, berlangsung dengan lama, kerap kali itu dapat memicu perilaku yang menunjukkan kategori emosi yang tidak sehat sehingga itu menjadi situasi yang tidak hanya menyakiti orang lain tapi juga menjadi hal yang untuk diri sendiri tidak baik secara fisik dan mental.

Mungkin, sering kali kita juga merasa bahwa daripada kita meluapkan emosi kepada orang lain, lebih baik kita memendam emosi kita agar tidak terluapkan. Nah, ini jauh lebih kompleks dan lama-lama akan terasa memberatkan karena seringkali diam itu tidak selalunya membawa solusi sehingga satu-satunya cara adalah ketika situasinya memang butuh penjelasan, kita harus belajar bagaimana cara mengkonstruksikan untuk mengekspresikan emosi kita bahkan melepaskannya untuk mengembalikan keseimbangan emosi diri sendiri agar menjadi stabil.

Sehingga, di sini pada akhirnya, emosi itu adalah sebuah alat sebagai bentuk komunikasi yang kuat apabila kita memahaminya dengan pendekatan dan cara yang benar, yang tentu ini sangatlah berguna dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga ketika kita sudah mulai belajar mengontrol emosi yakni bukan dengan cara kita menekan atau mengabaikan emosi kita maka kita akan menemukan pendekatan  yang apabila emosi kita ingin didengar orang lain maka kita harus paham bagaimana cara mengekspresikan dan menyampaikannya dengan cara yang membangun sehingga dapat berdampak baik untuk diri sendiri maupun orang lain. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun