Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Iming-Iming

8 November 2024   21:27 Diperbarui: 8 November 2024   21:50 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janji palsu, untuk menipumu seumur hidup?

Terburu-buru, akhirnya kau tetap disalahkan,

Mendadak kau bungkam dengan kenyataan yang ada, 

Tidak dipikirkan dengan matang, akhirnya kau menerima dengan keterpaksaan,

***

Kotor, yang kau bayangkan hanya adegan panas di ranjang,

Kau merasa tertipu dan ditipu satu sama lain, 

Kau dilarang bercerita padahal sesak sudah di dada, 

Dia tidak berperan, kau rela berdebat tiada henti dari pagi ke pagi kembali,

***

Malang nasibmu, luntang lantung padahal waktu muda hidupmu sejahtera,

Mirisnya, banyak yang menertawaimu,

Kata mereka, kau bodoh, kenapa ingin sekali menikah?

Lebih baik kau coba menikmati sisi gelap dunia ini dengan bersenang-senang,

***

Kau bisa bergonta ganti perempuan, bercinta dengan perempuan mana pun,

Hidup seperti itu menantimu di depan, gelap dan panas, itu yang kau sukai bukan?

Kecanduan, kau ditinggalkan oleh mereka yang kau sebut teman, 

Yang tersisa hanya dia, pasanganmu yang kau telantarkan bertemankan sepi dan dingin,

***

Penyesalanmu memang di akhir, memohon untuk diberi kesempatan,

Selama ini, kau ke mana? 

Kau lari menyelamatkan dirimu tapi tetap terpuruk makin tenggelam,

Dia sudah selesai, cukup memakan serpihan kaca setiap hari,

***

Tidak perlu merasa dunia ini tidak adil, 

Tidak perlu merasa kau terlalu tersakiti, 

Kau yang buat semuanya seperti neraka, 

Kau yang buat semuanya menderita,

***

Tidak siap, jangan buat semuanya seperti lawakan, 

Membawa orang lain dalam hidupmu yang payah,

Ingin bebas dan mencicipi nakalnya masa muda?

Silahkan, terjebaklah seumur hidup dalam lingkaran setan itu,

***

Temanmu akan pergi, kabur dan berlari meninggalkanmu yang bermasalah,

Mereka menikmati kesenangan berteman bukan ingin susah payah denganmu,

Kemarin sore kau sebut mereka teman sejati, 

Nanti malam mereka lebih ingin menonton dirimu sengsara dan menderita,

***

Semuanya pengkhianatan, bajingan itu nyata,

Tidak perlu naif, dunia ini keras dan kejam termasuk penghuninya,

Akuilah, kau bersalah tidak perlu membela diri,

Benahi, sebelum kau mati dipanggil,

***

Puisi ini menyampaikan bahwa keputusan untuk menikah itu adalah kesepakatan yang dibangun oleh dua orang, yang artinya mereka berdua telah siap untuk menjalani hari-hari dengan proses kehidupan berumah tangga berdua hingga maut memisahkan. 

Namun, kadang kala banyak laki-laki, tidak semua, namun kebanyakan, mereka masih mendengarkan dan mudah sekali disetir oleh tongkrongan dan teman-temannya. Ini bukan sekali atau dua kali saya amati namun kebanyakan laki-laki seperti ini, mereka tidak punya pendirian sehingga hal-hal yang tidak dipertimbangkan dari omongan-omongan dan bualan-bualan yang berujung pada keretakan pada hubungan itu justru lebih didengarkan oleh laki-laki.

Sehingga, peran laki-laki tersebut sebagai seorang pemimpin, yakni mereka harus mengarahkan, membimbing dan menjadi seorang panutan untuk pasangannya justru tidak ditemukan di diri laki-laki tersebut, karena keputusan dalam dirinya itu masih mengikuti arus dari pertemanan atau perkumpulan yang selama ini berada di lingkungannya. Oleh karena itu, salah satu faktor yang akhirnya memunculkan dan membentuk laki-laki tidak berperan dalam kehidupan berumah tangga adalah karena tidak punya pendirian akan keputusan dalam hubungan di rumah tangganya sehingga ia lebih membiarkan orang lain ikut campur dan masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya.

Akhirnya, celah untuk hubungan dalam rumah tangga tersebut bisa melebar keretakannya itu bermula dari apabila laki-laki itu melibatkan orang lain untuk ikut terlibat dan mencampuri permasalahan yang ada dalam rumah tangga mereka. Sehingga, pada akhirnya satu sama lain merasa tertipu karena dia menyangka ternyata menyatukan diri satu sama lain itu bukan hal yang mudah sehingga proses yang terjadi itu membutuhkan kesabaran yang sangat besar.

Tapi, justru kenapa banyak laki-laki yang sudah diberi kesempatan dan kesalahannya sudah ditoleransi namun masih saja tetap melakukan kesalahan yang sama berulang kali? Mungkin, perempuan akan memaafkan kesalahan-kesalahan tersebut namun bila perempuan yang sebagai pasangannya merasa bahwa mentoleransi kesalahan pasangannya itu adalah sebuah kebodohan maka sebenarnya, apakah pola hubungan itu tidak menggunakan logika sama sekali? Yang, justru apabila menggunakan perasaan terus menerus menjadikan seorang perempuan lebih mudah terinjak-injak karena ketulusan dan kebaikan hatinya untuk memberikan kesempatan?

Bila, dikatakan bahwa laki-laki juga adalah manusia biasa dan mahluk berproses, bagaimana dengan perempuan yang juga sama, manusia biasa dan makhluk berproses, namun kenapa seolah ada pembelaan-pembelaan dan pembenaran terkait dengan manusia biasa, mahluk berproses dan bisa saja melakukan kesalahan,. 

Namun kenapa tidak digarisbawahi bahwa manusia biasa bisa salah tapi tidak melakukan kesalahan yang sama berulang kali? Sudah tahu, kemarin itu kesalahan, kenapa tetap diulangi? Tidak mudah untuk selalu mentoleransi dan memaafkan bahkan memberikan kesempatan untuk kesalahan-kesalahan yang sama karena itu sangat benar-benar menguras energi.

Tidak bisa dibenarkan bahwa ketidakdewasaan kita itu, jadi hal yang terus dimaklumi sehingga ketika terjadi apa-apa bukannya sama-sama untuk saling bahu-membahu menyelesaikan namun justru menghindari permasalahan itu dan membiarkan itu seperti tidak ada kejadian apa-apa, yang membuat banyak perempuan akhirnya memendam emosi dan tertimbun di dalam hingga sewaktu-waktu ada waktunya sudah tidak bisa ditampung maka ledakan-ledakan emosi itu akan muncul karena sudah terlalu lelah dan keterlaluan.

Untuk laki-laki, bersikap dan berperanlah sebagai selayaknya laki-laki yang dewasa. Tidak menyudutkan laki-laki namun dari berbagai banyaknya kejadian yang kita lihat sama-sama saat ini, sangat banyak sekali laki-laki yang tidak berperan sebagai seorang suami bahkan sebagai seorang ayah. Oleh karena itu, mulailah untuk membenahi diri sendiri untuk menyadari bahwa kehidupan ini ada batas-batas yang tidak bisa kita langgar dan sebagai seorang manusia tidak masalah untuk dalam berproses itu melakukan kesalahan namun ingatlah bahwa jangan menyepelekan kesalahan-kesalahan yang sudah dimaafkan namun tetap saja diulangi untuk melakukan kesalahan tersebut berulang kali.

Tidak ada yang bisa menolong diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik, bila diri kita tidak mau mengajak dan mengarahkan diri sendiri ke arah yang lebih baik. Kemudian, bijaklah untuk memilih lingkaran pertemanan dan jangan sekali-kali membiarkan dan memperbolehkan orang lain menyetir kehidupanmu sebagai laki-laki yang memimpin rumah tanggamu. Berproses lah dengan sadar bahwa jangan sampai keterlambatan menjadikan kita lebih jauh menyesal dan menyalahkan diri sendiri karena pada akhirnya semuanya berada dalam kendali pada pribadi masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun