Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kapan Kamu Harus Berhenti Terhadap Sebuah Ambisi?

31 Oktober 2024   18:05 Diperbarui: 31 Oktober 2024   18:12 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini, barangkali tidak relate untuk teman-teman yang memandang sebuah ambisi, cita-cita atau harapan itu dengan konotasi negatif. Kenapa saya mengatakan demikian? Karena, beberapa pandangan orang mengatakan bahwasanya, orang-orang yang memiliki ambisi terhadap sesuatu itu adalah orang-orang yang tidak bisa santai dalam hidupnya, tidak bisa menikmati hidup dengan slow dan terlihat seperti tidak bisa menikmati hidup dengan bahagia.

Apakah benar demikian? Sebenarnya tidak demikian. Karena, saya sendiri adalah seseorang yang cukup punya ambisi, harapan dan cita-cita yang ketika saya ingin mencapai hal itu maka saya akan mengeluarkan dedikasi terbaik saya terhadap apa yang saya tuju. Apalagi, ketika saya menemukan spesies orang-orang yang sama persis memandang sebuah ambisi itu ya, harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan.

Kalau dipikir-pikir lagi, apakah saya selalu bahagia dalam proses mencapai apa yang menjadi ambisi saya? Tentu tidak sama sekali. Tentu ada di mana saya ingin rasanya mundur, menyerah dan tidak melanjutkan apa pun lagi terhadap ambisi itu. Mustahil rasanya, ketika orang-orang seperti saya yang melihat sebuah cita-cita, harapan dan berambisi terhadap suatu hal itu tidak pernah merasakan namanya gagal. Tentu sangat banyak gagalnya. Tentu sangat memuakkan menjalani proses yang entah sampai kapan harus terus dilakukan.

Apalagi ketika kamu berambisi dan berekspektasi bahwa ambisi itu akan mengantarkan kamu pada sebuah kemudahan hidup yang lebih berarti dan bermakna serta ketika ambisi itu tidak tercapai maka dimulailah fase di mana perasaan-perasaan tidak berharga sebagai manusia itu akan menghampiri, bergejolak di dalam diri sendiri. Saya yakin bahwa setiap orang punya modal yang diberikan Tuhan terhadap setiap diri kita masing-masing. Bahkan, ketika kita merasa bahwa ambisi kita terhadap suatu hal tidak tercapai dan kita merasa tidak berharga sebagai manusia maka kita tetap sejatinya, menjadi manusia yang berharga sebenarnya.

Hanya saja ya, perasaan kita memang harus di validasi, bahwa kamu memang sedang gagal. Perasaan sedih yang menyelimuti memang akan kamu alami. Lalu, apakah akan selamanya kamu seperti itu? Kapan waktunya, untuk kamu memilih melanjutkan atau sudahi saja ambisi itu? Mungkin ini bukan sebuah keharusan untuk diyakini, tapi untuk mewakili apa yang pernah saya alami, barangkali ini bisa jadi insight baru buat teman-teman yang sedang membaca ini.

Nah, saya sendiri, memilih dan memutuskan untuk menyudahi sebuah ambisi saya dalam hidup untuk suatu hal itu ketika saya rasa, cukup penuh untuk berani mengatakan "cukuplah". Apakah di saat mengatakan saya mencukupkan untuk memperjuangkan ambisi itu saya tidak ragu? Tentu masih ragu, karena perasaan masih ingin memperjuangkan itu tentu masih ada. Euforia ketika memperjuangkan suatu hal itu masih terus terngiang-ngiang dan mantap memanggil saya untuk terus semangat.

Tapi, apalah daya, saya memilih untuk mencukupkan perjuangan itu dan ambisi itu untuk sudah tidak saya perjuangkan lagi. Apakah di sini saya menyerah? Apakah disini saya terlihat seperti pecundang? Beberapa orang mungkin melihatnya ia saya pecundang, namun bagi saya tidak, saya tetap pada pendirian saya untuk menyudahi saja semuanya ini.

Makna cukup setiap orang, saya rasa memang berbeda-beda. Namun, alangkah baiknya, kamu perlu tau porsi cukupmu itu sampai mana. Bila, kamu rasa, belum menemukan kelegaan untuk membiarkan ambisi itu ada tumbuh dan berkembang maka perjuangangkanlah terus, sampai kamu penuh, sampai makna cukup itu terasa di hati. Alih-alih memang mana kala justru, proses jatuh bangun itu ialah bagian dari "prosesnya" untuk mencapai tujuan dari ambisimu dengan berakhir pada keberhasilan. Siapa yang tau bukan? Barangkali itu manisnya. Ketika sudah di ujung jurang, baru menemukan keselamatan yang di nantikan.

Tidak ada yang salah ketika kamu memilih untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan. Karena, pada hakikatnya setiap dari kita adalah manusia-manusia yang berharga. Tidaklah setiap kekurangan, kegagalan dan ketidakbisaanmu untuk mencapai sebuah ambisi membuat kamu terus mengkerdilkan diri sendiri. Temukan makna cukup dari ambisi yang kamu perjuangkan. Bila sudah kamu rasa siap menyudahi, sudahilah dan lanjutkan ambisimu yang lainnya. Barangkali untuk ambisimu yang satu ini prosesnya tidak bisa asal tebak, sangat misterius. Nikmati saja, perjuangkan bila masih ingin diperjuangkan, semoga bertemu dengan manismu ya--- jangan menyesal karena telah berhenti dan menyia-nyiakan ambisimu, karena kamu dibentuk dari ambisimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun