Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme Toxic Memilih Pilihan Hidup: Semua Perempuan Harus Sama? Menjadi Ajang Menjatuhkan Sesama Perempuan

19 Oktober 2024   19:43 Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:55 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu-isu dan fenomena terkait perempuan yang menjatuhkan perempuan lain terkait pilihan hidup yang tidak sama dengan dirinya menjadi sebuah topik yang saat ini ingin saya bahas karena ini cukup kompleks sehingga di era saat ini feminisme kadang-kadang bukan lagi menjadi ajang untuk membuat perempuan berani menyuarakan pendapatnya dengan mengangkat harkat, martabat dan marwah dirinya akan tetapi jadi ajang saling menjatuhkan antar sesama perempuan karena merasa pilihan yang perempuan lain pilih itu lebih menyenangkan sedangkan ketika ia memilih pilihan yang normalnya perempuan pilih tak jarang malah menjadi uring-uringan sehingga melontarkan caci maki bahkan komentar negatif terkait pilihan perempuan lain yang di matanya hidup perempuan itu lebih menyenangkan dan bahagia dari dirinya. 

Cukup aneh walaupun sesama perempuan, saya melihat itu sebagai sesuatu yang ironis, sehingga konteks dalam pembicaraan kali ini adalah keanehan saya melihat ternyata ada perempuan yang tidak senang dengan pilihan perempuan lain, yang berani menentukan arah hidupnya tanpa bergantung dengan standar-standar yang ada di sosial masyarakat pada umumnya yang perempuan pilih. Feminisme toxic seperti ini menjadikan beberapa feminis mungkin beranggapan bisa membatasi perempuan lain dengan berasumsi bahwa semua perempuan harus sama pilihan hidupnya seperti dirinya, baik dalam hal karier, peran keluarga atau pandangan hidup, tapi yang ironisnya gerakan yang seharusnya mengusung kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan hidup malahan terkadang itu digunakan sebagai sabotase dan penyerangan terhadap perempuan lain karena mereka berani memilih jalan hidup yang berbeda dengan normalnya perempuan pilih seperti mereka yang memilih menjadi ibu rumah tangga atau memilih menjadi seorang wanita karier di sektor-sektor tertentu sehingga mungkin ini juga didorong oleh rasa iri, kekecewaan pribadi atau pemahaman yang kurang terkait seharusnya menjadi pilihan yang benar sebagai perempuan.

Sehingga, seharusnya di sini penting untuk kita memahami bahwa feminisme yang sesungguhnya itu, seharusnya memberikan ruang untuk banyak perempuan dalam kebebasan menentukan pilihan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan mereka sendiri, tanpa perlu ada penghakiman antar satu sama lain sehingga pilihan hidup yang beragam tersebut dengan adanya feminisme ini menjadi bentuk dukungan untuk banyak perempuan dalam kebebasan mereka untuk menentukan pilihan hidup yang sesuai tanpa harus ada rasa takut untuk dihakimi perempuan lain. Apalagi, ketika saya mengeksplorasi di media sosial atau lingkungan sosial, yang akhirnya membuat pilihan perempuan ketika mereka berbeda dengan perempuan lain jadinya seperti saling menyikut dan sengol-sengolan, yang merasa bahwa pilihan hidup perempuan lain adalah hal yang tidak benar dan tidak normal sebagai perempuan padahal kan sebenarnya pilihan hidup seseorang itu pada akhirnya karena pilihan sendiri. 

Jadi, tidak ada hak siapapun bahkan sesama perempuan untuk menghakimi pilihan perempuan lain, bahkan ini akhirnya jadi diperparah dengan standar-standar yang tidak masuk akal dan itupun didukung dan dibenarkan dengan perempuan-perempuan lain yang sama cara berpikirnya dengan perempuan yang tidak suka perempuan lain itu lebih hebat dan lebih menyenangkan hidupnya daripada dirinya. Jadi, sebenarnya feminisme itu pada dasarnya adalah bentuk memperjuangkan kebebasan dan hak perempuan untuk memilih jalan hidupnya sendiri akan tetapi pada kenyataannya, banyak yang masih terjebak dalam standar yang seolah-olah semua perempuan harus menjalani hidup yang dengan cara yang sama. Akhirnya, ini terlihat konyol ketika jadinya perempuan saling menghakimi bukan karena prinsip yang jelas, akan tetapi karena merasa tidak puas atau bahkan iri hati karena melihat pilihan perempuan lain itu tampak lebih menyenangkan. 

Bisa jadi, sebenarnya fenomena ini sebagai bentuk dari pelampiasan dan pelarian dari rasa kecewaan perempuan tersebut terhadap kehidupan pribadinya sehingga mereka merasa bahwa dirinya gagal mencapai standar yang mereka buat sendiri sehingga cara mereka menghakimi itu adalah bentuk pelampiasan kekecewaan, daripada mereka memberi dukungan terhadap perempuan lain yang hidupnya lebih baik justru mereka memilih terus mencari pembenaran atas pilihan hidup yang mereka jalani yang padahal sebenarnya memang pilihan mereka adalah ketidakbahagiaan. Akhirnya, ini menciptakan sebuah siklus bias yang kontradiktif di mana apapun pilihan perempuan lain tetap saja diserang dan dihakimi, baik mereka yang memilih menjadi ibu rumah tangga ataupun menjadi wanita karier, itu akan tetap saja menjadi hal yang tidak disukai dengan melontarkan komentar-komentar yang negatif. 

Standar yang akhirnya tidak masuk akal ini, justru membuat kehidupan perempuan semakin terbebani, yang mana kompleksitas hidup yang sebenarnya sudah memang menantang. Sementara itu, ketika perempuan lain memilih jalan hidupnya sendiri, seringkali perempuan lain juga ikut mengkritik bukan karena pilihan perempuan itu salah akan tetapi ada keberanian yang berbeda dari apa yang selama ini dianggap ideal sebagai normalnya pilihan perempuan dalam menjalani kehidupan, padahal sebenarnya kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang itu tergantung dari keyakinan dirinya dan kecocokan dengan nilai serta kebutuhan pribadi masing-masing orang bukan atas dasar pembenaran sosial atau karena penilaian orang lain. Oleh karena itu, penting bagi setiap perempuan melepaskan diri dari lingkungan penyerangan dan penghakiman seperti ini karena pilihan hidup seseorang itu adalah sebuah hal yang personal dan jika kita merasa kehidupan perempuan lain itu bahagia dan damai dengan pilihannya seharusnya sebagai perempuan juga kita tidak menjadikan hidup perempuan lain itu tolak ukur atau bahan iri dan kekecewaan karena kita tidak mencapai kebahagiaan dengan pilihan kita. 

Sebenarnya, prinsip feminisme ini bila diterapkan dengan sebenar-benarnya akan membuat kita seharusnya lebih menghargai kebebasan perempuan lain untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa takut akan dinilai buruk atau dijatuhkan satu sama lain sehingga di sini saya ingin menekankan bahwa perlu adanya kita untuk sesama perempuan saling mendukung dan menghormati pilihan perempuan lain karena inti dari feminisme yang sesungguhnya adalah kita tidak terjebak dalam perangkap persaingan yang tidak sehat karena setiap perempuan itu berhak menjalani hidup sesuai dengan apa yang membuat dirinya bahagia dan saat kita bisa menerima pilihan-pilihan yang ada dalam hidup ini, kita akan jauh bisa mengurangi iri hati dan perasaan negatif yang merusak pikiran kita sendiri akibat dari pilihan hidup yang kita jalan. Jadi, mulai dari sekarang jadilah perempuan yang bisa menentukan pilihan hidup sendiri dan pastikan itu adalah pilihan hidup yang membahagiakan dan menyenangkan sehingga tidak ada celah untuk akhirnya kita menyerang atau menghakimi pilihan perempuan lain karena pilihan yang berbeda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun