Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Kunci Cadangan

14 Juli 2024   20:03 Diperbarui: 14 Juli 2024   21:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebenarnya tidak sedang dipikirkan, namun tiba-tiba kepikiran 

Ini hidupmu sendiri, tidak perlu omongan orang lain jadi begitu mengganggu 

Bagaimana, bila mereka benar dan ternyata aku yang salah?

Sejak kapan kau merasa seperti itu?

***

Menurutmu, keberuntungan itu sebuah kebetulan tidak?

Jadi, maksudmu yang hidupnya penuh kegagalan tidak beruntung?

Loh, kegagalan itu artinya tidak selamat

Bagaimana kau tahu bahwa kegagalan artinya tidak selamat?

***

Aku tidak tahu persis, namun orang-orang gagal itu dilihat seperti orang menjijikan 

Memangnya, orang yang selalu berhasil artinya dia selamat?

Bukannya, memang begitu adanya?

Aku tidak paham, kau selalu membuatku kepikiran 

***

Kita hanya tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan

Di balik layar apa yang tersimpan pun, kita punya keterbatasan untuk mengetahui 

Ini namanya dinamika kehidupan, setiap pilihan ada resikonya

Perihal, berhasil atau gagal pun kita tidak tahu ini adalah hadiah atau ancaman

***

Beruntungnya, Tuhan membekali kita ilmu-ilmu yang menenangkan 

Meskipun, pengetahuan kita minimalis

Realita ini, tidak bisa dibantah dan kehidupan akan terus berlanjut

Itu artinya kita perlu untuk punya banyak kunci?

***

Bukan tentang seberapa banyak kunci yang kita punya

Cukup dengan satu kunci utama yang kau jaga dalam lingkarannya

Namun, kau mesti siap bila sewaktu-waktu kunci utama tidak lagi bisa diandalkan untuk membuka pintumu 

Itu artinya kau harus siap dan terbiasa dengan kunci cadangan dalam hidupmu selanjutnya 

***

Puisi ini menggambarkan keadaan dan kondisi bahwa setiap diri kita sebagai manusia kadang kala harus siap dengan kenyataan apapun yang ada di depan mata kita. Tentunya, tidak selalu bahwa kenyataan yang ada di depan mata kita itu adalah realita yang kita senangi dan kita harapkan terwujud seperti itu. Lagi-lagi penerimaan itu harus kita cukupkan dalam diri kita untuk lapang dada dan ikhlas menerima apa yang memang harus terjadi dan harus kita lewati.

Rasanya, seperti terpaksa menampar diri sendiri untuk menerima bahwa memang kita memiliki keterbatasan untuk tahu tentang masa depan, yang mana setiap perencanaan yang kita susun secara matang pun, kadang kala memang harus gagal karena apa yang kita usahakan ternyata memang bukan rezeki dan untuk kita. Oleh karena itu, menurut saya perihal gagal atau berhasil itu memang bukan lagi dalam kendali kita, karena hasilnya bukan kita yang akan menentukan.

Barangkali, memang rasanya lelah, capek dan ada perasaan was-was yang luar biasa terkait apa yang sedang kita perjuangkan. Apalagi, bila itu sudah mengusahakan itu mati-matian namun hasilnya adalah gagal, itu cukup membuat kehidupan jadi hilang arah bahkan untuk bangkit kembali melanjutkan hidup rasanya tidak tahu harus memulai dari mana. Karena, siapa sih yang siap untuk menjalani kegagalan? Tentu tidak ada yang siap untuk itu.

Namun, yang menarik saat ini, saya selalu katakan ke diri saya sendiri yakni untuk belajar tenang dengan apa pun yang harusnya terjadi. Belajar untuk memberhentikan rasa sedih yang berlarut, karena saya tahu hidup ini terus berlanjut dan waktu demi waktu tidak akan menunggu kita untuk selesai dengan rasa sedih itu yang artinya kita harus segera move on dari keadaan itu. Tapi, sejauh saya melangkah sampai hari ini pun saya sangat merasakan betapa banyak saya belajar dari kegagalan yang saya alami.

Barangkali, saya dilabeli orang-orang yang tidak berguna karena kegagalan-kegagalan tersebut namun setelah belajar untuk menerima itu, justru malahan saya jadi senang dengan menjalani proses yang terjadi dalam hidup saya, walaupun saya tidak senang dengan kondisi dan keadaannya saat itu. Belajar menerima itu perlu latihan panjang, bahkan hingga saat ini saya tampil dengan tulisan-tulisan saya hari ini pun saya butuh waktu untuk percaya diri bahwa tulisan saya bisa diterima dengan baik.

Oleh karena itu, pesan saya untuk teman-teman semua bahwa barangkali suatu kegagalan itu bukan berarti selalu kesalahan kita namun barangkali memang belum saatnya buat kita atau belum saatnya menjadi rezeki kita saja, cukup disana. Tidak masalah untuk mau mengintrospeksi dan mengevaluasi diri terkait kegagalan itu, justru itu bagus untuk pembenahan diri kita. Silakan, untuk diusahakan lagi, apabila mungkin kamu rasa selama ini kamu belum cukup berjuang dengan pilihan tersebut. Namun, bila memang tidak ada titik temunya, kamu juga harus siap bahwa hidupmu harus berlanjut dan tidak boleh stagnan disana yang akhirnya membuat kamu berhenti bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun