Misalnya, seharusnya kita boleh untuk marah, kecewa, sedih dan meluapkan itu semua kepada seseorang yang menyakiti kita, namun sebagai manusia, itulah pilihan kita, untuk bisa mengendalikan apa yang menjadi rasa sakit kita atau meluapkan rasa sakit itu dalam bentuk ucapan yang kasar, tidak beradab, tidak beretika dan sebenarnya juga tidak menyelesaikan apapun dalam diri kita. Ketika terluka kita barangkali belum menemukan pola atau cara sebagai obat untuk menyembuhkan namun teman-teman selama saya hidup, apa pun yang tidak saya senangi, yang menyembuhkan adalah waktu itu sendiri.
Kita butuh waktu untuk kembali melihat diri kita, karena selama ini hati dan pikiran kita teralihkan pada sesuatu di luar diri kita, entah itu bentuknya, seseorang atau sebuah pekerjaan, pencapaian, harta dan apapun itu yang membuat kita tidak kembali melihat diri sendiri karena kita terfokus pada hal-hal di luar dari diri kita. Itu berarti, kita perlu kembali pada diri sendiri, memastikan diri kita aman, nyaman dan tenang berada di zona yang membuat kita kembali tumbuh dan berkembang. Jadi, apa pun yang akan dan sudah terlepas, belajar untuk tidak khawatir bahwa hal itu tidak jadi milik kita.
Di dunia ini, barangkali sulit untuk menerima hal yang di dalam bayangan kita akan sangat membuat kita seolah-olah hidupnya akan terhenti, tapi percayalah bila suatu hal itu benar-benar milik kita akan sangat tidak disangka pasti menemukan caranya sendiri kembali atau digantikan dengan hal yang lebih baik dari sesuatu hal yang telah hilang itu. Oleh karena itu, tetap tenang dan damai menjalaninya, walaupun sulit dilakukan, percayalah ini akan lewat dan kita akan berhasil melewatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H