Mohon tunggu...
Anggraini Fadillah
Anggraini Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - student at riau islamic university | content writer | host podcast

hi, i'm anggraini fadillah. thank you for agreeing to read the article here 💌🎀

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Tong Penampung Kesalahan

13 Mei 2024   10:49 Diperbarui: 13 Mei 2024   10:52 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berulang kali ini terjadi

Hampir keluar, seluruh sumpah serapahku memakimu

Yang ku tahu itu akan membunuhmu, ketika aku memaksakan berucap

Lebih gilanya lagi, aku tetap menyalahkan diriku sendiri

***

Lumpuh sudah sekujur tubuhku, menyaksikan ini

Aku hidup namun kau, menganggapku telah mati

Bak seorang penjahat, aku menyalahkan diriku sendiri

Dan seperti seorang penjahat pun aku di cerita karanganmu

***

Tentu, tidak akan ada perbandingan aku dengan siapapun di dunia ini

Karena, saat aku memilihmu, berdarah-darah pun aku akan tetap memelukmu

Kali ini sudah cukup, ide gilaku

Biarlah kita mati bersama, sayangku

***

Ku beritahu bahwa penyesalan akan menghantuimu seumur hidup

Tidak sekarang namun pelan-pelan penuh kelembutan

Kejarlah yang katanya adalah kebahagiaamu

Aku tidak butuh kau yang berwajah malaikat tapi hati seorang iblis

***

Barangkali kau memang suka kebebasan tanpa aturan

Sudah di tepi jurang kehancuran pun kau tetap bangga

Jangan lagi kau anggap aku tempat rehabilitasmu

Aku tidak kuat dan tidak akan mau lagi menampung kesalahanmu

***

Kau yang membuat kesalahan namun justru aku yang seperti orang tidak waras dan sakit jiwa

Tidak bisakah kau berhenti mengatakan aku terlalu baik untukmu

Kau pikir enak hidup dengan manusia beracun?

Berwajah menenangkan, bermulut manis namun hati seliar binatang 

***

Puisi ini menggambarkan sebuah hubungan yang benar-benar toxic dan sangat-sangat menguras energi yang pada akhirnya hubungan tersebut adalah hubungan yang tidak sehat namun dipaksakan untuk terus bertahan. Yang membuat salah satu dari pihak dalam hubungan ini benar-benar merasa sangat kehilangan dirinya sendiri.

Kadang kala, hubungan itu di dalamnya tidak seharusnya kita menganggap sesuatu itu secara kecil dan sepele yang padahal menurut pasangan kita itu adalah hal yang berharga dan penting buat dirinya. Yang membuat pada akhirnya hubungan itu tidak sehat dan tidak bertumbuh adalah kita terbiasa untuk merasa hal-hal yang kecil itu adalah sebuah hal yang tidak penting dan tidak perlu dihiraukan.

Maka, tentu itu yang akan membuat pada akhirnya salah satu dari pihak dalam hubungan tersebut merasa bertanya-tanya, apakah benar hubungan seperti ini akan bertahan lama dan awet karena salah satu dari pihak dalam hubungan tersebut merasa masih perlu bebas tanpa aturan dalam hubungan. 

Yang padahal, aturan itu ada dalam hubungan bukan untuk mengekang namun untuk lebih saling menghargai dan mengerti bahwa ada kerjasama yang harus dibangun, ada sesuatu hal yang harus diperjuangkan, dan ada pasangan yang harus dihargai, dipahami, disayangi dan diberikan perhatian, karena dia adalah pasanganmu bukan teman ataupun orang asing.

Oleh karena, itu pesan dari puisi ini, hendaknya bila akan menjalin hubungan itu yakni harus memang secara mental dan segala hal sudut pandang kita terhadap hubungan itu belum benar-benar kita siapkan, maka janganlah membuat orang lain yakni pasangan kita jadi merasa kehilangan dirinya sendiri, kehilangan kebahagiaannya, kehilangan apapun yang berharga dari dirinya yang padahal di luar sana banyak sekali yang memandang ia bernilai dan berharga dan begitu banyak orang yang menyayanginya.

Maka, tentu ketika sudah menemukan sosok seseorang yang benar-benar bersyukur ketika dia memiliki kita maka beri segala hal yang terbaik untuknya dan jadilah pasangan yang juga bersyukur memilikinya karena ketika kamu sudah mulai punya niat untuk 'macam-macam di belakangnya' maka ketahuilah di depan sana kamu tidak akan pernah menemukan seseorang yang setulus dia lagi, buktikanlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun