Aku tahu banyak yang lebih cantik dariku
Kau kenali diriku, tentu tampaklah seluruh kurang dan cacatku sebagai perempuanmu
Namun, sedikit dayaku untuk menahanmu tetap di sini
Bersamaku yang tiap hari kian menyebalkan
***
Bila tiba masanya, aku bukanlah seleramu
Pastikan, kau tidak akan pernah kembali
Aku tidak gila kepastian tapi aku tidak ingin menjadi salah satu perempuanmu
Biarkan aku serakah dengan posisiku sebagai ratu di hatimu
***
Kenapa aku harus bersusah payah?
Untuk memenangkan hatimu, bila memang tujuanmu adalah aku
Aku tidak ingin dibagi, kau tahu kan aku gampang lapar?
Aku ingin penuh dan utuh, enggan untuk bersedekah
***
Sayangnya kau memilih untuk bersedekah
Kepada perempuan miskin, yang haus kasih sayang
Seperti pahlawan kau mendatanginya
Hingga kau membuatku semakin kelaparan
***
Pergilah, bila kau banyak pertimbangan
Kau tahu aku perempuan seperti apa kan?
Tak perlu diusir aku akan pergi dengan sendirinya
Pastikan kau tidak bersujud memintaku kembali padamu, sayang
***
Puisi ini adalah gambaran seorang laki-laki yang menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Lagi-lagi perselingkuhan adalah salah satu dari segenap trauma perempuan yang masih sendiri untuk akhirnya meyakinkan diri, apakah laki-laki di depannya ini akan berlaku setia dan tidak akan berselingkuh di kemudian hari?
Setelah, segala maaf dan kesempatan yang telah diberikan pun tak kunjung membuatnya berubah maka sebenarnya kadang kala rasa sayang dan cinta itu masih sangat besar terhadap seseorang yang kita sayangi dan pada akhirnya memilih berulang kali memberikan maaf dan kesempatan yang juga berulang kali kesakitan, terluka dan trauma semakin menjadi-jadi.
Sebenarnya ada apa dengan laki-laki zaman sekarang? Bukan pada akhirnya sebagai perempuan kita mengeneralisasi bahwa semua laki-laki sama saja karena, pun sama bahwa banyak juga ditemui perempuan yang memang doyan untuk berselingkuh dan berkhianat dari pasangannya.
Namun, sebagai perempuan, perspektif saya terhadap hal ini sangat penting yang pada akhirnya membuat saya semakin sadar bahwa dalam hubungan pun seharusnya kita tidak menggantungkan kebahagiaan kita kepada pasangan.
Bukan berarti selalu menggunakan logika tanpa melibatkan perasaan yang pada akhirnya apabila terus secara logis, logika yang lebih dominan alhasil tidak akan pernah ada kata tulus dan ikhlas. Yang membuat saya pada akhirnya sadar bahwa jalannya hubungan adalah dengan menggunakan perasaan yang juga tidak melupakan berpikir ketika sedang menyayangi dan mencintai pasangan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H