Perih goresan ini dihembus angin akibat ulah manusia lupa daratan
Gagal bertarung dengan kehidupan yang tidak beradab, salahkah?
Mencekik dengan lisan sampai tak bernapas, memaki hingga tak sanggup berdiri, hebatkah?
Seperti mengemis pertolongan di masa lalu dan menolaknya di masa kini
***
Tanpa sadar membatasi luka dan benci, salahkah?
Bolehkah kau tidak berontak? Bolehkah kau tenang sejenak? Bolehkan kau memaafkan apa pun itu saat ini?Â
Renungi, memangnya kau siapa di hadapan Tuhan?
Hati boleh sangat rapuh tapi hatimu titipan Tuhan yang sangat luas kebaikannya
***
Kebaikan yang abadi, tidak fana
Goresan itu diganjar setimpal, tenang saja tak perlu dilawanÂ
Itu menyakitimu bila hatimu sinis sekali
Pulanglah, berdo'a agar diberkati
***
Puisi ini menggambarkan seseorang yang terlalu baik dan tulus terhadap semua orang. Padahal, sebenarnya banyak sekali, orang-orang di sekelilingnya yang tidak peduli dengan apa yang ia rasakan dan hal tersebut kerap kali akhirnya membuat ia terluka namun tetap saja ia memperlakukan orang lain sebaik mungkin.Â
Sebenarnya ia tahu bahwa hal itu menyakiti dirinya akan tetapi ia selalu belajar untuk tidak menaruh dendam terhadap setiap hal peristiwa dengan rasa sakit yang diberikan kepadanya. Bahkan ia percaya bahwa semua hal yang terbentuk hari ini bahwasannya suatu saat menjadi hal yang ia bisa petik makna dan manisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H