Hujan rintik mulai turun di bumi bagian Sumatera Utara. Sore sendu ditemani secangkir kopi hangat dan nada lagu Glenn Fredly yang hari kemarin baru berpulang ke Sang Pencipta.
Maunya sih bermalas-malasan di rumah tapi apa daya sebagai Emak Rumah Tangga (ERT) yang budiman harus menyelesaikan segudang pekerjaan. Mulai dari menyuapi batita sampai merendam tumpukan kain kotor.
Suara alarm mulai memanggil keras saat belajar online dimulai. Mungkin puluhan purnama sudah menjadi blogger amatiran dan kali ini menjadi pengalaman perdana untuk belajar bersama Kompasiana.
Berhubung sudah sebulan penuh ‘gabut’ di rumah, maka raga ini mulai aktif mengulik akun Kompasiana yang mulai berdebu. Ternyata, ada event menarik untuk belajar Optimasi Konten Blog di Kompasiana.
Tanpa banyak pertimbangan ERT ini langsung mendaftar dan berharap dapat kembali bangkit dari tidur panjang di Kompasiana. Pukul 15.50 WIB pada 9 April 2020, ERT ini sudah duduk manis di depan laptop seperti yang telah diinstruksikan melalui email, 10 menit harus hadir sebelum acara dimulai.
Sebelum menguraikan materi yang didapatkan dari Mbak Widha Karina, yang gayanya asik, santai, sedikit ‘pecicilan’ namun semua materinya nyangkut di otak mungil saya. Apalagi setelah tanya mbah Google, kita punya latar belakang yang sama yaitu almamater jajanan Takor.
Nah, langsung aja sebelum sampai 1500 kata. Pasalnya, nulis di Kompasiana itu sebaiknya tidak lebih dari 1500 kata hmmm sebenarnya kriteria ini kurang cocok sama saya. Hal ini dikarenakan kalau menulis bisa bablas layaknya skripsi semakin tebal semakin punya potensi dapat nilai A sama saat menulis di blog.
Mungkin, pembatasan jumlah kata ini juga bertujuan membuat kalimat menjadi efektif dan tepat guna. Jika sudah efektif, menarik dan aktual maka artikel ibarat gula pasti diserbu semut yang rindu dengan rasa manis.
Balada Editor Kompasiana
Sebelum mulai sharing, Mbak Widha membuka kenyataan ‘pahit’ yang terjadi dengan media online saat ini khususnya hoax yang sering terjadi. Ternyata, hal ini menjadi tugas ekstra untuk seorang editor menyaring belasan ribu konten dari berita palsu sehingga dapat ditayangkan di Kompasiana.
Di samping itu, terdapat pelanggaran yang sudah hits dari jaman kuliah sampai saat ini yaitu copas. Hal ini merupakan pelanggaran originalitas yang sedikit ‘miris’. Mau eksis tapi dengan tulisan orang lain kan enggak asik.
Bayangkan, tren artikel yang ada di Kompasiana di tahun 2020 ini pun tidak terlepas dari acara copas. Menurut pemaparan wanita berlensa ini:
- Dari 12.814 artikel yang tayang maka terdapat 2218 merupakan pelanggaran originalitas atau sekitar 17% di Bulan Januari.
- Dari 14.626 artikel tayang maka terdapat 2062 merupakan pelanggaran originalitas atau sekitar 14% di Bulan Februari.
- Dari 19.957 artikel tayang maka terdapat 3.426 merupakan pelanggaran originalitas atau sekitar 16% di Bulan Maret.
Mengetahui data ini, gorengan sempat terhenti di mulut. Wow, ternyata banyak juga yang hobi menyalin. Padahal, menyalin hanya diperbolehkan dari papan tulis ke buku bergaris saat SD dulu.
Enggak kebayang betapa repotnya bekerja sebagai editor di media online warga ‘+62’ ini. Pantas saja, foto pipi Mbak Widha saat di banner chubby tapi saat live streaming sedikit tirus alami. Yah, mungkin selalu bergumul demi menghasilkan konten yang original bukan bajakan.
Ternyata, menghasilkan konten yang sesuai dengan puluhan aturan di Kompasiana harus terlebih dahulu kerja keras bagai kuda. Bayangin aja, setiap bulan rata-rata artikel masuk sebesar 19.575, 631 artikel per hari, 26 artikel per jam dan harus di cek 2,3 menit/artikel.
Ya ampun, enggak sempat ‘ngedipin’ mata judul baru sudah muncul. Oleh karena itu, Kompasiana Content Superintendent ini berharap para kontributor mulai dari yang coba-coba nulis, penulis amatir sampai profesional harus memiliki sikap jujur dan original karya pribadi. Seperti jargon saya, “Biar Jelek Asal Karya Sendiri”.
Di samping konten, ternyata terdapat data atau gambar yang tidak mencantumkan sumber. Kebanyakan gambar yang dicomot langsung tanpa menelusuri sumber aslinya. Ibarat kamu ingin menikahi seseorang tapi kamu enggak mau tahu siapa orang tuanya, sakit nya tuh di Ibu yang ngelahirin si anak.
Patuhi Rambu, Konten Layak Tampil
Kompasiana sendiri memberikan aturan main tersendiri agar setiap konten yang tayang sedapat mungkin hasil karya original dari netizen. Mbak Widha juga mengingatkan bahwa tulisan di Kompasiana bukan produk jurnalistik jadi bebas berkarya.
Namun, untuk tanggung jawab kaidah berharap selalu disesuaikan dengan aturan Bahasa Indonesia yang benar dan asik. Jika artikel asik dan memenuhi aturan main maka umumnya editor akan bersorak-sorai sambil menabuh rebana alias BAHAGIA.
1. Gambar Memiliki Resolusi Tepat
Terkadang penulis menyematkan gambar yang memiliki resolusi terlalu kecil sehingga gambar terlihat pecah dan kurang menawan saat dipajang di artikel. Di samping itu, gambar dengan resolusi 2000 juga terlalu besar umumnya gagal muat. Nah, menurut Mbak Widha, ukuran yang pas adalah 1000 piksel sehingga gambar akan lolos untuk memperindah sebuah konten di Kompasiana.
2. Mencantumkan Sumber Pada Gambar
Jika gambar bukan milik pribadi sebaiknya dicantumkan sumber yang sesungguhnya. Terkadang, sumber yang didapat juga belum tepat sehingga coba search google for image maka temukan resolusi terbesar dan kembali cari pemilik gambar sesungguhnya.
3. Sebaiknya Foto Jepretan Pribadi
Gambar paling diterima adalah hasil jepretan pribadi. Kemudian mencantumkan sumber atas nama pribadi karena lebih kece.
4. Ambil Gambar Grup Kompas
Mendadak tidak punya gambar yang berkaitan dengan artikel maka sebaiknya gambar diambil dari Grup Kompas seperti Harian Kompas, Kompas.com, Kompas TV, Natgeo Indonesia, Grid, Warta Kota dan Tribun News. Lagi-lagi jangan lupa cek sumber foto, kali aja media tersebut juga mengambil dari gambar yang tersedia di google.
5. Cari Penyedia Gambar Gratis
Solusi terbaik lainnya adalah mencari gambar dari penyedia gambar gratis seperti Pexels, Freepik, Unsplash dan Flickr. Jika menggunakan gambar sebaiknya mencantumkan nama dari pengunggah gambar/foto tersebut.
Nah, kalau teks dan gambar sudah oke maka sekarang memikirkan agar tulisan dapat menjadi artikel utama. Kan keren kalau artikel ada di etalase paling atas Kompasiana. Setidaknya bisa pamer sama keluarga selama Work From Home alias #diRumahAja.
8 Cara Tulisan Mejeng Jadi Artikel Utama Kompasiana
1. Aman Tidak Melanggar SK
Tim Kompasiana pastinya sudah menyiapkan berbagai aturan atau syarat ketentuan agar artikel tersebut layak tampil. Terutama agar artikel tidak asal tayang apalagi mengandung hoaks.
Di samping itu, tulisan yang ‘berbau’ politik atau menyerempet maka kemungkinan besar tidak ditayangkan. Apalagi jika berisiko hingga harus berhubungan dengan kepolisian.
2. Orisinal
Seperti yang sudah diuraikan di atas masalah orisinalitas merupakan kunci utama. Apalagi artikel ‘jadi-jadian’ yang asal nyaplok lebih dari 25% bagian tulisan dan hal ini merupakan sebuah pelanggaran. Hal yang bagus adalah jika penulis memiliki pengalaman langsung dengan objek tulisan dibanding membaca berbagai sumber dan ditulis ulang.
3. Unsur Kebaruan Otentik Unik
Konten merupakan kebaruan otentik yang unik artinya lebih spesial dan tidak umum. Apalagi konten tersebut belum dibahas di grup Kompas lainnya.
4. Momentum Tepat
Momentum yang tepat, Kompasiana sendiri memiliki regulasi untuk menaikkan konten sesuai jam. Di pagi hari, cenderung artikel berita, reportase, peristiwa aktual, politik, hukum, sosial dan humaniora.
Siang hari biasanya soal pertanian, nelayan, sosial humaniora dan lebih santai. Di sore menuju malam, umumnya artikel bertema musik, fiksi, traveling, humaniora yang lebih lucu-lucu. Sehingga momentum yang tepat membuat artikel ini menjadi pilihan editor.
Di samping itu, ketika terdapat berita yang lagi hits seperti meninggalnya Glenn Fredly, Kopi Viral, dsb. Konten tersebut dapat langsung jadi Artikel Utama asal mengandung ketiga unsur sebelumnya.
5. Komprehensif
Ulasan yang komprehensif seperti konten yang berisi penelitian, menarik, komplit sehingga sangat memanjakan mata dan pikiran pembaca.
6. Reputasi
Terkait dengan pengalaman seorang penulis apakah pekerja profesional, praktisi yang menuangkan sesuatu dalam bentuk tulisan dan tulisan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Reputasi juga terkait dengan bagaimana seorang penulis menjaga kewibaannya sebagai penulis dengan original tanpa copas.
7. Value, Pesan, Dampak, Diksi, Kemasan
Hal ini merupakan bagian yang paling penting, seperti value apakah artikel ini memiliki nilai atau pesan yang bermanfaat maka dapat menjadi pertimbangan untuk jadi artikel utama. Kemudian dampak, jika dampaknya terlalu beresiko maka artikel tersebut dapat dianulir.
Selanjutnya, kemasan atau diksi yaitu meskipun artikel itu cukup panjang tapi kalau disajikan menarik dan mata pembaca tidak lepas dari artikel tersebut maka berpotensi untuk naik sebagai artikel utama.
Pekerjaan editor hanya 2,3 menit, ketika pandangan pertama langsung jatuh cinta terhadap sebuah konten maka kemungkinan besar akan dilirik dan dipajang sebagai artikel utama sebelum dikompetisikan.
8. Level Kompetisi
Terakhir adalah level kompetisi, jika terdapat beberapa artikel yang berpotensi menjadi artikel utama maka akan dikompetisikan dan dipilih yang terbaik. Seperti contoh, tulisan yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga berpeluang jadi artikel utama di sisi lain ada pesaing yang sama maka Kompasina akan memilih yang terbaik.
Nah, demikian kedelapan alur dan tips agar tulisan kece saya dan kamu dipinang oleh Kompasiana untuk menjadi Artikel Utama. Berharap, BLOGSHOP ini diadakan kembali agar tidak hanya badan yang semakin menggendut tapi otak semakin berisi di tengah pandemi.
Buat yang belum ikutan, kita tunggu undangan selanjutnya dari Mbak Widha dan rombongan Kompasiana...
Salam,
Arda Sitepu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H