Mohon tunggu...
Sinta Anggraeni
Sinta Anggraeni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

a learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Roehana Koeddoes: Wartawan dan Pejuang Hak Perempuan Pertama dari Koto Gadang

14 Maret 2021   09:03 Diperbarui: 14 Maret 2021   09:11 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roehana KoeddoesSumber gambar : kumparan.com

"Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala  kemampuan dan kewajiban. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan"- Roehana Koeddoes

Roehana Koeddoes (EYD: Ruhana Kuddus) disahkan menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 8 November 2019 oleh Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden Nomor 120 TK Tahun 2019. Perempuan yang lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat  tanggal 20 Desember 1884 ini adalah sosok perempuan yang sangat membela hak-hak perempuan pada masanya. Wartawan wanita pertama di Indonesia ini sejak kecil tidak pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. 

Dia hanya belajar bersama ayahnya. Saat berumur 8 tahun, Roehana kecil sudah bisa membaca dan menulis abjad Arab, Latin, dan Arab-Melayu. Dia juga sudah bisa berbahasa Belanda. Ayahnya yang seorang bawahan Belanda sering membawakannya buku cerita saat kembali dari bertugas dan mengajarkan membaca. Saat remaja, dia sangat berbeda dengan perempuan sebayanya, dia sangat pandai bercerita. Anak dari pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kami ini juga dapat menyulam, merenda, merajut dan menjahit dengan baik. Dia belajar ketiga hal terebut dari tetangganya yang seorang istri pejabat Belanda.

Roehana mempunyai komitmen dan keinginan yang kuat dalam bidang pendidikan bagi perempuan. Dia berpikir bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah salah satunya dengan membatasi mereka mendapatkan pendidikan yang layak, hal tersebut termasuk tindakan semena-mena yang harus dilawan. Setelah menikah dengan Abdul Kudus yang seorang notaris pada umur 24 tahun, Roehana mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia pada tanggal 11 Februari 1911 di Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. 

Sekolah ini mengajarkan keterampilan bagi perempuan seperti keterampilan mengelola keuangan, baca-tulis, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. Roehana juga bekerjsama dengan pemerintah Belanda dalam transaksi bisnis membeli mesin jahit untuk muridnya dan menjual hasil karya mereka ke pasar Eropa.

Saat berada di Bukittinggi, kakak tiri dari Soetan Sjahrir ini juga mendirikan Roehana School dan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer. Roehana menjadi perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa. Karena keterampilan dan kepandaian yang dikuasainya itu, Roehana diminta untuk mengajar menyulam dan merenda, politik, sastra, budi pekerti, pelajaran agama, Bahasa Belanda serta teknik menulis jurnalistik di sekolah Dharma Putra. 

Di sekolah ini, muridnya tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Guru-gurunya adalah lulusan sekolah, hanya Roehana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Tapi itu tidak menjadi masalah, Roehana adalah pribadi yang berwawasan luas, berbudi pekerti dan pintar.

Tidak hanya di bidang pendidikan, Roehana melanjutkan perjuangannya dengan menulis di berbagai surat kabar seperti Poetri Hindia. Dia juga mendirikan perusahaan  surat kabar Sunting Melayu bersama Mahyudin Datuk Sutan Maharajo pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan. 

Saat merantau di Lubuk Pakam dan Medan, mak tuo (bibi) dari Chairil Anwar ini mengajar dan  dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu dan surat kabar Cahaya Sumatra.

Peran dari sepupu H. Agus Salim untuk membantu gerilyawan melawan penjajah ini tidak lepas dari idenya dalam menggagas pendirian dapur umum dan badan sosial serta menyelundupkan senjata dari Kota Gadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikan dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun