Tahukah kamu, di tengah hiruk-pikuk dunia pencarian kerja, tagar #Desperate di LinkedIn semakin ramai digunakan---seolah-olah keputusasaan kini sudah punya branding resmi!
Saya baru-baru ini mendengar tentang tren di LinkedIn, di mana para pencari kerja muda mulai menggunakan tagar #Desperate di profil mereka. Ya, kamu tidak salah baca---tagar ini benar-benar muncul sebagai simbol keputusasaan dalam mencari pekerjaan. Dan jujur saja, ini semacam peringatan buat kita semua: cari kerja sekarang memang nggak segampang hutang di pinjol.
Apakah ini pertanda bahwa dunia kerja makin sulit? Jawabannya: ya. Dulu, kita mungkin berpikir kalau gelar sarjana adalah tiket emas untuk masuk ke dunia kerja, tapi sekarang? Ibarat ikut lotere. Kompetisi semakin ketat, standar perusahaan semakin tinggi, dan ekspektasi kita sendiri yang kadang jadi masalah. Belum lagi faktor lain seperti teknologi yang menggeser kebutuhan tenaga kerja, dan tentu saja pandemi yang masih punya sisa dampak panjang pada pasar tenaga kerja.
Tagar #Desperate Bukan Solusi
Sekarang, apakah tagar #Desperate bisa membuat kita dilirik oleh perusahaan? Saya pribadi tidak setuju. Jujur saja, perusahaan mungkin melihat tagar itu bukan sebagai sinyal "tolong saya butuh kerja" tapi lebih sebagai "saya menyerah". Tidak ada perusahaan yang mencari kandidat yang terlihat putus asa. Saya malah khawatir ini bisa jadi boomerang, memberi kesan bahwa kita adalah orang yang tidak kompetitif atau kurang percaya diri.
Jadi, daripada mengandalkan tagar penuh keputusasaan, bagaimana kalau kita coba solusi lain? Seperti:
- PNS: Di negara kita, peluang untuk menjadi pegawai negeri selalu terbuka. Prosesnya memang panjang dan melelahkan, tapi setidaknya ini opsi yang pasti.
- Freelance: Dunia gig economy sedang naik daun. Banyak pekerjaan freelance di bidang kreatif, teknologi, dan konsultasi yang bisa dilakukan dari mana saja. Ini bisa jadi batu loncatan sambil mencari pekerjaan tetap.
- Wirausaha: Siapa bilang harus kerja di perusahaan orang lain? Kalau ada bakat atau ide bisnis, kenapa tidak mencoba membangun usaha sendiri? Risiko memang ada, tapi potensi keuntungannya juga tidak main-main.
- Cari kerja di luar negeri: Kalau merasa stuck di sini, mungkin saatnya melirik peluang kerja di luar. Tentu, ini bukan jalan yang mudah, tapi bisa jadi opsi menarik bagi mereka yang berani keluar dari zona nyaman.
Menyikapi Situasi dengan Meningkatkan Value Diri
Selagi kita menunggu kesempatan yang pas, penting untuk tetap produktif. Meningkatkan value diri adalah kuncinya. Misalnya, dengan:
- Baca buku: Jangan pernah anggap remeh kekuatan membaca. Ini bukan hanya memperkaya wawasan, tapi juga memperluas perspektif kita.
- Mengikuti pelatihan: Banyak pelatihan online yang terjangkau bahkan gratis. Ini kesempatan untuk menambah skill baru yang relevan dengan industri.
- Perluas koneksi: Networking adalah salah satu cara paling efektif untuk menemukan peluang kerja. Jangan ragu untuk hadir di event virtual, gabung grup diskusi, atau aktif di komunitas LinkedIn.
- Ambil pekerjaan apapun: Kadang, kita terlalu memilih. Sembari menunggu peluang yang sesuai harapan, tidak ada salahnya mengambil pekerjaan apapun. Siapa tahu, pengalaman itu membuka pintu ke peluang lain.
Selain itu, satu hal penting yang sering diabaikan pencari kerja adalah menguasai bahasa asing. Di era globalisasi seperti sekarang, kemampuan bahasa asing (terutama bahasa Inggris) sangat dihargai oleh banyak perusahaan, terutama perusahaan multinasional. Ini bisa menjadi nilai tambah yang signifikan, baik saat mencari pekerjaan di dalam negeri maupun saat melirik kesempatan di luar negeri. Bahasa asing juga membuka pintu bagi peluang karir internasional yang mungkin lebih luas dan bervariasi. Jadi, jika waktu luangmu cukup, menginvestasikan waktu untuk belajar atau meningkatkan kemampuan bahasa asing bisa memberikan keunggulan kompetitif yang besar.
Apa yang Dicari Perusahaan?
Jadi, sebenarnya apa yang dibutuhkan perusahaan dari calon pekerja? Selain skill teknis, soft skill seperti kemampuan berkomunikasi, teamwork, dan kreativitas juga sangat dicari. Perusahaan ingin kandidat yang adaptif, bisa berpikir kritis, dan mampu bekerja dalam tim. Di era digital ini, kemampuan teknologi dasar seperti menguasai tools komunikasi dan manajemen proyek juga menjadi nilai tambah besar.
Kemampuan bahasa asing juga termasuk dalam soft skill yang sering diremehkan, padahal bisa menjadi pembeda besar saat bersaing di pasar kerja yang kompetitif. Banyak perusahaan menghargai karyawan yang mampu berkomunikasi dengan klien internasional atau bekerja dalam tim yang lintas negara. Jadi, jangan anggap enteng hal ini!
Pengalaman Pribadi
Saya pribadi pernah merasakan bagaimana susahnya mencari pekerjaan, terutama di masa-masa awal setelah lulus kuliah. Sudah kirim CV ke sana-sini, tapi tak ada kabar balasan. Ada momen di mana saya juga merasa 'desperate', meski nggak sampai pasang tagar #Desperate di profil LinkedIn saya. Salah satu pelajaran terbesar yang saya dapat adalah pentingnya tetap bergerak maju, walaupun kita belum mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan. Sambil mencari kerja, saya memanfaatkan waktu untuk ikut pelatihan, membaca buku, dan memperluas koneksi---dan hasilnya, alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan yang lebih baik dari yang saya harapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H