3. Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan (2002)
Novel ini memadukan sejarah dan unsur magis, menggambarkan dampak politik dan kekerasan tahun 1965 terhadap sebuah keluarga keturunan Belanda.
4. Amba karya Laksmi Pamuntjak (2012)
Kisah cinta yang terpisah oleh tragedi politik tahun 1965 dan kehidupan tahanan politik di Pulau Buru, tempat banyak orang yang dituduh komunis ditahan.
5. Gadis Kretek karya Ratih Kumala (2012)
Novel ini berkisah tentang industri kretek di Indonesia dan bagaimana kisah cinta serta dinamika politik pasca-G30S turut mewarnai ceritanya.
6. September karya Noorca Massardi (2006)
Novel ini terinspirasi oleh peristiwa G30S/PKI dan menggambarkan luka sejarah yang dalam. Meski berbentuk fiksi, kisahnya didasarkan pada penelitian tentang tragedi tersebut.
7. Blues Merbabu karya Gitanyali (2011)
Novel ini menceritakan kehidupan para aktivis yang bersembunyi di Gunung Merbabu setelah peristiwa G30S, menggambarkan perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah represi politik.
Analisis Tema dan Pesan dari Karya Sastra Tersebut
Tema-tema yang muncul dalam karya sastra ini mencakup penindasan, pengkhianatan, pengasingan, stigma politik, dan kerinduan untuk pulang ke tanah air. Penulis-penulis ini berusaha menyoroti sisi kemanusiaan dari mereka yang menjadi korban peristiwa G30S, dengan pesan bahwa sejarah tidak boleh hanya dilihat dari satu sudut pandang.
Terakhir
Melalui artikel ini, diharapkan pembaca dapat menemukan referensi lain tentang tragedi G30S/PKI, tidak hanya dari narasi pemerintah tetapi juga melalui karya-karya sastra yang menggali pengalaman pribadi masyarakat. Bulan September menjadi momen refleksi yang tepat untuk memikirkan kembali peristiwa ini dan menggali kebenaran sejarah dari berbagai perspektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H