Mohon tunggu...
Anggi Tri
Anggi Tri Mohon Tunggu... -

masih belajar menulis,\r\nwww.kamiliyahome.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang MK yang Ini

17 September 2016   17:21 Diperbarui: 17 September 2016   17:40 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Si Miskin (M) dan Kaya atau yang punya Kuasa (K) seringnya tidak cocokan. Terkadang dengan beraninya berlindung di balik statusnya masing-masing untuk menang dalam beberapa kondisi. Si (K) lebih berani memenangkan konflik, karena merasa kaya dan kuasa punya segalanya. Si (M) juga kadang manja, yang menurutnya harus dilindungi, yang lain seharusnya mengalah, apalagi negara dengan Undang-Undang Dasar memuliakannya: fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

Suatu saat di jalan raya:

Sopir angkot marah-marah, mobilnya ditabrak dari belakang oleh mobil seharga ratusan juta di belakangnya. Yang bawa yakin kalau tuh angkot mendadak ke kiri tapi gak ngesen. Rusaknya sangat tidak parah, tapi bentak-bentaknya dan minta ganti ruginya kelewat. Karena terburu-buru, sopir mobil tadi mengeluarkan beberapa uang lima puluh ribuan dan langsung tancap gas.

Di saat yang beda di jalan raya:

Sopir angkot habis dimaki dan dipukul oleh seseorang dengan tampilan perlente. Usut punya usut, ternyata mobil angkotnya nyerempet sedikit buanget tuh mobil yang dibawa si pemuda perlente. Bapak sopir angkot dengan wajah sendunya diem aja sambil megang pipinya yang memerah.

Suatu saat di Rumah Sakit Pemerintah:

Diujung ruang bangsal penyakit dalam. Ramai keluarga pasien riuh berkeluh kesah. Pasien dengan jaminan KK (Kartu Keluarga) dan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Merasa dibedakan pelayanan. Ribut kepada perawat yang katanya sering tidak cepat tanggap. Gak sabar dengan penyakitnya, kok gak sembuh-sembuh. Ada yang tercetus, lapor aja ke anggota dewan, kan mereka wakil kita. Sampai dokter yang meriksa pun tak luput dari bentakan keluarga pasien.

Di saat yang beda di Rumah Sakit Pemerintah:

Dokter satu ini begitu bersih dan wanginya. Bukan karena ia higienis, tetapi jari-jari lentiknya yang "alergi" nyentuh borok atau nanah. Gatel hidungnya nyium aroma keringat pasien yang satu ruang bisa dua puluh orang. Nih dokter cuma senyum di awal pertemuan, lalu tekuk muka dua puluh satu jika terus ngeliat pasien ini lagi, ini lagi, busuk lagi, busuk lagi. Pengennya cepet pulang atau cari dokter lain.

Suatu saat di kota yang ramai gak pernah sepi:

Ratusan orang angkat tangan mengepal, nada suaranya tinggi, menuntut sesuatu. Terkabar bahwa bangunan gubuk yang mereka tinggali puluhan tahun akan diratakan dengan tanah. Mereka pada gak punya KTP, ada yang punya juga tetapi tidak berdomisili di wilayah itu. Dalihnya mereka tidak menetap lama di daerah tersebut (tetapi sudah puluhan tahun, wkwk). Mereka berkoar meminta ganti rugi yang sesuai, tempat tinggal baru yang layak dan gratis. Ukuran minimal 10 x 12 meter. Kamar mandi dua. Air berlimpah dan lingkungan yang asri. Karena jadinya jauh dari tempat usaha, maka sekalian kasih kerja atau jaminan kebutuhan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun