Bulan sudah berlalu dari Agustus menjadi September. Sebulan kemarin rasanya sangat panjang dan perjalanan baru bagi saya yang setiap hari mengunggah tulisan saya di Kompasiana.
Saya membuat akun ini di Februari 2021 tetapi hanya satu tulisan yang saya unggah. Latas di bulan Juli 2022 kemarin, setelah lebih dari satu tahun saya mulai mengunggah beberapa tulisan saya di sini lagi.Â
Lebih dari satu tahun, nyaris tepat satu setengah tahun sih. Jeda waktu yang lama memang, tapi itu salah saya yang lupa sandi akun sendiri dan memang dasarnya saya lebih sering menulis di blog saya, jurnal coretanku.
Menulis menurut saya hal yang menyenangkan. Dari menulis saya belajar karena tak hanya menuang ide, saya juga harus mencari tahu lebih banyak mengenai bahan yang akan saya tulis. Jadi, mau tidak mau ya saya harus belajar mencari referensi dan bertanya ini dan itu. Proses yang ribet dan panjang tapi entah kenapa menyenangkan saja dilakukan.
Tulisan saya ini saya buat untuk saya bercerita dan pengingat bagi saya. Sebenarnya saya sudah menulis cerita saya berkait pengalaman sebulan penuh menulis puisi di blog saya. Tapi entah kenapa saya masih mau cerita hal ini di sini.
Jika ditilik judulnya sebenarnya sudah lebih dari sebulan saya kembali ke sini untuk menulis. Namun, sebulan kemarin saya benar-benar aktif mempublikasi satu tulisan setiap satu hari. Sebuah hal yang jarang saya lakukan bahkan di blog saya, baik itu jurnal coretanku dan cerita coretanku.
Puisi yang saya unggah selama sebulan penuh kemarin diawali dari keisengan saya yang bercuit di akun saya mau belajar menulis puisi. Jadilah saya menantang diri saya untuk menulis puisi selama sebulan penuh.Â
Awalnya saya pikir gampanglah sebulan menulis puisi, ide mah pasti ada. Faktanya ucapan itu harus saya tarik. Mencari ide setiap hari itu susah. Ide yang awal saya pikir cocok dikembangkan menjadi puisi malah terasa asing saat saya coba tulis. Lantas saya beberapa kali gonta-ganti ide untuk satu hari menulis.
Saya yang lebih sering menulis dalam bentuk paragraf yang entah itu esai, opini, atau artikel kagok ketika harus menulis bait demi bait puisi. Aneh dan asing rasanya saat jemari saya menarik di keyboard untuk mengetiknya. Tak hanya itu, saya juga harus memilih diksi untuk puisi juga bikin saya bolak-balik membuka kamus dan mencari sinonim.
Kadang setelah puisi berhasil terbit di sini saya senyam-senyum membacanya, terutama jika ada yang memberikan penilaian apa lagi komentar. Apresiasi kecil itu sangat berharga dan jadi semangat bagi saya. Terima kasih sebelumnya.
Ada kalanya saya bertanya-tanya setelah membaca tulisan yang saya unggah sebulan kemarin. Beberapa tulisan saya rasa ganjil dan entahlah apa bisa dikatakan sebagai puisi. Ada kalanya saya bertanya, "Ini kok lebih kayak shit posting ya?"