Cangkir bukan orang jahat, dia hanya berusaha untuk terus ada ketika dibutuhkan. Kalau saja suatu hari dia tidak ada di tempat, isi bisa memilih wadah lainnya, namun tidak merubah rasanya.
Yang berubah hanya wadahnya.
Cangkir selalu setia, jikalau suatu hari dia menghilang, tidak akan jauh. Mungkin dia sedang berada dibalik layar dan membersihkan diri. Saat sudah siap, dia akan kembali untuk menjalankan tugasnya.
Lelaki itu masih memiliki daya, dia yakin, dia adalah cangkir..
Satu sruputan kopi dalam cangkir menyentuh lidahnya. Indera perasanya bermain disana, menentukan apakah ini manis atau pahit, sesuai yang ia pesan.
Setelah beberapa lama kopi dalam cangkir terus ia pandangi hingga mendingin, baru Lelaki itu berani untuk menyentuh dan menikmatinya.
Begitulah caranya untuk menikmati secangkir kopi. Jika sebagian orang berpikir menikmati kopi selagi masih hangat merupakan kenyamanan, baginya tidak.
Lelaki itu punya jalan pikiran berbeda. Ia berpikir jika kopi juga butuh proses untuk menyerap semuanya, mulai dari bubuk, gula dan air panas.
Jika terlalu kental, sarinya akan menempel di bibir, namun jika cair, akan lebih mudah dan halus mengetuk tenggorokan.
Jangan heran, Lelaki itu memang berbeda, dia lebih suka sendiri, merenung dan tidak suka mengabadikan pribadinya. Mungkin sesekali, tapi tidak utuh, syair syair otodidak yang muncul di kepalanya jadi teman sejatinya.