Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kesan Berkesan

11 Mei 2022   20:18 Diperbarui: 11 Mei 2022   20:26 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung dengan tangga di sampingnya. (Foto by Dok. Pribadi)

Perlahan ia maju, Lelaki itu mendekatkan kepalanya menuju jendela besar dan mulai melihat sesuatu dari balik jendela. Matanya terbelalak, saat kedua matanya mengarah ke sudut ruangan. Di atas kursi khas tempat kuliah, satu wanita menarik perhatiannya. 

Jilbab merah, dengan baju batik dan rok hitam, wajah manis, pipi chubby dan raut wajah yang lumayan cuek. Wanita itu duduk di pojok ruang kelas itu, di bagian tengah, tidak terlalu belakang dan tidak juga di depan. Lelaki itu terpanah, kedua matanya tak lepas dari pandangan. 

Setiap gerakan wanita itu selalu ia amati.  Dari mulai mengambil buku dari tas kecil berwarna hitam, membuka buku lalu mulai menulis. Bibir lelaki itu melebar, Ia tersenyum. Rona bahagia wajah Lelaki itu terpancar, seolah ia telah menemukan kasih yang ia inginkan. 

Wanita itu tetap sama di tempat duduknya, menghadap ke arah dosen yang sedang menjelaskan sebuah mata kuliah, badan wanita itu sedikit mengarah ke kiri, kaki kanannya ia letakkan diatas kaki kirinya sambil mengayunkan kaki kanannya kedepan kebelakang secara perlahan. Bolpoin yang ia pegang sering ia letakkan di antara kedua gigi indahnya. Membuat Lelaki itu sedikit gemas.

Begitu saja yang Lelaki lihat, tapi rona wajahnya memperlihatkan kesenangan batin. Apa yang Lelaki itu rasakan, nampak baru pertama kali ia rasakan. Kesan pertama yang ia lihat hari itu begitu indah, dan tak boleh luput untuk ditinggalkan. 

Rugi baginya jika melewatkan satu momen menakjubkan dalam hidupnya kala itu. Jika waktu itu ia harus kehilangan uang atau ATM, Lelaki itu pun bahkan tak ambil pusing. 

Wanita berkerudung merah itu masih tetap sama, terkadang ia mengganti posisi kakinya dengan meluruskan kedua kakinya. Mungkin dia lelah. Terkadang wanita itu sedikit mencuri-curi momen untuk bicara dengan teman di sebelahnya yang buat ia tertawa. 

Tawa tipis dengan tangan kanan menutup mulut dan alis sedikit naik keatas cukup bagi Lelaki itu untuk merasa senang hari itu. Lelaki itu gemas lagi, seolah tak tahan. 

Namun, tak lama setelah momen itu, semua orang di dalam kelas itu kemudian berdiri, dosen yang berada di depan meja juga berdiri dan beranjak pergi, semua orang lalu pergi keluar mengikuti. Setelah keluar, semuanya berpencar masing-masing. Tapi, Lelaki itu tak menemukan wanita kerudung merah yang dia perhatikan sejak tadi. 

Matanya mencari ke setiap sudut, tapi tak ia temukan. Lelaki itu melewatkan satu hal hari itu. Meskipun begitu, kesan pertama yang sungguh berkesan bagi Lelaki itu. Hanya senyum tipis yang bisa ia lakukan ketika itu. Segerombolan anak muda yang menariknya tadi pun juga ikut menghilang. 

Lelaki itu mencari, tapi ia kemudian fokus pada tangga di sebelah kelas itu. Tangga menuju lantai dua. Karena penasaran, perlahan ia gerakkan kedua kakinya beranjak menuju tangga. Perlahan, perlahan dan akhirnya, hanya Lelaki itu yang tau. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun