Mohon tunggu...
Anggita Titiana
Anggita Titiana Mohon Tunggu... Koki - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. DR HAMKA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rentan Terjadinya Konflik Interpersonal dalam Pernikahan Dini

31 Januari 2021   09:58 Diperbarui: 5 Februari 2021   18:18 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik yang sering muncul bersumber dari beberapa faktor, yaitu:

Keterbatasan sumber dikarenakan keduanya dibawah umur membuatnya memiliki pola pikir yang masih mengandalkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya. Tidak semua pasangan dibawah umur ini berasal dari keluarga yang serba ada, tak sedikit mereka berasal dari kalangan keluarga yang tidak mampu, bahkan mereka pun juga belum siap untuk bekerja.

Komunikasi yang tidak baik perilaku komunikasi baik verbal maupun non verbal yang seringkali menyinggung masing-masing. Kesalah pahaman yang membuat konflik tersebut muncul.

Ketidaksiapan dalam mengurus rumah tangga berkaitan dengan emosi yang masih labil, gejolak darah muda, serta pola pikir yang belum matang. Pasangan dibawah umur ini cenderung belum siap menjadi orang tua dan belum siap memikul tanggung jawab menjadi seorang ibu, menjadi pemicu ketidak harmonisan dalam berumah tangga.

Hal yang terjadi saat terjadinya konflik meliputi sikap tidak mau mengalah, mendiamkan pasangannya, mengeluarkan kata-kata kasar, menangis, bahkan pergi keluar rumah (suami). Mereka tidak bisa mengontrol emosi dan sampai membuat ekspresi negatif terlontar dari keduanya.

Bentuk penyelesaian konflik yang dapat dilakukan yaitu dengan mencari jalan tengah demi mempertahankan hungan,  menyadari kesalahan, saling menasihati, dan tidak melibatkan orang lain. Terdapat tiga solusi atas konflik interpersonal ini, yang dikemukakan oleh Filley, House & Kerr (dalam Luthans, 1983 : 378-379), meliputi:

a. Lose-lose (kalah-kalah): melakukan pendekatan untuk mencari kesepakatan atau mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan perselisihan, menggunakan pihak ketiga sebagai penengah (arbitrator), dan merujuk pada aturan birokarsi atau aturan yang berlaku untuk memecahkan konflik.

b. Win-lose (menang-kalah): strategi menang-kalah dapat menimbulkan dua konsekuensi sekaligus baik yang bersifat fungsional maupun disfungsional bagi organisasi. Secara fungsional dapat mendorong terjadinya kompetisi untuk menang dan dapat memperkuat keeratan dan semangat korsa pada situasi konflik. Sebaliknya, strategi ini dapat menciptakan disfungsi karena menutup peluang penyelesaian, cara lain seperti kerja sama, dan kesepakatan bersama.

c. Win-win (menang-menang): strategi ini sangat cocok dilihat dari sisi kemanusian, karena sumberdaya yang ada lebih difokuskan pada upaya memecahkan masalah bersama, bukan untuk saling menjatuhkan. Dalam konteks budaya Indonesia, musyawarah mufakat sebagai salah satu sila dalam Pancasila yang merupakan strategi menang-menang.

Rentan terjadinya konflik interpersonal pada pernikahan dini memang jelas adanya, faktor komunikasi yang sangat menjadi pemicu adanya suatu konflik dalam rumah tangga. Konflik yang terjadi juga dapat dihindari dengan tetap menjaga hubungan komunikasi dan keharmonisan. Jika sudah terjadi dan menimbulkan konflik yang memanas, solusi yang dapat diambil yaitu dengan mengalah, mencari jalan tengah, dah menyadari atas kesalahan yang sudah mereka lakukan. Dapat juga menggunakan atau menerapkan strategi win-win yang sangat cocok dalam menyelesaikan suatu konflik.  

Sumber: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun