Oleh: Sriniti Anggita Puri
Mahasiswi Universitas Indonesia,
 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Ilmu Politik 2016
Menurut data dari Komnas Perempuan, pada tahun 2017 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan meningkat sebesar 74% dari tahun 2016. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada tahun 2017 adalah sebesar 348.446. Jumlah ini melonjak jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni sebesar 259.150 (KOMNAS PEREMPUAN, 2018).
Merespon meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan, Ketua Komnas Perempuan, Azriana Manalu, mengkritisi lambannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual untuk dibahas DPR RI. Ia menjelaskan bahwa saat ini regulasi terkait kekerasan seksual sangat minim, hanya berpegang pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Padahal banyak sekali kekerasan seksual yang tidak terakomodir di dalam KUHP. Menurutnya, kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP belum bisa menjawab permasalahan yang muncul selama ini. Kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP hanya sebatas pencabulan dan pemerkosaan saja.
 Lambannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menurut Manalu dapat menjadi tantangan dalam kasus tindakan pelecehan seksual secara verbal yang dialami oleh Baiq Nuril, korban pelecehan seksual secara verbal yang justru menjadi terpidana lantaran dituding menyebarkan dokumen elektronik yang menjadi bukti pelecehan terhadap dirinya  (HALIM, 2018).
Tindakan pelecehan seksual secara verbal seperti yang dialami Nuril tersebut belum tercakupi dalam aturan yang ada saat ini. Maka dari itu pemerintah harus bekerja ekstra cepat untuk segera mengsahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dalam menanggapi kasus ini, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan DPR akan ngebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal itu dilakukan untuk merespons kasus Baiq Nuril.
"Dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan," kata Bambang Soesatyo, melalui keterangan tertulis, Senin (19/11/2018) (HAKIM, 18).
Dalam menyikapi kasus ini, terlihat bahwa DPR bertingkah impulsif, menyatakan kembali untuk melanjutkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ketika ada kasus kekerasan seksual yang terjadi dan menjadi highlight dalam lingkup nasional, namun kembali mengesampingkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual jika tidak ada kasus kekerasan seksual yang membuat kinerja DPR disorot.
Bayangkan saja, dengan segala usaha dari berbagai pihak akhirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bisa masuk sebagai prolegnas. Tapi rasanya upaya itu sia-sia karena sampai saat  ini  RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih mandek di parlemen. Usulan atas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dimulai sejak tahun 2015 sampai akhirnya dibahas pertama kali pada tahun 2016, tapi sampai sekarang masih belum membuahkan hasil.
Meskipun begitu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengaku optimis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat dirampungkan pada masa baktinya, yaitu periode 2014-2019.
 Dengan waktu yang sudah memasuki akhir tahun 2018, ditambah tahun 2019 perpolitikkan Indonesia akan sangat disibukkan dengan pilpres 2019, cukup sulit rasanya untuk mempercayai janji manis tersebut.
Mari kita lihat dan kawal tahun depan, bagaimana perjalanan panjang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini akan berakhir.
Referensi
Badan Pusat Statistik dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. (2007). Fenomena Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Jakarta.
HAKIM, A. N. (18, 11 19). Respons Kasus Baiq Nuril, DPR Akan Kebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Retrieved 12 24, 18, from Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2018/11/19/12242611/respons-kasus-baiq-nuril-dpr-akan-kebut-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual
HALIM, D. (2018, 11 21). Komnas Perempuan: Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Sesual Lamban Sekali. Retrieved 12 24, 2018, from Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2018/11/21/09230111/komnas-perempuan-pembahasan-ruu-penghapusan-kekerasan-sesual-lamban-sekali
KOMNAS PEREMPUAN. (2018). TERGERUSNYA RUANG AMAN PEREMPUAN DALAM PUSARAN POLITIK POPULISME. Jakarta: KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H