Karya tulisan ini selain sebagai tulisan ilmiah yang sengaja dibuat untuk menjadi sumber bacaan bagi semua orang, juga merupakan bagian dari tugas Ujian Akhir Semester penulis sendiri, yang bernama Anggita Candra Adnaneswari dalam mata kuliah Komunikasi Antar Budaya di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam tulisan ini penulis akan berusaha membahahas mengenai suatu budaya besar yang terkenal di seluruh penjuru dunia yaitu mengenai budaya halloween. Semua orang tentu pernah mendengarnya dan mengetahuinya meski belum secara dalam.
Awal Mula Budaya Halloween di Negara Barat dan Penyebarannya
Apa itu halloween? Apakah Halloween merupakan suatu budaya? Bagaimana Halloween dapat dikatakan sebagai suatu budaya? Kata 'Halloween' yang tidak asing lagi di telinga kita dan sudah biasa kita artikan sebagai sebuah acara atau perayaan pesta bertemakan hantu di malam hari sehingga sengaja memunculkan kesan horror yang diadakan satu tahun sekali. Definisi Halloween yang berasal dari pikiran dan pengetahuan kita tersebut tentu sudah benar dan tidak salah. Bahwa Halloween memang sebuah pesta yang bertemakan kesan horror di dalamnya. Namun, apakah teman-teman tahu apa tujuan dari budaya Halloween tersebut?
Sejarah Halloween yang merupakan identik dengan budaya Barat, yang pasti banyak orang mengira berasal dari Amerika tetapi pada nyatanya berasal dari cerita rakyat dan tradisi bangsa Celtic. Sebuah bangsa yang terdapat di Kawasan Eropa Utara yakni dari kumpulan negara bagian, antara lain Britania Raya, Irlandia, Skotlandia, Walles dan Cornwall. Asal mula budaya Halloween berasal dari negara-negara tersebut. Pada awalnya bukanlah dikenal dengan sebutan 'Halloween' tetapi diyakini dikenal sebagai festival Samhain pada bangsa Celtic kuno lalu ada juga yang mengenalnya sebagai perayaan malam All Hallows, yang kemudian mengalami perubahan penyebutan hingga akhirnya disebut sebagai perayaan malam Halloween.
Perayaan Halloween yang dipercaya berasal dari festival Samhain bangsa Celtic kuno dan perayaan malam All Hallows. Festival Samhain sendiri mmerupakan sebuah perayaan atau upacara yang menandai transisi dari musim gugur ke musim dingin yang dipercaya bagi bangsa Celtic bahwa dalam peralihan musim tersebut, alam nyata dimana kita manusia yang masih hidup menjadi kabur batasannya dengan alam roh atau alam para hantu. Mereka percaya hal itu dapat terjadi dalam kurun sementara waktu yakni hanya pada malam tahun baru yakni 31 Oktober hingga 1 November keeseokannya. Malam tersebut merupakan malam tahun baru bagi bangsa Celtic. Sedangkan perayaan malam All Hallows merupakan perayaan berkumpulnya orang-orang untuk membuat api unggun besar dengan membakar persembahan hewan ternak dan tanaman yang mereka miliki, sambil memakai kostum menyeramkan dari kepala dan kulit binatang dengan bermaksud untuk mengusir roh jahat dan hantu.
Waktu demi waktu berlalu, bangsa Eropa yang di dalamnya terdapat bangsa Celtic tersebut, melakukan migrasi atau perpindahan tempat tinggal besar-besaran ke wilayah Amerika yang mana pada saat itu Amerika masih banyak wilayah tanahnya yang kosong atau belum dihuni, mengingat bahwa penduduk asli Amerika ialah suku Indian bukan bangsa Eropa. Dikarenakan proses migrasi tersebut, maka tradisi festival Samhain dan All Hallows mereka yang tetap mereka lakukan, menjadi menyebar di wilayah Amerika. Alhasil, festival hantu tersebut menjadi dikenal di seluruh wilayah Amerika hingga lama-kelamaan dikenal dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Proses interaksi secara langsung antara bangsa Eropa dengan penduduk asli Amerika tersebut merupakan termasuk bagian dari definisi komunikasi antar budaya yang dicetuskan menurut Young Yun Kim tahun 1984 yaitu sebuah fenomena komunikasi dimana partisipan yang berbeda latar belakang budaya melakukan kontak secara langsung satu sama lain. Proses imigrasi yang melahirkan akulturasi (percampuran budaya) imigran (orang Eropa) dan penyesuaian pendatang dari pihak yang didatangi (orang Amerika asli) merupakan termasuk salah satu bentuk dimensi komunikasi antar budaya. Proses interaksi antara orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika tersebut merupakan bentuk komunikasi antar budaya transracial communication yang dicetuskan oleh Arthur Smith pada tahun 1971 yakni peristiwa yang terjadi pada orang-orang dari latar belakang etnik atau ras yang berbeda dalam suatu situasi interaksi verbal.
Lalu bagaimana dengan proses komunikasinya yang menyebabkan tersebarnya dan terciptanya budaya Halloween di tanah Amerika setelah kedatangan bangsa Eropa? Di dalam budaya Halloween terdapat tradisi yang bernama trick or treat. Tradisi trick or treat ini merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang Eropa setelah tinggal dan menetap di tanah Amerika. Aktivitas tersebut berupa pemakaian kostum serta dandanan (dandanan yang merupakan kebiasaan orang Eropa) oleh orang-orang Eropa lalu bepergian dari pintu ke pintu, baik itu tetangga mereka sendiri maupun bukan untuk meminta makanan, uang atau permen yang dapat ditukar oleh kidung lagu rohani dan doa puji-pujian. Aktivitas tersebut biasanya hanya dilakukan oleh orang dewasa dan anak-anak Eropa yang tergolong miskin. Biasanya ketika mereka meminta-minta, mereka terkadang menyelingkan teriaka "trick or treat". Maka, dari aktivitas trick or treat ini merupakan awal mula kunci tersebarnya budaya Halloween di Amerika.
Tak hanya trick or treat, terdapat tradisi lain yang sudah disebutkan di atas yakni pemakaian kostum topeng dan labu lentera Jack O'Lantern. Awalnya, tujuan pemakaian kostum dan topeng tersebut untuk menyembunyikan kehadiran seseorang di festival pagan (tradisi Eropa) untuk mengubah kepribadian diri seseorang sehingga sulit dikenali dan supaya bisa berkomunikasi dengan dunia roh, seperti pemasukan arwah ke dalam diri seseorang untuk berkomunikasi secara sementara dengan arwah-arwah tersebut. Pada tradisi labu lentera Jack O'Lantern, orang-orang Eropa membuat ukiran wajah yang menyeramkan pada labu tersebut sambil dimasukkan lentera di dalamnya untuk selanjutnya ditempatkan di dekat pintu dan jendela rumah mereka untuk menakuti roh jahat.
Segala tradisi dalam perayaan Halloween ini merupakan bentuk nyata dari hakikat komunikasi antar budaya, karena menurut Kim pada tahun 1979 yang menyebutkan bahwa kumpulan pola-pola kehidupan yang dipelajari oleh sekelompok manusia tertentu dari generasi-generasi sebelumnya dan akan diteruskan ke generasi mendatang, dapat disebut sebagai kebudayaan yang tertanam dalam diri individu sebagai pola-pola persepsi yang diakui orang-orang dalam masyarakat. Â Kemudian, kepercayaan atau keyakinan orang Eropa dalam melakukan tradisi pemakaian kostum topeng dan pemasangan labu lentera Jack O'Lantern merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan. Karena keyakinan yang berasal dari perkiraan secara subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa ada hubungannya dengan objek, peristiwa, nilai, konsep atau suatu atribut tertentu. Mereka percaya dengan memakai kostum dan dandanan seram tertentu akan memberikan peluang untuk berkomunikasi dengan para arwah. Mereka juga yakin dengan memasang labu lentera Jack O'Lantern di depan pintu dan jendela rumah mereka akan dapat mengusir roh-roh jahat yang ingin masuk ke dalam rumah mereka. Lalu, pada pemakaian kostum dan dandanan pada orang-orang Eropa juga termasuk ke dalam unsur kebudayaan dari segi kebiasaan memakai pakaian dan memperhatikan penampilan.
Keyakinan mereka membuahkan sikap yang merupakan unsur budaya lainnya. Terdapat tiga komponen dari sikap yaitu komponen kognitif, afektif dan intensitas. Komponen kognitif atau keyakinan, bisa kita lihat dari kepercayaan mereka terhadap tradisi Halloween yang mereka ciptakan untuk dapat terhubung dengan alam roh yang tidak Nampak atau goib. Komponen afektif atau evaluasi serta tindakan, terwujudkan dengan segala tradisi dan tindakan yang mereka ciptakan, mulai dari tradisi kostum topeng hingga pemasangan labu lentera Jack O'Lantern. Lalu, pada komponen intensitas atau harapan, mereka berharap dengan mereka membuat dan mengadakan perayaan Halloween tersebut dapat terhubung dengan alam roh dan para arwah, dapat mengusir roh-roh yang jahat, hingga berharap untuk dapat berkomunikasi dengan para arwah.Â
Kemudian, tradisi trick or treat dalam perayaan Halloween ini ialah bentuk hubungan antara komunikasi dan budaya yang tidak bisa dipisahkan. Budaya hanya akan berkembang melalui bantuan komunikasi, yang dicetuskan oleh Edward T. Hall. Sebagaimana aktivitas meminta makanan dari pint uke pintu yang dilakukan dengan berkomunikasi satu sama lain, yang pada akhirnya dari komunikasi tersebut menghasilkan sebuah budaya sampai dengan saat ini, yakni budaya Halloween bagi orang Barat dan umat kristiani.
Skala perbedaan budaya dna sub budaya yang juga merupakan unsur kebudayaan terlihat jelas disini. Jarak perbedaan antara bangsa Eropa dan Amerika tidak berbeda jauh. Di mulai dari segi bahasa yang digunakan, sama-sama menggunakan bahasa Inggris, budaya cara berbicaranya juga sama yakni budaya tata bahasa rendah, artinya lebih mengedepankan makna secara eksplisit, ekspresif dan terbuka, hingga kepada budaya-budaya fisiknya yakni jenis music, mode busana dan lainnya. Sedikitnya jarak perbedaan dan banyaknya persamaan menjadikan budaya Halloween yang berasal dari Eropa mudah diterima oleh orang-orang Amerika.
Budaya Negara Barat Halloween yang Berdampak Pada Terjadinya Sebuah Tragedi di Negara Asia, Korea Selatan
Sebagaimana yang kita tahu bahwa pada penghujung tahun 2022 lalu yakni tepatnya di tanggal 29 Oktober 2022 telah terjadi peristiwa memilukan yang sangat mengundang simpati yaitu tragedi Itaewon di malam perayaan Halloween. Peristiwa tersebut amat sangat mengundang simpati semua orang di penjuru belahan dunia. Bagaimana tidak, perayaan budaya yang diharapkan berjalan dengan menyenangkan, tetapi malah terjadi sebaliknya.
Namun, pada tulisan kali ini kita tidak akan membahas mengenai runtutan peristiwa tersebut dan persoalan mengenai penyebabnya, akan tetapi bagaimana budaya Halloween yang berasal dari Barat dapat seterkenal itu hingga memberi dampak besar berupa tragedi yang tidak diharapkan tersebut?
Sebut saja pesta perayaan Halloween. Sebuah pesta yang selalu dirayakan hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk Korea. Meski tidak semua negara merayakannya, dapat dipastikan semua negara mengetahui tentang perayaan Halloween yang diadakan satu tahun sekali tersebut. Walau hanya dalam batas sekedar tahu mengenai perayaan halloween ini, hal itu berarti sudah bisa memberikan bentuk nyata bahwa komunikasi antar budaya dalam perayaan Halloween ini telah sukses terjadi sebagai suatu fenomena sosial.
Fenomena sosial yang dimaksud disini yakni berupa masyarakat hingga warga dunia yang bersifat mobile and dynamic yang berdasarkan pernyataan Meletzke pada tahun 1978. Telah terjadi mobilitas dalam kehidupan dan menghasilkan warga dunia yang dinamis, artinya selalu bergerak. Dalam konteks ini dapat kita artikan sebagai warga dunia yang mau menerima kebudayaan dari negara lain yakni rakyat Korea Selatan dan para turis asing yang berasal dari berbagai negara bersedia menerima dan mengikuti perayaan budaya Halloween ini, meski berasal dari Barat bukan berasal dari negara mereka sendiri.
Sikap mau menerima dan mengikuti perayaan budaya asing berarti menandakan bahwa mereka memiliki sikap yang positif, baik hati dan tidak apatis. Tak hanya itu, menurut teori Litvin tahun 1977 yang kurang lebih menyatakan bahwa mereka juga berarti memiliki kesadaran pribadi bahwa keadaan dunia yang memaksa kita menjadi seseorang yang secara sosial dan secara psikologis untuk ikut serta pada produk pertemuan dan percampuran macam-macam kebudayaan, yang dalam hal ini ialah budaya Halloween itu sendiri.
Bentuk penyaluran komunikasi antar budaya dalam penyebaran budaya perayaan Halloween ke berbagai negara di dunia, yang salah satunya ialah Korea Selatan ini adalah dengan melalui interaksi dan komunikasi interpersonal atau person to person. Di mulai dari awal mula muncul di Amerika hingga menyebar ke berbagai negara di dunia. Sebagaimana yang kita tahu bahwa pengaruh budaya yang berasal dari Amerika hampir selalu berhasil diikuti oleh banyak negara di dunia. Hal tersebut sesuai dengan teori Ruben pada tahun 1984 yang menyatakan bahwa untuk mengetahui hubungan antara komunikasi dan budaya, dapat ditinjau dari sudut perkembangan masyarakat dan kebudayaan itu sendiri, serta yang uatama ialah peranan komunikasi dalam perkembangannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa budaya Halloween ini dapat dikenal oleh hampir semua negara-negara di dunia karena berkat pengaruh penyebarannya melalui komunikasi dan interaksi para warga dunia satu sama lain. Mulanya hanya sebuah budaya dari Eropa Utara yang kemudian diterima oleh orang-orang Amerika, hingga dikenal dan diterima oleh hampir sebagian negara di dunia. Dengan begitu, dapat dipastikan begitu besarnya efek atau pengaruh pada sebuah aktivitas yang dinamakan 'komunikasi' terhadap berbagai macam budaya dalam kehidupan di dunia ini.
Solusi dari penulis mengenai problematika ini ialah bahwa meskipun kita dituntut untuk tidak menjadi apatis dalam bertoleransi antar budaya, memiliki sikap yang baik dengan mudah menerima budaya orang lain, kita tetap wajib untuk bersikap waspada dan hati-hati dalam segala hal dan dimanapun berada. Mengingat, tidak semua hal yang berkaitan pada suatu budaya itu merupakan hal yang baik. Kita harus pandai-pandai dalam memilah mana budaya yang baik dan positif untuk kita dan mana yang kurang positif, bahkan yang tidak positif sama sekali. Semua itu demi diri kita sendiri. Karena siapa lagi yang akan memulai suatu kebaikan untuk dirinya kalau bukan dari dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H