Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah bisnis yang dilakukan harus sesuai dengan syariat jual beli dalam Islam. Maksudnya ialah barang yang diperjualbelikan bukan barang-barang yang haram dan harus barang yang halalan toyyiban.
Meskipun hukum jasa titip atau jastip ini diperbolehkan dalam Islam, jika ada biaya tambahan dalam harga barang tersebut, sebaiknya biaya tambahan yang dibebankan kepada pembeli tersebut harus diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelum terjadinya transaksi.
Contoh ilustrasi kejadian :
Seorang mahasiswi bernama Anggita memiliki usaha jasa titip, dimana ia menawarkan layanan jasanya pada instagram miliknya. Barang yang ditawarkan oleh Anggita adalah baju thrifting.
Lalu terdapat calon pembeli bernama Aditya yang ingin memakai jasa layanan yang ditawarkan oleh Anggita.
Aditya berniat untuk menanyakan barang yang ia inginkan kepada Anggita, dan Anggita menjelaskan semua informasi terkait barang yang diinginkan oleh Aditya, mulai dari jenis barang, spesifikasi barang, hingga biaya tambahan yang dibebankan.
"Mas Aditya, untuk harga barangnya akan dikenakan biaya tambahan sebesar Rp.15.000, apakah bersedia dengan harga yang ditentukan?" Ucap Anggita.
Lalu Aditya menjawab "Baik, saya setuju dan sepakat atas harga yang ditentukan".
Apabila kedua belah pihak sudah sepakat atas harga barang tersebut, maka hukum jasa titip tersebut halal dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Jika biaya tambahan yang dibebankan kepada customer tidak disepakati dan tidak diberitahukan oleh pelaku usaha, maka hukum jasa titip tersebut tidak diperbolehkan dan merupakan riba.
Menurut pendapat saya, usaha jasa titip ini merupakan usaha yang diperbolehkan dalam Islam, hal ini didukung oleh Fatwa DSN-MUI yang menjelaskan tentang akad Wakallah bil Ujrah. Dimana akad ini merupakan akad yang berisi kesepakatan dimana pihak pertama menyerahkan kepada pihak kedua untuk mewakili pihak pertama dalam perbelanjaan harta pihak pertama.Â