Bolehkah laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan dan sebaliknya?
Tak sedikit orang yang sering menyatakan hal tersebut salah. Laki-laki itu harus kerja keras, tegar, bisa lakukan segalanya!. Perempuan itu harus lemah lembut, tidak boleh bertukar peran dengan laki-laki!. Semua harus sesuai dengan sifat jenis kelaminnya!
Bukankah perempuan juga bisa melakukan apa yang dilakukan lelaki?
Apa semua harus sesuai sifat dari gender yang dimiliki?
Identitas gender adalah konsep seseorang tentang dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Peran gender mencakup perilaku dan sikap yang dianggap sesuai untuk laki-laki atau perempuan yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan karena ia lahir sebagai seorang lelaki atau seorang perempuan. Dalam pandangan sosial dan budaya, gender juga menyangkut perbedaan psiokologis, sosial dan budaya antara laiki-laki dan perempuan.
Banyak orang mengaitkan antara gender dengan jenis kelamin. Padahal, konsep gender dan sex sendiri berbeda. Sex atau alat kelamin menyinggung kodrat yang diterima oleh manusia sebagai anugerah dari sang pencipta. Sedangkan gender, menyinggung penilaian yang berkaitan dengan peran seseorang dalam kehidupan sehari-harinya termasuk bagaiman ia bertingkah laku, bagaimana ia harus menempatkan diri masing-masing dalam suatu titik tertentu pada kehidupannya. Jika membahas gender, maka kita juga akan membahas status, peran, dan bagaimana suatu masyarakat memandang dan menggolongkan perbedaan status yang dimiliki setiap laki-laki atau perempuan.
Dalam buku "Feminism and History" yang membahas apa itu gender yang sesungguhnya. Gender dalam kamus bahasa inggris diartikan sebagai klasifikasi benda atau kata ganti benda sebagai maskulin atau feminim yang menyangkut klasifikasi seksual, dan gender. Gender adalah konstruksi sosial, bukan bersifat biologis. Gender mengacu pada perbedaan anatara perempuan dan laki-laki yang terbentuk karena lingkungan sosial. Karena sering dilakukan di masyarakat, maka tak jarang masyarakat sekitar juga menganggap sesuatunya sebagai sesuatu yang wajib ada pada diri seorang laki-laki atau perempuan. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, anak laki-laki adalah sosok yang tegas, tegar dan kuat yang di asumsikan tidak boleh melakukan hal-hal yang harusnya dilakukan perempuan seperti pekerjaan rumah. Begitu pula sebaliknya, perempuan adalah sosok yang lemah lembut, keibuan yang dianggap tidak cocok sebagai tulang punggung keluarga atau mencari nafkah juga. Bahkan, banyak masyarakat yang mengatakan "anak perempuan ngapain sekolah tinggi-tinggi, toh nanti kerjaannya di rumah". Padahal, apa salah nya kalau sifat-sifat yang melekat di laki-laki juga dilekatkan pada perempuan. Tidak ada salahnya bukan jika sifat itu dipertukarbalikkan?. Perbedaan gender sebenarnya bukanlah suatu masalah besar selagi tidak menimbulkan ketidakadilan gender.
Sedangkan jenis kelamin adalah perbedaan yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang merupakan anugerah dari sang pencipta yang tidak dapat diubah secara permanen. Misalnya, laki-laki adalah individu yang memiliki jakun, dada bidang, bersuara berat, dan memiliki perbedaan pada alat kelamin. Sedangkan perempuan adalah mereka yang tidak memiliki jakun, memiliki suara yang lebih lembut, memiliki buah dada, rahim, perbedaan pada alat vital, dll. Beberapa perbedaan tadi merupakan hal yang melekat pada setiap perbedaan jenis kelamin yang tidak dapat diubah dan ditukarkan dengan fungsi organ aslinya. Maksudnya, seperti di zaman canggih ini, banyak orang yang merubah alat kelaminnya. Namun, hal tersebut tidak akan dapat merubah fungsi organ aslinya.
Saat ini, tidak sedikit kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak di bawah umur. Seperti yang beredar akhir-akhir ini, mahasiswa asal tapanuli ditangkap polisi karena melakukan pelecehan seksual terhadap bocah usia 8 tahun. pelaku mengaku bahwa ia mengajak korban untuk pulang bersamanya. Saat di tengah jalan, pelaku mengajak korban ke kamar mandi, awalnya korban tidak mau, namun karena dicubit dan ditarik akhirnya korban menurut dan sesampainya di kamar mandi pelaku menunjukkan alat vitalnya ke anak tersebut. dalam kasus ini, pelaku terancam penjara maksimal 15 tahun.
Sebagai orang dewasa, terutama orang tua, kita harus lebih berhati-hati terhadap kasus-kasus pelecehan seperti itu.pelecehan seksual sangat berdampak buruk bagi anak terutama. Anak akan mengalami gangguan pasca trauma, stress, mudah gelisah, dan trauma psikologis dalam jangka panjang. Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir dan menhindari hal tersebut terjadi pada anak, diantaranya:
- Pantau penggunaan gadjet dan lingkungan sekitar anak
- Beri edukasi sesuai umur
- 18 bulan -- 2 tahun, mengenalkan nama anggota tubuh pada anak
- 3-5 tahun, memberitahu mana bagian tubuh yang bersifat pribadi dan tidak boleh diperlihatkan di umum.
- 6-8 tahun, memberi pemahaman pada anak bedanya sentuhan biasa dengan sentuhan yang berpotensi pada hal-hal negatif.
- 9-12 tahun, menyampaikan pendidikan seksual secara terbuka namun tidak vulgar, melainkan yang sesuai dengan tingkat pemahamannya.
- Membuka komunikasi yang baik dan selalu terbuka dengan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H