Pernahkah kalian menjumpai anak yang marah saat barang yang sedang ia mainkan kita ambil?
Saya mengalami hal itu berulang kali terutama pada adik saya yang masih duduk di kelas 1 SD. Kemajuan pesat dalam bidang teknologi di era globalisasi  memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia saat ini. selain pengaruh positif, kemajuan bidang teknologi juga banyak menimbulkan hal-hal negatif terutama pada anak-anak yang masih di bawah umur. Salah satunya yaitu pengaruh Handphone. Pengaruh positif handphone pada anak sebenarnya banyak seperti mempermudah anak dalam belajar dan mengulang pelajaran di luar jam sekolah, dan masih banyak hal-hal positif lainnya. Namun di sisi lain, handphone juga membuat anak candu dan males melakukan kegiatan lain. Hal ini saya amati pada adik saya sendiri, bisa dikatakan bahwa dalam sehari penuh mustahil baginya tidak memegang handphone. Sebagai orang yang paham akan pengaruh negatif handphone terhadap anak seusia dia, saya sering mengambil dan meminta handphone yang ia mainkan. Namun, saat hal itu saya lakukan, adik saya selalu marah dan bahkan bisa sampai menendang-nendang barang disekitarnya. Nah, apasih keterkaitannya dengan emosional anak?
      Umumnya, anak candu memegang handphone karena permainan atau game menarik bagi mereka. Pada usia sekolah dasar, anak memasuki perkembangan pesat terutama tahap semangat dalam mengeksplor lingkungan disekitarnya, dan cenderung senang dengan hal baru yang membuat anak penasaran. Akan tetapi, penggunaan handphone dalam waktu yang lama pada anak juga dapat mempengaruhi perkembangan emosional mereka yang nantinya juga akan berpengaruh terahdap perilaku mereka sehari-hari. Sebenarnya ada banyak konsep dasar emosi pada manusia. Namun, kali ini saya akan membahas 2 basic emotion yaitu anger dan fear.
Anger
      Anger, kemarahan atau amarah merupakan salah satu emosi dasar. Secara universal, amarah atau kemarahan sangat mudah dikenali terutama jika dilihat dari raut wajah, bahasa tubuh, perilaku yang agresif, nada suara yang meninggi dll. Kemarahan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap kondisi tekanan tubuh yang dilakukan untuk melindungi diri sendiri dari serangan pemangsa. Kemarahan dapat menjadi emosi yang sangat kuat, dapat ditandai dengan adanya rasa permusuhan, frustasi, antagonisme terhadap orang sekitarnya.Â
      Seorang ahli filsafat, Aristoteles mengatakan "siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik itu tidaklah mudah". Amarah yang berlebihan jika diungkapkan dengan cara yang tidak realistis, berbahaya dan merugikan orang lain akan menimbulkan masalah baru nantinya. Biasanya, amarah berlebihan dan terkendali ini juga dapat berubah menjadi suatu kekerasan yang tidak terduga. Amarah juga dapat timbul karena adanya kekesalan, kebencian, jengkel, permusuhan dan sebagainya. Emosi dapat kita lihat langsung melalui ciri-ciri yang terjadi seperti:
- Adanya perubahan dalam raut wajah (cemberut atau pandangan yang menajam).
- Nada suara dan perkataan yang kasar dan lantang (seperti ingin mencari pertengkaran).
- Fisik yang kaku atau bahasa tubuh menjadi tegas.
- Timbul peilaku agresif (melempar barang, memukul, menendang-nendang).
      Penelitian yang dikutip All Around Parenting menjelaskan bahwa anak-anak mulai mempelajari keterampilan emosional untuk mengidentifikasi, mengekspresikan, dan mengelola perasaan mereka sejak mereka lahir. Dalam dunia anak, amarah sering diasumsikan sebagai hal yang negatif. Padahal, amarah adalah emosi yang normal pada setiap manusia. Hanya saja, pada anak-anak mereka masih belum paham cara mengelola dan mengatasi perbedaan emosi yang mereka rasakan. Para orang tua atau pengasuh dapat mengajarkan anger management pada anak. anger management sangat membantu membangun kesadaran anak dalam mengenali amarah mereka dan memiliki kontrol yang lebih besar terhadap apa yang mereka lakukan. Anger management juga dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan kemajuan yang pesat pada diri anak.
     Meluapkan atau mengutarakan amarah juga memiliki manfaat loh. Karena Emosi yang diluapkan tidak selalu bernilai negatif. Beberapa manfaat melupakan emosi amarah yaitu membuat pikiran kita lebih tajam dalam berpikir dalam jangka panjang karena otak telah tenang setelah mengeluarkan emosi, mengenali diri sendiri sebab biasanya saat marah kita banyak mengeluarkan banyak hal yang sebelumnya sangat enggan atau tidak pernah terpikirkan untuk diluapkan, lebih bahagia ( karena hormon bahagia timbul ketika pikiran telah tenang setelah mengeluarkan emosi), menghindari penyakit (amarah yang ditahan biasanya menimbulkan rasa sakit di bagian kepala, bahkan selain sakit kepala, menahan emosi juga dapat menimbulkan masalah pada pencernaan).
Fear
     Fear atau rasa takut adalah salah satu emosi yang memiliki keterkaitan dengan respons perlawanan atau menghindar karena ketakutan yang menunjukkan sebuah ancaman atau rasa trauma terhadap suatu keadaan dan peristiwa. Takut merupakan reaksi yang normal terhadap ancaman nyata. Saat anak mengalami hal tersebut, hal pertama yang akan mereka lakukan adalah mencari perlindungan dan keamanan pada orang sekitarnya. Jersild dan Holmes dalam penelitiannya menemukan bahwa peningkatan ketakutan terkait usia berkaitan dengan kesadaran diri termasuk  kegagalan, ejekan, ketdakmampuan, situasi sosial.Â
     Beberapa penelitian telah dilakukan. Jersild dan Mai key, melakukan penelitian berbasis wawancara paling awal dari ketakutan normatif anak-anak. dalam hal ini, subjek yang terlibat berusia 5-12 tahun. selama wawancara berlangsung, anak-anak yang lebih muda lebih banyak melaporkan ketakutan terhadap hewan, anak laki-laki lebih banyak melaporkan ketakutan yang berkaitan dengan cidera tubuh. Sedangkan anak perempuan, mereka lebih banyak melaporkan ketakutan yang berkaitan dengan kesunyian, kegelapan, pemandangan dan suara-suara aneh. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan menunjukkan lebih banyak rasa takut daripada anak laki-laki. Saat anak merasa ketakutan, kita dapat melihat dan mengamati hal tersebut berdasarkan ciri-ciri yang terjadi, seperti:
- Penegangan pada otot-otot
- Detak jantung yang meningkat (lebih kencang/ tidak normal)
- Pikiran yang tidak tenang (anak akan merasa sangat terancam)
- Persiapan diri dalam melakukan perlawanan (berlari)
     Sedangkan dari raut wajah, kita juga dapat mengamati secara jelas bahwa anak tersebut sedang merasakan ketakutan dan membutuhkan pertolongan. Perbedaan dari raut wajah diantaranya:
- Mata yang melotot atau pandangan yang kosong
- Wajah terlihat kaku dan menegang
Pernahkah kalian mengamati hal tersebut pada anak-anak?
     Sebagai orang dewasa khususnya para orang tua, banyak cara yang dapat kita lakukan sebagai salah satu cara untuk mengatasi rasa takut yang dialami anak. seperti:
- Meyakinkan bahwa semua baik-baik saja
- Menunjukkan rasa sayang pada anak.
- Mendengarkan anak meluapkan semuanya melalui cerita.
- Memeberi aktivitas mengasyikkan pada anak (salah satu cara agar anak lupa rasa takutnya).
- Membangun rasa percaya diri pada anak.
- Mengajak anak melakukan konseling.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H