Dentuman bom tidak berhenti meletus dan meluluhlantakan gedung-gedung di Gaza. Asap hitam membumbung bergulung-gulung. Itu adalah satu pemandangan yang terlihat saat reporter BBC Arabic meliput konflik di salah satu wilayah di Gaza, Palestina.
Serangan udara dari roket-roket Israel memang begitu brutal. Â Serangan itu bukan saja merobahkan bangunan, namun juga telah merampas nyawa warga sipil. Di antaranya bahkan anak-anak.
Seorang petugas sebuah rumah sakit di Palestina bersaksi betapa organ-organ tubuh korban rata-rata hancur berkeping-keping. Belum lagi korban terluka yang harus menanggung cacat seumur hidup.
Bagi penduduk Gaza, kengerian bagaikan udara yang harus mereka hirup setiap saat. Bahkan saat momen lebaran, yang mestinya dirayakan dengan suka cita bagi umat muslim, justru menjadi ladang teror.
Tak seperti kita di Indonesia atau di banyak negara mayoritas muslim lain yang bisa menjalankan puasa dengan tenang, serta menjadikan lebaran sebagai momen bahagia untuk mengunjungi sanak famili, berkumpul, dan saling senda gurau. Mereka yang ada di Gaza, justru harus bersembunyi saat lebaran.
Siapapun pasti akan tersentuh hatinya melihat nasib yang dialami warga Palestina. Sebab jelas itu adalah persoalan kemanusiaaan, bukan hanya isu golongan semata. Terampasnya hak-hak warga untuk beribadah adalah kekejaman yang tiada terkira.
Karena itulah, saya ikut merinding ketika seorang pemimpin yang saat ini tengah bersinar, Ganjar Pranowo, tiba-tiba bersuara lantang agar tim sepakbola Israel tidak main pada Piala Dunia U-20 yang akan digelar di Indonesia.
Ingin sekali saya mendatangi Ganjar untuk ikut berteriak memberi dukungan. Namun karena jarak dan ketidakmungkinan lainnya, saya memilih menuliskan catatan kecil ini.
Olahraga memang berbeda dengan politik. Tapi urusan kemanusiaan, berdiri di atas apapun. Dan itulah yang saya lihat pada sikap Ganjar.
Apalagi kekerasan di Palestina sampai sekarang masih terus meningkat. Selain itu muncul gerakan-gerakan politik dalam pemerintahan Israel yang menolak kemerdekaan Palestina. Sangat tepat jika Ganjar bereaksi keras.
Sebagai kader PDIP, tentu Ganjar memegang teguh amanat Bung Karno untuk selalu mendukung kemerdekaan Palestina yang terus disuarakan bapak pendiri bangsa ini.
Seruan itu dilakukan Bung Karno baik dalam Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Non Blok, serta Conference of the New Emerging Forces atau gagasan besar Bung Karno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang.
Selama ini, pemerintah Indonesia juga tidak pernah berhenti memberikan dukungan serta bantuan untuk Palestina. Bahkan pemerintah Indonesia sudah mendirikan rumah sakit di Gaza untuk menolong warga sipil yang menjadi korban serangan Israel.
Dengan menolak kehadiran tim Israel bertanding di Indonesia, jelas Ganjar menunjukkan perlawanannya atas kebengisan Israel pada bangsa Palestina. Sikap itu sama dengan mendorong kemerdekaan Palestina atas nama kemanusiaan.
Bukan cuma itu, Ganjar juga memberikan solusi dengan berkomunikasi bersama pihak PSSI dan beberapa menteri terkait. Agar kompetisi Piala Dunia U-20 bisa tetap berjalan, tanpa meninggalkan komitmen bapak pendiri bangsa dan amanah konsitusi dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
Dengan sikap itu, artinya Ganjar mampu mendengar suara dan harapan masyarakat Indonesia. Bahwa penderitaan saudara-saudara di Palestina, adalah penderitaan bersama, yang harus segera diakhiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H