gamelan dan irama yang riuh, tembang itu seperti menandai bangkitnya hasrat para pegiat seni tradisi di Lereng Gunung Sumbing.
Sebuah tembang mengalun dari para seniman di Desa Wonosari, Temanggung. Dengan iringanLereng Sumbing barangkali adalah ketulusan sang maha pencipta. Panorama alam yang membentang, bukit-bukit hijau, mampu membuat pikiran kembali segar setelah ditimpa rutinitas.
Sungguh sangat disayangkan, jika di kampung yang elok itu kesenian tradisi harus hilang. Itulah yang sempat dicemaskan Mardiyono, pria 55 tahun, yang sudah lama mencintai kesenian lokal.
Ia bercerita, di desanya Wonosari ada tiga jenis kesenian tradisional, yaitu wayang kulit, jatilan, dan topeng ireng. Namun perlahan-lahan aktivitasnya makin lesu karena berbagai persoalan.
Selain gempuran teknologi, salah satu penyebab lain ialah keterbatasan peralatan. Seperti misalnya gamelan yang kini sudah banyak yang rusak dan tak lengkap. Padahal, ibarat badan manusia, gamelan adalah panca indra dalam pertunjukan seni tradisi.
"Kita tidak pernah bisa beli gamelan karena harganya yang mahal," ujarnya.
Mardiyono takut jika kesenian yang diwariskan para tetua hilang tergerus waktu. Ia kawatir dan terus dihinggapi rasa berdosa jika kesenian-kesenian itu memudar dan tak dikenali lagi.
Tapi rupanya, hidup memang tak pernah kehabisan kejutan. Di tengah badai pesimis itu, tiba-tiba, Gubernur Ganjar datang memberikan bantuan seperangkat alat musik gamelan lengkap untuk warga di desa Wonosari.
Mardiyono gembira bukan main. Ia sendiri bahkan sulit menggambarkan rasa gembirany. Yang pasti, ia tak menunggu waktu lama langsung memanfaatkan gamelan itu. Gairahnya pun perlahan menulari orang-orang sekitar.
Karena itulah, tak ada cara bagi Mardiyono dan teman-temannya untuk menyampaikan rasa terima kasih selain membuat tembang untuk Ganjar Pranowo. Ya, mereka menciptakan tembang yang khusus dipersembahkan kepada gubernur mereka.
"Bersatu padu bersama Ganjar Pranowo. Gotong Royong Mbangun Seni Budaya. Tak akan menyerah hadapi marabahaya...." Â
Begitu syair di bagian awal lagu yang Mardiyono ciptakan. Dengan irama yang semarak, seolah mewakili rasa gembira mereka akan bangkitnya kembali kesenian lokal.
Mereka pun terus berlatih untuk menyelaraskan tembang tersebut agar semakin sempurna. Sebab nanti mereka ingin menampilkannya di depan Gubernur Ganjar Pranowo.
Â
Jika tak punya kesempatan bertemu gubernur, ia bakal merekam penampilannya, paling tidak agar Ganjar tetap bisa mendengar tembangnya.
Setelah adanya gamelan itu, kini tak hanya orangtua yang ikut bermain, anak-anak SD juga mulai mau diajak berlatih. Bahkan sekarang anak-anak itu tengah dipersiapkan untuk turut memeriahkan tempat wisata di desanya.
Memberi bantuan memang bukan sesuatu yang istimewa bagi pemerintah. Namun yang membuat Mardiyino dan teman-temannya tersanjung, rupanya Ganjar juga peduli dan memikirkan nasib para pegiat seni tradisi macam dirinya.
Kegembiraan Mardiyono tentu saja juga dirasakan banyak seniman lain di banyak daerah di Jawa Tengah.
Tercatat untuk di Temanggung saja, ada sekitar 80 desa yang telah menerima bantuan tersebut. Nilainya macam-macam, mulai dari Rp75 juta sampai Rp200 juta. Kesenian tradisi adalah sebuah identitas, kalau bukan kita siapa lagi yang mau menjaga--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H