Entah sudah berapa banyak pemimpin yang cuma menebar janji saat menghadapi persoalan. Seolah mulut ini terbuat dari mesin yang tinggal mencetak harapan, tanpa dibalut hati nurani untuk melunasinya.
Mesin memang tak punya hati. Janji pun jadi terkikis wibawanya, bukan lagi sesuatu yang sakral, melainkan hanya sebatas ucapan latah sehari- hari.
Namun apa yang dilakukan Ganjar Pranowo menyadarkan banyak orang. Â Kedatangannya ke Wadas rupanya tak sebatas merapikan baju kepemimpinan untuk ngadem-ngademi warga yang kontra quarry, lalu melupakannya begitu saja.
Sepulang dari sana, Ganjar tak bisa tidur nyenyak. Ia terus dibayang-bayangi wajah orang-orang yang membutuhan bantuan. Ia pun tak berlama-lama langsung mengumpulkan pejabat terkait untuk membahas serta mengevaluasi tambang di Wadas Purworejo yang kini jadi polemik.
Rapat itu digelar cukup terbatas hanya bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah. Bahkan Ganjar dengan beringas mewanti-wanti agar tidak ada pejabat yang main-main dengan proyek tersebut.
Ia memberi sentilan keras agar pejabat membuang jauh-jauh pikiran buruk yang akan menyulitkan di lapangan. Entah itu bisnis, kepentingan pribadi, atau apapun. Semua muaranya hanya satu; untuk kepentingan bangsa dan negara.
Kasus Wadas adalah tentang kemanusian.
Dan apa yang dilakukan Ganjar patutlah diberi blow kiss dari jauh. Ia menjunjung tinggi hati rakyatnya yang masih menolak tambang.
Bendungan Bener adalah proyek nasional. Di sini jelas apa yang sedang dihadapi Ganjar bukan perkara sepele. Wadas menjelma jalan terjal yang sedang Ganjar lalui, apakah dia mesti sujud di pangkuan pusat, atau memilih bersama gemuruh suara masyarakat desa.
Ganjar bisa saja meneruskan pengambilan batu andesit di Wadas, karena secara hukum sah. Tidak ada masalah dan ia berada di atas angin. Tapi apakah dia lantas berbuat semena-mena seperti itu? Tidak.
Ganjar lebih memilih melewati jalan tak mulus itu. Ia sendirian mendatangi masyarakat yang kontra, meminta maaf, bahkan ia menunduk untuk mendengarkan curhatan dan keluhan warganya.
Tapi jalan terjal memang selalu menyimpan rintangan. Ada saja yang meniupkan badai kebencian, ada tangan-tangan tak terlihat, mungkin saja ada preman-preman proyek yang sedang ikut memancing di air keruh.
Itulah rintangan yang sedang dihadapi Ganjar. Namun ia tetap berjalan tegak, ia tak tergelincir ke dalam jurang curam. Justru satu persatu persoalan itu ia urai dan selesaikan. Kini semua terlihat jelas. Tempaan yang sedang dialaminya malah makin menunjukkan sikap dan kematangannya dalam memimpin.
Wadas meninggalkan banyak cerita. Setiap kisah yang hadir tak pernah sia-sia, selalu ada pelajaran yang tersembunyi. Dan diam-diam Ganjar memperlihatkannya kepada kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H