Jumat, 5 November 2010, pukul 12.04 itulah bukti lainnya yang terdapat pada jam dinding yang hingga kini menjadi saksi terjadinya erupsi merapi pada 13 tahun yang lalu. Tak hanya itu, peninggalan berupa kaset-kaset, cd, dan alat musik berupa gitar dan gamelan juga masih tertata rapih pada sebuah meja yang sudah kusam dan diselimuti oleh abu vulkanik yang menyembur di kala itu.
Pemandangan yang menyayat hati kembali terlihat ketika melihat ruang makan yang di dalamnya tersusun dengan rapih beberapa alat makan yang masih utuh, seperti cangkir, gelas, sendok, dan piring-piring yang biasa dipakai ketika makan bersama keluarga. Pakaian-pakaian yang sudah tidak berbentuk, beberapa dokumen yang sudah rusak dimakan panasnya suhu, ember-ember, juga beberapa alat perkakas pun hadir di sini.
Keluar dari museum terpajang beberapa kendaraan bekas seperti sepeda dan sepeda motor juga beberapa pelek motor dengan kondisinya yang sudah mengenaskan. Melihat semua itu, membuat kita mengidik ngeri dan membayangkan bagaimana kepedihan yang dialami para korban Gunung Merapi di tahun 2010 saat itu.
Adapun alasan dibangunnya museum ini yakni sebagai pertanda bahwa pernah terjadi kejadian yang besar di masa lampau juga sebagai pertanda bahwa masyarakat pernah hidup berdampingan dengan jarak yang sangat dekat dengan Gunung Merapi.
Dari museum ini terdapat satu pelajaran berharga yang tidak bisa kita lewatkan bahwasanya, tidak ada yang abadi di dunia ini, semua benda yang kita kumpulkan bertahun-tahun bisa hilang, rusak, maupun hancur di makan waktu. Namun kenangan yang pernah tercipta di dalamnya tidak pernah hilang di telan waktu.