Ada beberapa hal yang ingin saya lakukan bila berkunjung ke Makassar. Makan enak, itu salah satunya. Selama ini, saya hanya tahu kuliner khas Makassar lewat televisi dan media cetak. Makanan semacam Pisang Ijo, Pallubutung, Konro dan Coto, belum pernah mendarat dengan mulus di lidah. Maka, ketika kesempatan itu tiba, saya tidak melewatkannya.
The Chronicles of Pisang Ijo & Jalangkote
Menu kuliner khas Makassar yang pertama saya coba adalah Pisang Ijo. Senang sekali bisa mencicipi penganan segar ini langsung di tempat Pisang Ijo dilahirkan. Pisang Ijo pertama saya di Makassar ini beralamat di Rumah Makan Muda Mudi, Jalan Rusa No. 45 Makassar. Usai menikmati kesegarannya, saya memesan Jalangkote. Jalangkote adalah penganan semacam pastel, namun yang ini khas Makassar.
Kedua menu tadi jadi penutup hari pertama saya di Makassar. Pilihan yang tidak terlalu salah untuk menikmati buka puasa pertama saya di Bumi Para Daeng. Saya dan teman-teman masih berencana untuk menikmati pengalaman kuliner khas Makassar lainnya. Esok hari, kami akan mencari Konro Bakar. Tentu saja, sepulang dari tugas di Kantor Otoritas Bandar Udara, dekat Bandara Sultan Hasanuddin sana.
Konro Bakar Karebosi
Senja masih lama turun. Terik matahari menemani sore yang panas pertanda kemarau. Usai menyimpan tas dan mengganti baju di hotel, kami segera bergegas menuju Lapangan Karebosi. Konon, dekat sana ada Rumah Makan spesial yang menyajikan konro bakar.Â
Tak jauh dari Lapangan Karebosi, pengemudi mobil yang kami sewa membawa kami menuju Rumah Makan Konro Bakar Karebosi. Kami berusaha untuk tiba lebih awal karena khawatir tidak kebagian tempat. Maklum, tempat makan ini selalu penuh menjelang waktu berbuka puasa.
Pesanan kami tiba 10 menit sebelum Adzan Maghrib. Sepuluh menit kemudian, kami sudah lahap dan menafsir pengalaman masing-masing dengan Konro Bakar ini. Daging konro ini dibakar dengan sempurna, well done. Diracik dengan bumbu tertentu yang membuatnya empuk dan memiliki cita rasa rempah yang khas, dipadu dengan bumbu kacang dan kuah. Barangkali, bila kami memakannya tepat setelah konro disajikan, tentu akan lebih mudah menaklukkan bagian lemak yang terlanjur mengeras. Overall, this is the best!
Aroma Coto Gagak
Perjalanan kami belum selesai. Kami masih ingin mencoba Coto Makassar. Sambil menunggu Konro Bakar dicerna dan memberi ruang untuk menu selanjutnya, kami pulang dulu ke hotel di Losari. Bang Azhar, pengemudi kami, merekomendasikan satu tempat makan Coto Makassar yang pernah dikunjungi Jokowi ketika kampanye tahun lalu.
Kami pun mengiyakan saja ketika ia membawa kami kesana. Aroma Coto Gagak sesuai namanya terletak di Jalan Gagak No. 27, Makassar. Banyak pilihan menu Coto yang menggugah selera. Pengunjung bisa memesan Coto daging, paru, jeroan, ataupun campur. Coto Makassar dinikmati dengan ketupat yang ukurannya tidak terlalu besar. Walaupun porsi Coto Makassar ini sama dengan Soto Kudus, saya tidak sanggup untuk menambah. Konro Bakar rupanya sudah cukup memakan ruang pencernaan saya.
Otak-Otak Ibu Elly
Sebelum pulang ke hotel, kami mampir ke tempat oleh-oleh khas Makassar yaitu Otak-Otak Ibu Elly di Jalan Kijang. Otak-Otak ini adalah menu oleh-oleh favorit dari Istri saya. Walaupun di Jakarta dapat dijumpai di Jalan Fatmawati, namun tetap saja rasanya beda, kata Istri saya.
Sebagai penutup, saya bersyukur dapat mencicipi kuliner khas Makassar seperti yang sudah saya ceritakan tadi. Lain waktu kemari, saya masih penasaran dan ingin mencicipi Mie Titi dan Sop Saudara. Semoga masih ada kesempatan.
Dharmawangsa-Medan Merdeka Barat, 15 Juli 2015.
*terbit pertama kali di blog penulis, selendangwarna.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H