Sekilas tampak bagus ketika generasi milenial kita memiliki kemauan memperluas wawasannya terhadap dunia. Tetapi dampak negatif dari semua ini adalah munculnya kekhawatiran dimana remaja Indonesia di masa depan akan lebih mengenal dan mencintai budaya asing (Korea Selatan dan Jepang) daripada budaya luhur negaranya sendiri.
3. Tentang Fanatisme PenggemarÂ
Sejatinya K-pop adalah produk kesenian dan hiburan (yang menguntungkan), begitu pula anime, manga, musik J-pop, maupun game online. Sehingga itu dapat menjadi sarana menyalurkan hobi bagi para penikmatnya (dan juga pelepas stress). Tak jarang pula ada yang kebablasan ketika mereka terlalu menyukai hobi yang dijalaninya itu.
Seorang Otaku asal Indonesia rela mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk melengkapi daftar komik di rak bukunya. Ada pula yang saking terobsesinya kepada karakter Anime sampai melakukan berbagai hal bodoh seperti menirukan perilakunya di dunia nyata.Â
Kecintaan mereka terhadap suatu karakter Anime juga diekspresikan dengan cara bercosplay dan melakukan impersonate terhadap karakter yang diperankannya. Meski bukan suatu hal yang negatif, fenomena ini masih dipandang aneh bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, bagi kebanyakan orang, fandom K-pop dikenal dengan stereotip yang melekat pada para penggemarnya. Fans Kpop dianggap selalu bersikap berlebihan, gila, histeris, obsesif, adiktif, dan konsumtif ketika mereka sangat gemar menghambur-hamburkan uang untuk membeli merchandise idola maupun mengejar mereka di beberapa konser di berbagai belahan dunia. Mereka juga secara terang-terangan menyatakan rasa cinta kepada idola mereka di Twitter, Facebook, Instagram, maupun kolom komentar Youtube.
Sesungguhnya apapun itu, jika kita bisa mengelolanya dengan baik, tentu dapat mendatangkan keuntungan bukan malah kerusakan. Pada kasus K-pop dan Otaku ini, jika kita bisa meminimalisir rasa fanatisme yang berlebih terhadap kebudayaan Korea dan Jepang, serta memfokuskan pemanfaatan budaya K-pop, Anime, Manga, Idol, atau game sebagai sarana kreatifitas, maka bukan tidak mungkin kreator seni dan pelaku bisnis Indonesia akan ikut kecipratan keuntungan dari mendunianya budaya asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H