Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu-Ibu Tangguh

5 April 2022   07:59 Diperbarui: 5 April 2022   08:08 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lagi duduk menunggu anak sekolah.

Tiba-tiba Mba Pengasuh yang duduk di depan saya melakukan Video Call dengan temannya.

Ia berkata, "batur mah ngenah weh nampuyah di imah. Duit loba, salaki aya". (Kamu enak banget diam di rumah. Punya uang, punya suami- terjemahan bebas).

Ia bicara hal tersebut sambil tertawa-tawa. Anehnya. Dia tertawa. Saya kok merasa sedih. 

Tidak semua orang punya pasangan. Ada yang menikah kemudian berpisah. Ada yang pacaran terus putus. Nyambung. Putus. Ada yang masih menikah tapi punya teman tapi mesra. Ada yang sudah menikah masih mengidamkan pasangan orang. Tidak semua rumah tangga menyenangkan. Tidak semua hubungan memberi kebahagiaan. 

Saya tak tahu apa problem Mba tersebut. Tapi nampaknya, penderitaan yang dia alami dia tertawakan semudah itu. Ia merosting dirinya sendiri. Mentertawakan statusnya tanpa pasangan.

Padahal mungkin anaknya terpisah jauh darinya. Suaminya sudah terpisah darinya. Atau bisa juga suaminya sudah meninggal. Bisa jadi suaminya brengsek dan pergi meninggalkan dia dan anaknya. Saya tak tahu. Saya hanya berimajinasi.

Saya jadi ingat seorang ibu tangguh yang membesarkan 4-5 anaknya seorang diri tanpa suami. Namanya Mpo Lepit. Saya agak lupa berapa anaknya. Dalam jangka waktu yang cukup lama ia membantu kami di rumah.

Awalnya kami tinggal di perumahan SD. Ketika saya SMP, kami mulai pindah ke rumah yang sekarang masih ditempati orangtua. Di rumah itu lah kami di bantu oleh Mpo Lepit. Dia tetangga rumah. Tinggal di belakang rumah kami. Dia membantu memasak. Sayur Asem buatannya dahsyat. Ia juga menemani adik saya, membersihkan rumah. Juga pekerjaan lainnya. Rasanya cukup lama ia membantu. Yang saya ingat, ia sangat baik hati. Orangnya sabar luar biasa. Sosok penolong. Dan suka tersenyum. Ia tak pernah banyak bicara. Mengerjakan banyak hal dengan sat-set-sat-set.

Saya tahu ia berhasil mendidik anak-anaknya menjadi sosok yang tangguh dan berbudi. Beberapa anaknya ada yang jadi kakak kelas di SD, adik kelas di SD, dan ada yang saya ajar ketika di pengajian. Dulu beberapa tahun saya pernah mengajar di salah satu mushala dan anaknya yang paling kecil pernah belajar mengaji di situ. Yang paling kecil ini saya perhatikan cerdas sekali. 

Mpo Lepit setahu saya tidak mengenyam pendidikan formal. Ia pun tidak memiliki kekayaan harta, ini setahu saya. Tapi yang saya salut anak-anaknya memiliki pendidikan yang baik dan sekarang pekerjaan yang baik. Yang saya tahu anaknya pintar-pintar dan baik-baik. Yang paling saya tahu tentu anak terakhir. Karena dia mengaji bersama saya. Dan hampir semua anaknya adalah murid ibu saya di SD. Jadi saya tahu kemampuan akademik mereka. Tahu betapa sopan dan baik hatinya mereka. Mereka para pendiam, yang kalau tidak diajak bicara, tidak akan bicara. 

Sayangnya dulu, akses informasi untuk masuk perguruan tinggi masih minim. Mereka, setahu saya memilih ke SMK dan SMA dan setelah itu bekerja. Beruntung mereka mendapatkan pekerjaan yang baik. Dan menjadi sosok-sosok yang mandiri. 

Anak-anak Mpo Lepit setahu saya juga tidak kebanyakan tingkah. Mereka hidup rukun bersama-bersama. Bahkan hingga kini. Mpo Lepit sendiri sudah cukup lama berpulang. Tapi anak-anaknya berhasil menjadi sosok yang baik hati. Demikian dengan cucu-cucunya.

Saya tak tahu apa tirakat Mpo Lepit hingga berhasil mendidik anak-anak yang luar biasa. Anak-anak yang tidak menyusahkan ibunya. Meskipun saya yakin Mpo Lepit pasti memiliki keterbatasan mendidik anak-anaknya. Sudah pasti tidak ada bekal parenting ala kekinian. Tapi yang jelas ia sangat sukses memerankan diri sebagai orangtua yang berhasil.

Tentu ada banyak orang seperti Mpo Lepit. Di tengah ragam keterbatasan yang dimiliki, mereka berhasil mendidik anak-anaknya. Ada yang harus berpisah dengan anak karena harus menjadi pekerja migran, asisten rumah tangga, pedagang keliling. Ada buruh yang bekerja pagi hingga malam atau malam hingga pagi. Mereka tentu tidak punya kemewahan pilihan untuk membacakan buku atau mendongeng sebelum tidur. Atau memberi motivasi berbuih. Atau memberi kesempatan anak untuk les ragam mata pelajaran, seni, olahraga yang mendukung anak-anak mendulang sukses di masa depan. Mereka terus berjuang. Bisa jadi kesulitan-kesulitannya tidak pernah ditampakan, diceritakan kepada orang lain. 

Pada mereka, para orangtua yang berjuang tangguh meski kepedihan demi kepedihan selalu meliputi saya haturkan hormat.

Juga untuk Mpo Lepit. Terima kasih atas kebaikan-kebaikannya. Al Fatihah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun