Beberapa minggu  lalu saya merasa hidup yang saya jalani sangat tidak sehat. Seringkali memang saya harus bergadang untuk menyelesaikan beberapa tulisan.Â
Selama bekerja dari rumah saya merasa tidak terlalu bagus dalam manajemen waktu. Dan baru mendapatkan inspirasi yang bagus untuk menulis ketika malam hari.Â
Jika sudah tidak bisa tidur di jam 23 malam, kemungkinan besar akan lewat sampai jam 2 dini hari. Memang tidak selalu untuk menyelesaikan tulisan.Â
Ada kalanya, setelah beres menulis saya justru menonton Drama Korea atau film lain di Netflix, dan akhirnya bablas hingga pukul 2 dini hari bahkan beberapa kali sampai pukul 3. Padahal pagi-pagi saya harus bangun. Selain ibadah subuh juga membantu anak mempersiapkan sekolah.Â
Meski sudah ada bibi yang membantu di rumah, ada momen di mana anak saya membutuhkan bantuan di kelas onlinenya. Kalau sudah beres, kalau ada waktu saya tidur kembali sebentar atau hanya duduk mengantuk dan mulai bekerja.Â
Jenis pekerjaan saya memang memaksa diri untuk banyak duduk. Membaca dan menulis adalah dua jenis aktivitas yang memang membutuhkan ketekunan untuk duduk. Dan duduk, jika merujuk banyak riset, sangat berbahaya jika dilakukan terus menerus.Â
Saya tahu bahwa di balik kebiasaan duduk terlalu lama mengintai berbagai penyakit jika tidak diimbangi dengan gerak yang memadai. Apalagi jika ditambah tidur yang kurang teratur. Untung saya tidak merokok atau mengkonsumsi minuman keras. Jika dua hal itu dilakukan tentu bahaya yang mengintai semakin banyak.Â
Karena menyadari bahwa kondisi ini bukan hal yang bagus bagi tubuh juga pikiran, akhirnya ada momen refleksi. Saya sudah di tengah umur 30an. Anak saya masih kecil dan butuh dukungan. Kalau tubuh dan pikiran saya tidak sehat bagaimana ke depannya?Â
Akhirnya, selama lima belas hari ini saya mencoba ikhtiar jalan kaki, bersepeda, atau lari tipis-tipis. Dari segi intensitas jika diurutkan: jalan kaki, bersepeda dan lari. Â
Dilakukan kadang di pagi hari atau sore. Dilakukan sesempatnya saja. Awalnya dilakukan karena kerisauan mengenai pola hidup yang tidak sehat. Lama-lama ternyata terasa menyenangkan.
Apakah dengan rutin berolahraga berat badan saya turun? oh tentu tidak. Kisaran berat badan saya saat ini selalu di rentang 80-83. Kalau bangun pagi biasanya 80,60an.Â
Tapi jika sudah makan maka akan sampai 81 lebih sedikit. Kalau sedang turun lapangan, karena saya harus makan banyak agar tetap sehat, biasanya ketika pulang berat badan saya 83.Â
Saya makan apa saja yang tersaji. Ikhtiar saya sehat, tidak sampai sixpack seperti mereka yang posting di media sosial. Kalau berat badan turun dan sehat ya Alhamdulillah.
Ada banyak hal menarik ketika berolahraga di sekitar rumah. Satu fenomena khusus yang saya amati selama saya menyelami dunia perolahragaan yang singkat adalah: kebanyakan orang yang olahraga pasti mampir di tempat jajanan seperti tempat gorengan, susu jahe, kopi, dan penganan lainnya. Jika sedang bersepeda di beberapa titik ada tempat perhentian di mana para pesepeda bisa mampir.Â
Saya beberapa kali ikut mampir ketika bersama teman tetangga rumah. Tapi jika bersepeda dengan anak biasanya gaspol terus. Dia pernah ikut mampir dan selalu berbisik, "yah ini lama banget, kapan kita jalan lagi?".
Ada juga para olahragawan yang selalu membawa kantong plastik berisi gorengan setelah pulang berolahraga. Gorengan ini memang dahsyat. Bayangkan, sehabis olahragapun gorengan diidam-idamkan.Â
Jika memahami denyut nadi masyarakat maka pasti tahu mengapa  keresahan terhadap kelangkaan minyak goreng dan mahalnya minyak goreng ketika melimpah begitu mengemuka.Â
Gorengan hadir di relung hati masyarakat. Masyarakat tidak hidup sehat? Maka edukasi bagaimana supaya hidup sehat, berikan alternatif, dan seterusnya-seterusnya.
Ketika berolahraga berkeliling saya juga mendapati banyak hal menarik. Betapa minat masyarakat terhadap olahraga begitu dahsyat. Di kampung-kampung saya lihat ada fasilitas lapangan bola, lapangan voli, tentu dengan segala keterbatasannya.Â
Meskipun pandemi, ketika masuk kampung-kampung dekat rumah, nampak tak ada Covid-19. Jarang sekali yang saya temui bermasker. Pengajian dan masjid tetap penuh.
Jika kebetulan jalan pagi ada TK yang berdekatan dengan masjid. Ada yang memakai masker, banyak yang tidak. Ibu-ibu menunggu dengan guyub tanpa jarak. Kebanyakan juga tidak memakai masker, atau memakai masker tetapi di dagu. Semoga mereka selalu sehat. Juga kita semua.
Jika masuk ke kampung-kampung, lebih banyak  anak-anak dan orang dewasa yang tidak menggunakan masker. Mereka nampaknya tidak begitu perduli soal Covid-19.Â
Nampaknya masker digunakan hanya ketika pergi ke lokus-lokus ramai saja. Tapi nampaknya juga tidak. Setiap shalat Jumat dekat rumah, sudah semakin jarang orang yang bermasker.
Setiap bertemu anak-anak biasanya saya menyapa mereka. Kadang mengobrol dan bertanya mengenai permainan yang mereka mainkan. Ada yang bermain sepak bola dengan bola plastik, ada yang main sepeda, ada yang main botol yang disambung, diisi spirtus dan bisa berbunyi seperti petasan.Â
Dunia anak-anak memang menyenangkan. Mereka benar-benar melakukan apa yang mereka inginkan. Tak seperti orang dewasa yang serba mengkalkulasi setiap tindakan.
Seru juga olahraga keliling kampung. Semoga jadi ikhtiar hidup lebih sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H