Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Minat Baca Publik Meningkat?

12 Oktober 2020   17:36 Diperbarui: 10 Juni 2024   08:56 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari ini kesadaran publik soal pentingnya membaca rasanya semakin meningkat. Hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Indikator utamanya adalah semakin tingginya frekuensi pertanyaan tentang apakah Anda sudah membaca kepada siapa saja yang kritis terhadap UU Cipta Kerja yang baru disahkan atau belakangan kepada mereka yang turun ke jalan menyuarakan pendapatnya.

Pertanyaan  perihal membaca ini menunjukkan intensi publik terhadap minat baca masyarakat.  Para aktivis literasi atau mereka yang perduli tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia tentu berbangga hati dengan situasi saat ini.

Betapa tidak,  studi-studi yang ada selama ini mengejawantahkan dengan sangat jelas tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Studi OECD dan UNESCO Institute for Statitstics (2012) menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen populasi siswa di Albania, Brasil, Indonesia berada di level 1 atau lebih rendah, yang berarti para siswa tersebut hanya dapat menangani tugas membaca paling dasar.

Studi dari World's Most Literate Nations Ranked yang dirilis oleh Central Connecticut State University (2016) memposisikan Indonesia pada posisi ke 60. Nelangsa sekali. 

Sementara, Studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakbud) (2019) menyatakan bahwa angka rata-rata indeks aktivitas literasi membaca (Alibaca) di 34 provinsi berada di dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu dengan rata-rata 37,32. 

Studi tersebut digawangi oleh teman saya Mas Lukman Solihin dan teman-teman peneliti lainnya. Mas Lukman sendiri adalah penulis buku Gemar Membaca Terampil Menulis yang perlu dibaca siapapun yang perduli dengan soal literasi negeri ini.

Tapi ya, Mas Lukman dan teman-teman peneliti, mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, sepertinya Mas harus memperbaharui studinya, jika melihat ramainya netizen atau tiba-tiba pejabat publik bertanya soal membaca, sepertinya akan ada kenaikan indeks Alibaca. Apalagi jika ceriwisnya netizen dihitung sebagai indikator literasi, wah pasti indeks Alibaca akan melejit.

Sekarang, semua orang kembali sadar tentang pentingnya membaca dan sekarang menjadi lebih aktif bertanya ke siapapun, Anda sudah baca? Akhirnya berbagai survei internasional yang memposisikan Indonesia di klasmen buncit soal membaca akan terpatahkan.

Pidato Seno Gumira Adjidarma (SGA) pada penganugerahan SEA Write Award pada 1997 pun tidak terbukti. SGA pernah berpidato pada momen tersebut: "Saya tidak pernah yakin, dan tidak pernah terlalu percaya bahwa tulisan saya dibaca orang. Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta huruf, tapi yang bisa dipastikan masyarakatnya sebagian besar belum membaca secara benar yakni membaca untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupannya."

Bung SGA, mohon maaf dengan segala hormat. Setelah puluhan tahun, pidato Anda ternyata tidak terbukti. Orang-orang sekarang sudah gemar membaca, atau minimal pintar mengomentari soal membaca. Yah, sudah lumayan lah. Akhirnya membaca sekarang jadi bahan perdebatan publik. Ajakan ayo baca dulu, sudah baca belum, baca dong, semakin mewarnai jagat media sosial kita yang riuhnya lebih dari pasar malam.

Bahkan, RUU yang jumlahnya hampir mendekati 1000 halaman  atau ada versi yang 1000 halaman lebih, dibaca tuntas oleh mereka yang terhormat dan cepat sekali pengesahannya. Dibaca dalam tempo sesingkat-singkatnya dan disahkan tidak kalah singkat meski di tengah gempuran kritik dari berbagai ahli/akademisi, tokoh masyarakat dan agama,  mahasiswa, dan rakyat. Berarti daya bacanya sudah meningkat dan konsentrasinya begitu tinggi.

Saya berhusnudzon, sekarang para politisi sudah banyak belajar tips membaca cepat (speed reading), seperti yang dianjurkan para motivator pecinta buku. Misalnya nih, ada buku karya Kam Knight (2018) dengan judul bombastis Speed Reading: Learn to Read a 200+ Page Book in 1 Hour. Jika merujuk buku itu, maka 1000 halaman kurang sedikit  atau 1000 halaman lebih bukan perkara sulit. Was wos wes. Selesai.

Tapi, ya. Ada satu yang sering dilupakan, yaitu kemauan meningkatkan minat untuk membaca aspirasi publik, keinginan rakyat yang terpinggirkan, dalam bahasa Mas Lukman, membaca kehendak rakyat. Wah ini sih skill membaca level dewa. Skill yang perlu diasah adalah kemauan untuk mendengar jeritan rakyat. Rajin turun ke bawah, mendengar dan berdialog dengan rakyat.

Mas Ahmad Nashih Luthfi, Dosen dan Peneliti Agraria yang produktif dan kritis itu bilang di laman Facebooknya, "Publik juga sangat peduli dengan dorongan pertanyaan yang sama untuk meningkatkan literasi publik para pejabat, sudahkah Anda melihat, membaca, mendengar, dan memikirkan aspirasi kami?"

Mereka yang terhormat punya pekerjaan rumah penting, biar ga kalah sama para siswa dan mahasiswa yang sedang belajar dari rumah itu. Selain rajin-rajin membaca hati dan berdialog dengan  rakyat, mohon Bapak/Ibu juga harus sering mendengarkan lagu  Iwan Fals "di hati dan lidahmu kami berharap, suara kami tolong dengar lalu sampaikan".

Jika tidak, Bapak/Ibu akan selalu salah baca keinginan rakyat. Padahal karena rakyatlah Bapak/Ibu bisa duduk di singgasana yang terhormat yang kadang bikin ngantuk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun