Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ikhtiar agar Anak Mencintai Buku

23 April 2020   14:22 Diperbarui: 23 April 2020   14:37 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kami dan salah satu bukunya



Saya pernah menulis di Kompasiana tentang Gerakan Membacakan Buku bagi Anak Sebelum Tidur. Meskipun tidak sepenuhnya konsisten, kami berupaya agar anak kami setiap hari bersinggungan dengan buku, terutama menjelang dia tidur.

Setiap hendak tidur, anak kami memilih buku yang dia sukai, menjejerkannya di tempat tidur, dan meminta kami membacanya satu persatu. Terasa lelah memang. Karena ketika membacakan buku dia akan bertanya banyak hal. Tapi, itulah yang memang menjadi sasaran agar imajinasinya tentang berbagai hal bertumbuh.

Saat ini usia anak kami 5 tahun dan hingga kini ia belum bisa membaca. Ia hanya tahu huruf. Jadi setiap kami tunjuk kata tertentu, sementara ini dia hanya dapat menyebut hurufnya, tetapi tidak bisa membacanya. Di usia lima tahun, tentu banyak sekali anak kecil yang sudah dapat membaca. Bahkan, ada beberapa lembaga yang memang khusus mengajarkan anak-anak di usia dini untuk membaca. Di TK tempat anak kami sekolah, beberapa anak juga sudah mampu membaca sedikit-sedikit.

Kemampuan anak kami terkait baca tulis saat ini adalah menulis namanya, nama saya dan nama bundanya. Ketika kami belikan papan tulis kecil ia memang menulis apapun yang dia suka. Di sekolah dia memang tidak diajarkan membaca. Jadi hanya diajak untuk mengenal huruf. Itupun mengenal huruf secara fungsional. Misal huruf yang ada pada namanya sendiri, nama orangtua, dan nama teman-temannya. Jadi tidak dipaksa untuk mengeja atau belajar membaca. Saya sepakat dengan cara ini.

Di usia yang masih dini (5 tahun) banyak pakar yang merekomendasikan agar anak tidak diajar membaca. Saya tak terlalu mengikuti perdebatan apakah anak sebaiknya diajarkan membaca sejak dini atau tidak. Yang pasti, kami tidak ingin memaksanya belajar membaca dan menulis. Sekarang kalaupun di sekolah dia diajarkan mengenal huruf dan menulis sifatnya bukan paksaan. Dia senang yang bagus, jika belum ya tunggu saja, ada waktunya dia akan bisa membaca.

Ketika ada anak kecil seusianya bisa membaca, kami merasa tidak usah terburu-buru agar anak kami bisa membaca. Kecuali jika dia yang ingin belajar sendiri. Sementara dia tidak ingin. Jadi kami tak pernah memaksanya.

Daya fokusnya belum cukup dan saya pribadi tak ingin dia bisa membaca tapi tidak senang membaca. Saya lebih fokus membangun kesenangannya terhadap beragam buku. Dia cinta buku itu yang utama. Soal kemampuan baca dan tulis saya yakin, pada waktunya dia akan bisa. Yang paling penting adalah cintanya terhadap buku dan dunia literasi.

Salah satu hal yang juga mendukung agar dia senang pada buku adalah selama ini TKnya selalu memberikan "tugas" setiap minggu untuk membawa dua buah buku yang akan dibacakan di rumah. Setiap kamis ia pergi ke perpustakaan untuk memilih buku "tugas" yang akan dibawanya pulang di hari jumat.

Kesukaannya terhadap buku sudah lumayan. Karena sehari-hari saya bergelut dengan buku dan laptop (urusan pekerjaan), demikian juga bundanya dia melihat hal tersebut. Terutama di masa Work From Home ini. Intensitasnya bersama kami menjadi lebih banyak. Jadi otomatis dia melihat lebih sering kami memegang buku dan laptop.

Ia kemudian berusaha meniru. Ketika makan ia bawa buku, ketika ke depan rumah ia bawa buku, ketika mau tidur ia minta dibacakan buku. Mungkin karena ia sering melihat saya membawa buku ke mana-mana. Seringkali memang buku itu tidak saya baca. Hanya saja setiap berpindah tempat di rumah sering saya mengambil buku apa saja untuk menemani waktu. Kalau dia sedang main saya pegang buku, sedang makan baca buku, mau tidur pegang buku. Dia tiru. Meski dia tak bisa membacanya. Dia bilang membawa buku karena ayah sering membawa buku.

Belakangan, setiap membaca saya baca perkata dan minta dia mengikuti. Beberapa hari ini berbalik --meski dia belum bisa membaca-- dia yang membacakan buku untuk saya. Karena buku-bukunya sudah dibacakan berulang-ulang, dia tentu hapal dengan apa yang dia bacakan untuk kami. Sering kami ledek dia, kalau ingin bisa baca banyak buku, abang harus bisa baca. Dia hanya tertawa.

Di salah satu drama korea yang saya tonton, kalau tidak salah Itaewon Class, salah satu pemerannya berkata bahwa seorang anak dibesarkan dengan melihat punggung orangtuanya. Kalau ditafsirkan secara bebas berarti seorang anak akan melihat apapun yang dilakukan oleh orangtuanya.

Maka soal membaca buku pun orangtua harus menjadi contoh. Tidak usah terlalu banyak berharap anak akan senang membaca jika orangtua tidak pernah mencontohkan sedikitpun perihal kecintaan terhadap buku, tak pernah memegang buku dalam keseharian.

Meski memang di era digital, literasi bukan hanya perihal buku saja. Tetapi membuat anak mencintai buku adalah jenis ikhtiar yang baik. Agar mereka lebih imajinatif, kritis, dan reflektif. Daya tahan mereka dalam membaca akan sangat baik, semoga, bagi pertumbuhan mereka di masa yang akan datang.

Sepengamatan kami kosa kata yang dimiliki, daya imajinasi, daya kritisnya bertambah setiap hari. Dia bertanya banyak hal dan mengaitkan dari apa yang dibacanya. Soal pemadam kebakaran, soal planet mars, soal tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lainnya.

Kami tak pernah tahu apakah ia akan tumbuh menjadi pembaca buku yang baik. Akan mencintai buku dan menjadi pribadi yang bermanfaat karena kesukannya terhadap buku. Tapi sebagai ikhtiar, mengajaknya untuk terus mencintai buku akan terus kami coba kokohkan.

Tapi satu hal yang membahagiakan ketika kami tanya tempat mana yang menjadi favoritnya di sekolah. Dia menjawab Perpustakaan dan Play Ground. Juga pagi ini dia berkata, "Yah, abang udah ga punya buku, nanti kita ke Gramedia yah kalau virus korona sudah hilang". Saya menjawab lugas, "Ok Siap". Selamat hari buku teman-teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun