Saya pernah menulis di Kompasiana tentang Gerakan Membacakan Buku bagi Anak Sebelum Tidur. Meskipun tidak sepenuhnya konsisten, kami berupaya agar anak kami setiap hari bersinggungan dengan buku, terutama menjelang dia tidur.
Setiap hendak tidur, anak kami memilih buku yang dia sukai, menjejerkannya di tempat tidur, dan meminta kami membacanya satu persatu. Terasa lelah memang. Karena ketika membacakan buku dia akan bertanya banyak hal. Tapi, itulah yang memang menjadi sasaran agar imajinasinya tentang berbagai hal bertumbuh.
Saat ini usia anak kami 5 tahun dan hingga kini ia belum bisa membaca. Ia hanya tahu huruf. Jadi setiap kami tunjuk kata tertentu, sementara ini dia hanya dapat menyebut hurufnya, tetapi tidak bisa membacanya. Di usia lima tahun, tentu banyak sekali anak kecil yang sudah dapat membaca. Bahkan, ada beberapa lembaga yang memang khusus mengajarkan anak-anak di usia dini untuk membaca. Di TK tempat anak kami sekolah, beberapa anak juga sudah mampu membaca sedikit-sedikit.
Kemampuan anak kami terkait baca tulis saat ini adalah menulis namanya, nama saya dan nama bundanya. Ketika kami belikan papan tulis kecil ia memang menulis apapun yang dia suka. Di sekolah dia memang tidak diajarkan membaca. Jadi hanya diajak untuk mengenal huruf. Itupun mengenal huruf secara fungsional. Misal huruf yang ada pada namanya sendiri, nama orangtua, dan nama teman-temannya. Jadi tidak dipaksa untuk mengeja atau belajar membaca. Saya sepakat dengan cara ini.
Di usia yang masih dini (5 tahun) banyak pakar yang merekomendasikan agar anak tidak diajar membaca. Saya tak terlalu mengikuti perdebatan apakah anak sebaiknya diajarkan membaca sejak dini atau tidak. Yang pasti, kami tidak ingin memaksanya belajar membaca dan menulis. Sekarang kalaupun di sekolah dia diajarkan mengenal huruf dan menulis sifatnya bukan paksaan. Dia senang yang bagus, jika belum ya tunggu saja, ada waktunya dia akan bisa membaca.
Ketika ada anak kecil seusianya bisa membaca, kami merasa tidak usah terburu-buru agar anak kami bisa membaca. Kecuali jika dia yang ingin belajar sendiri. Sementara dia tidak ingin. Jadi kami tak pernah memaksanya.
Daya fokusnya belum cukup dan saya pribadi tak ingin dia bisa membaca tapi tidak senang membaca. Saya lebih fokus membangun kesenangannya terhadap beragam buku. Dia cinta buku itu yang utama. Soal kemampuan baca dan tulis saya yakin, pada waktunya dia akan bisa. Yang paling penting adalah cintanya terhadap buku dan dunia literasi.
Salah satu hal yang juga mendukung agar dia senang pada buku adalah selama ini TKnya selalu memberikan "tugas" setiap minggu untuk membawa dua buah buku yang akan dibacakan di rumah. Setiap kamis ia pergi ke perpustakaan untuk memilih buku "tugas" yang akan dibawanya pulang di hari jumat.
Kesukaannya terhadap buku sudah lumayan. Karena sehari-hari saya bergelut dengan buku dan laptop (urusan pekerjaan), demikian juga bundanya dia melihat hal tersebut. Terutama di masa Work From Home ini. Intensitasnya bersama kami menjadi lebih banyak. Jadi otomatis dia melihat lebih sering kami memegang buku dan laptop.
Ia kemudian berusaha meniru. Ketika makan ia bawa buku, ketika ke depan rumah ia bawa buku, ketika mau tidur ia minta dibacakan buku. Mungkin karena ia sering melihat saya membawa buku ke mana-mana. Seringkali memang buku itu tidak saya baca. Hanya saja setiap berpindah tempat di rumah sering saya mengambil buku apa saja untuk menemani waktu. Kalau dia sedang main saya pegang buku, sedang makan baca buku, mau tidur pegang buku. Dia tiru. Meski dia tak bisa membacanya. Dia bilang membawa buku karena ayah sering membawa buku.