Judul Buku          : Dari Hukum Makanan Tanpa Label Halal Hingga Memilih Mazhab yang Cocok
Penulis             : Prof. H. Nadirsyah Hosen, Ph.D
Penerbit            : Mizania
Terbit              : 2015
Tebal              : 227
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-0989-74-7
Buku karya Prof. Nadirsyah Hosen, Ph.D. atau biasa dipanggil Gus Nadir ini perlu dibaca oleh siapapun yang membutuhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang masalah keislaman kontemporer dewasa ini. Gus Nadir merupakan Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan pengajar School of Law di Universitas of Wollogong, New South Wales, Australia.
Penulis menggunakan tokoh Ujang yang merupakan seorang santri yang berhasil menjadi salah satu pengajar tetap di salah satu universitas di Australia. Ujang mengenyam pendidikan mulai dari Pesantren Buntet di Cirebon, Jurusan Perbandingan Mazhab di Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ciputat sampai mendapat beasiswa untuk magister dan doktor di Australia maupun Singapura (xvii).
Dikisahkan pada bagian ini bagaimana tekunnya Ujang mempelajari Bahasa Inggris secara autodidak, keberanian menerjemahkan buku-buku bahasa Inggris untuk dikirim ke penerbit, jatuh bangun untuk mendapatkan beasiswa Australia, pertemuan dengan guru intelektual maupun spiritual, dan prestasi luar biasa di bidang akademik selama di Negeri Kanguru (xviii-xxv).
Seperti diakui oleh penulis, Ujang adalah tokoh yang dipakainya sebagai "kitab berjalan". Ujang dalam buku ini hadir sebagai narasumber juga kawan diskusi yang terbuka pada setiap problematika kehidupan yang dihadapi oleh mahasiswa-mahasiswa muslim Indonesia yang berada di Australia.
Referensi yang digunakan untuk menjawab setiap problematika tersebut berasal dari Al Quran dan Hadist juga disertai literatur Islam klasik maupun modern yang sangat kaya.
Episode Ujang di buku ini lebih banyak mengambil setting Kota Brisbane di mana penulis pernah dua tahun mengambil Postdoctoral Fellowship di TC Beirne School of Law, University of Queensland. Setting Brisbane dipilih karena  pada periode ini penulis merasakan perenungan lebih jauh akan hubungannya dengan Sang Khaliq (hlm. xxv).
Buku ini terdiri atas tiga bagian yang kemudian dibagi menjadi beberapa bab pada masing-masing bagian tersebut. Bagian pertama berisi tentang masalah fiqh, bagian kedua tentang masalah tafsir dan inspirasi dari para nabi, dan bagian ketiga berisi tentang masalah Islam dan fiqh di Australia.
Buku ini sangatlah menarik karena didasarkan pada perjalanan panjang penulis tinggal di Australia selama kurang lebih 18 tahun. Selama tinggal di Australia inilah muncul beragam pertanyaan-pertanyaan dari para masyarakat Indonesia tentang permasalahan keislaman yang memerlukan jawaban-jawaban.
Dengan menggunakan tokoh Ujang secara cerdas penulis menyajikan dialog terbuka dan solutif mengenai beragam alternatif jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Referensinya adalah Al Quran, Hadist, maupun dari pendapat ulama-ulama. Tak salah jika K.H. Mustofa Bisri atau Gus Mus menyatakan bahwa buku ini menjadi jawaban Islam yang relevan dan mewakili banyak tantangan serta peristiwa dalam kehidupan muslim masa kini.
Pada bagian masalah fiqh terdiri dari 14 Bab, dimulai dari Bab 1 tentang makanan halal sampai bab 14 mengenai sikap kita terhadap mereka yang menghina Nabi Muhammad SAW. Pertanyaan yang muncul mulai dari permasalahan penentuan label halal pada makanan, etika menyantap jamuan dan hukum makanan/minuman beralkohol, berwudhu di wastafel, pelaksanaan kewajiban shalat jumat, cara menjamak shalat, pindah mazhab, perempuan membuka aurat di depan perempuan non muslim, ucapan selamat Natal, dan lain sebagainya.
Misalnya mengenai problem berwudhu di  wastafel, seperti haruskah mengangkat kaki atau bolehkah berwudhu dengan mengusap bagian luar kaki seperti kaos kaki atau sepatu tanpa membasuh kaki? Karena tak mudah menemukan keran air yang melimpah khusus untuk berwudhu seperti di Indonesia. Jawaban-jawaban khas Ujang menarik untuk diperhatikan (hlm. 23).
Pada bagian ini juga dibahas pertanyaan yang selalu menjadi diskurusus setiap Natal, apakah kita sebagai seorang muslim boleh mengucapkan Selamat Natal kepada Umat Kristiani? Pertanyaan ini dijawab oleh Ujang dengan mengilustrasikan contoh dan konteks sejarah. Jawaban ini menarik karena Ujang menyajikannya dengan contoh yang sederhana tapi mendalam (hlm. 61).
Pada bagian dua disampaikan mengenai masalah tafsir dan inspirasi dari para nabi (hlm. 103). Bagian ini terdiri dari 11 Bab, dimulai dari Bab 1 mengenai kapan janji pertolongan itu tiba sampai Bab 11 mengenai benarkah Buddha itu Nabi Zulkifli? Pertanyaan-pertanyaan menarik muncul mulai dari keistimewaan Nabi Yahya, renungan kontemplatif mengenai pemaknaan terhadap musibah, hidayah bagi yang gelisah, misteri kehidupan, definisi sukses dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Ada kata-kata menarik yang dituliskan pada bab Bab 5 mengenai membersihkan diri dari energi negatif: "kebahagiaan hakiki itu adalah ketika kita bersedia menerima kenyataan bahwa seluruh tubuh, hati, dan pikiran ini dijadikan Tuhan sebagai sarana mewujudkan kasih sayangNya ke alam semesta" (hlm. 125).
Bagian ketiga disampaikan tentang masalah Islam dan fiqh di Australia. Bagian ini terdiri atas 13 bab, dimulai dari Bab 1 kapan Islam hadir di Australia sampai Bab 13 mengenai hal apa saja yang akan dikerjakan setelah wisuda. Pada bagian ini banyak pertanyaan menarik muncul mulai dari permasalahan siapa otoritas keagamaan yang berwenang memberikan fatwa di Australia, penentuan awal dan akhir ramadhan, belajar Islam atau sains di Australia, dan isu-isu lainnya.
Menarik misalnya bagaimana menjalankan ibadah puasa di Australia pada saat summer.Karena selain sengatan matahari dan suhu udara mencapai 40 derajat celsius, juga godaan dari warga Australia yang terbiasa berpakaian minim pada saat summer. Godaan pada saat puasa sangat berlipat-lipat (hlm. 187-188).
Pada salah satu bagian juga diceritakan bahwa tantangan sebagai umat muslim untuk menjelaskan Islam lewat dialog akademis kepada non muslim juga sangat luar biasa. Dialog merupakan kunci untuk mencerahkan agar kesalahfahaman tentang Islam perlahan-lahan dikikis. Pikiran jernih, hati yang bersih, dan kesedian membuak diri untuk meluhat kebenaran di mana saja sangatlah diperlukan. Menyelesaikan setiap permasalahan dengan dialog bukan dengan marah-marah, tuduh sana-sini, dan merasa benar sendiri adalah jalan terbaik dan sangat diperlukan (hlm. 196).
Penulis menurut saya dengan sangat berhasil memberikan pencerahan melalui perjalanan Ujang (yang merupakan pengalaman pribadi penulis) tanpa tendensi untuk mengajari atau merasa paling benar. Saya merekomendasikan buku ini bagi siapapun, terutama bagi mereka yang berniat untuk sekolah keluar negeri. Buku ini wajib untuk dibaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H