Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sedikit Bicara Data Pendidikan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten

31 Januari 2017   14:46 Diperbarui: 31 Januari 2017   14:50 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provinsi DKI, Jabar dan Banten meskipun berdekatan memiliki capaian yang berbeda dalam konteks pendidikan. Dana pendidikan yang digulirkan juga berbeda. Untuk presentase anggaran urusan pendidikan dalam APBD (di luar transfer daerah) misalnya, dari tiga provinsi tersebut DKI lah juaranya. DKI memang memiliki anggaran besar untuk pendidikan, tidak hanya dalam perbandingan tiga provinsi saja tetapi juga secara nasional.

DKI satu-satunya provinsi yang memiliki anggaran di atas 20 persen (tepatnya 22,3 persen atau 7.109,9 M) untuk anggaran urusan pendidikan dalam APBD (di luar transfer daerah). Di bawah DKI ada Kalimantan Selatan yang menganggarkan 9,8 persen atau 450,59 M. Jawa Barat menganggarkan 2,9 persen atau 617, 33 M dan Banten 5,7 persen atau 396,35.

Namun sayangnya, dana yang besar DKI Jakarta tersebut belum bisa memberikan sumbangsih besar terhadap Aangka Partisipas Murni (APM) di level SMA. Meskipun sudah di atas 50 persen (67,9 persen) APM di DKI masih di bawah capain Yogyakarta yang APM SMAnya 72,2 persen. Jawa Barat sendiri APM untuk level SMA 52,2 persen, capaian tersebut di bawah Banten (55,7 persen).

Wajib belajar Sembilan tahun yang diamanatkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 (Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar--pasal 6) ternyata belum tercapai dengan baik. Jika kita coba jembrengkan data di tingkat SD/SMP pun masih ada provinsi, kabupaten kota yang APMnya rendah. Untuk level SMA lebih memprihatinkan.

Di Jawa Barat misalnya Kabupaten Tasikmalaya (tempat saya mengenyam pendidikan menengah. Hiks) APM untuk level sekolah menengah adalah 41,8 persen. Hal tersebut mungkin saja disebabkan lebih percayanya masyarakat terhadap pendidikan non formal. Sehingga sebagian besar masyarakat tak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Ini baru kemungkinan, karena juga harus diadakan penelitian lebih serius.

Data-data tersebut saya ambil dari Neraca Pendidikan Daerah yang dirilis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Setidaknya data-data tersebut menggambarkan capaian pendidikan daerah. Dan dapat dilihat bagaimana perhatian pemda terhadap pendidikan di daerah. Pendidikan memang bukan sekedar capaian angka-angka statistik. Tapi capaian angka-angka statistik tersebut bisa menggambarkan “sedikit” mengenai perhatian pemerintah tentang pendidikan.

Memang perlu penelitian mendalam tentang hal tersebut. Jika ingin melihat lebih detil capaian pendidikan secara mudah bisa diakses di neraca pendidikan daerah tersebut. Tiap provinsi dan kabupaten/kota ditampilkan secara jelas ‘raportnya’.

Data ini penting sebagai gambaran awal mengenai capaian pendidikan di tiap daerah. Political will pemerintah di bidang pendidikan sangatlah penting. Membuktikan pemda memiliki keseriusan dalam membangun manusia, membangun masyarakatnya di tiap daerah. Jangan sampai pendidikan hanya digunakan sebagai pewarna yang manis dalam kampanye saja. 

Saya berharap Kemdikbud secara rutin mengupdate data-data yang ada di Neraca Pendidikan Daerah tersebut. Data-data tersebut sangat membantu para pemerhati, peneliti, pengambil kebijakan, dan praktisi pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun