Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru PKn se-Indonesia, Bersatulah!

7 Desember 2016   08:33 Diperbarui: 7 Desember 2016   09:33 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena eh karena, seringkali materi-materi yang bagus-bagus hanya sebatas diajari, diceramahi, bukan dipraktikkan. Dan lucunya lagi ujiannya tetap pilihan ganda. Anak terbiasa dikasih pilihan terbatas. Gak imajinatif, berpikir hitam putih, malas menganalisa. Akhirnya, sebagian dari kita cuma pinter bicara moral, tapi gak bisa praktik. Bicara toleran tapi intoleran. Karena gak tahu bagaimana harus toleran.

Tahu Indonesia beragam. Ada banyak agama, budaya, kelas sosial, bahasa dan lainnya. Tapi ya, sebatas teori aja. Jawab soal ya pinter-pinter. Tapi praktik ya beda lagi. Akhirnya ungkapan, itu kan teori, praktiknya ya beda, muncul terus. Ya wis, gak heran sekarang banyak yang gak bisa hidup berdampingan secara damai di Indonesia yang multikultural ini.

Mengapa pelajaran ini kurang diminati anak bangsa dan mengapa tak banyak anak bangsa yang punya ghiroh besar untuk menjadi guru PKn masa depan yang sukses dunia dan akhirat? Ini analisa sok tahu dari saya mantan guru PKn yang belum bisa move on.

Pertama, pelajaran PKn kalah pamor dengan pelajaran Sosiologi, Geografi, Matematika, Biologi, Kimia dan Fisika. Tidak ada pelajaran PKn di Ujian Nasional. PKn juga gak ada di materi ujian masuk perguruan tinggi. Paling nanti ada lagi pas ujian CPNS. Tinggal beli buku best seller kumpulan soal-soal menjadi PNS, beres. Gak usah belajar serius dari zaman sekolah.

Terus, mana ada bimbingan belajar (bimbel) yang menyediakan fasilitas pelajaran PKn. Artinya, peluang guru Pkn jadi guru bimbel atau guru les sangat kecil. Akhirnya, tidak ada penghasilan tambahan. Jadi, masuk jurusan PKn sangat tidak prospektif, karena tidak akan mendapatkan banyak penghasilan tambahan.

Kedua, belajar PKn itu tidak menguntungkan. Kalau cita-citanya jadi politisi, ya tidak perlu juga serius-serius belajar PKn. Caranya jelas kok. Jadi pengusaha, banyak uang, masuk partai, ikut pemilu, duduk jadi anggota DPR. Mekanismenya jelas banget. Jelas tidak ada korelasi antara nilai PKn yang bagus dengan cerahnya karir politik di masa depan.

Maka apa untungnya belajar PKn serius-serius. Mending belajar Matematika, Biologi, atau Bahasa Inggris. Manfaatnya lebih jelas. Lha belajar PKn? Materinya banyak, belajar perundang-undangan, politik, hukum tapi apa yang ada di pelajaran dengan kenyataan di dunia nyata berbeda.

Ketiga, Guru PKn ngajarnya gak asik. Asik jelasin sendiri. Asik ngerti sendiri. Gak perduli sama sikap anak-anaknya. Kebanyakan cerita dan ceritanya ga menggugah dan mencerahkan. Jadi lebih baik, pas guru PKn ngajar ya tidur saja. Atau, pas pelajaran PKn, buka pelajaran lain, ngerjain soal Matematika, Fisika, Kimia yang lebih penting. Buka-buka Instagram sambil stalking mantan juga boleh. Atau bisa juga sambil cekikikan baca Mojok. Itu lebih asyik pastinya. Saya yakin, banyak yang melakukan itu ketika guru PKn sedang mengajar di depan kelas. Hayo ngaku?

Sebab itu, Guru PKn harus bikin pelajaran ini semakin asyik.

Misal, ajak anak-anak untuk banyak baca buku. Misal baca Madilognya Tan Malaka, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyatnya Cindy Adams, Untuk Negerikunya Bung Hatta, Pesan-pesan Islamnya Agus Salim, dan banyak buku keren lainnya. Jangan cuma baca buku paket aja. Minimal mereka tergerak untuk membaca buku itu secara serius nantinya.  

Guru PKn bisa memanfaatkan kemajuan teknologi. Sesekali ajak anak-anak (terutama anak SMA) untuk nonton film-film dokumenternya Mas Dandhy Laksono. Atau lihat film dokumenternya Joshua Oppenheimer misal The Act of Killing atau Senyap. Setelah itu ajak diskusi. Sambal ketawa-tawa boleh, yang penting substansinya dapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun