Pagi itu, aku duduk di teras rumah sambil menatap layar ponsel. Hari ini adalah pengumuman hasil SBMPTN. Jantungku berdegup kencang, seakan tahu bahwa dalam beberapa menit ke depan, hidupku bisa berubah. Impian masuk perguruan tinggi negeri sudah tertanam sejak lama, menjadi cita-cita yang kubangun dari ribuan jam belajar dan malam-malam tanpa tidur.
Di sekelilingku, suara ayam berkokok dan gemerisik dedaunan terdengar, tapi pikiranku terlalu penuh untuk memperhatikan. Aku mengetikkan nomor pendaftaran dengan jari gemetar dan menekan tombol "Lihat Hasil". Layar berputar sejenak, lalu keluarlah kalimat itu:
“Mohon maaf, Anda belum diterima.”
Dunia seolah berhenti sejenak. Pandanganku kabur, dan sebuah perasaan hampa menguasai hatiku. Aku mencoba membaca ulang tulisan itu, berharap ada kesalahan. Tapi tidak, kenyataan sudah tertulis jelas di depan mataku.
Aku mengunci layar ponsel dan meletakkannya di meja. Mataku memandang kosong ke arah jalanan, sementara suara dalam diriku bertanya-tanya: Apa aku tidak cukup baik?
“Mama, aku nggak keterima,” kataku pelan saat mama datang membawa teh hangat.
Beliau terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Mungkin ini belum waktunya. Allah pasti punya rencana lain.”
Kata-kata itu menenangkan, tapi tidak cukup untuk menghapus kekecewaanku. Aku menghabiskan hari itu dengan merenung di kamar. Impian masuk perguruan tinggi negeri terasa begitu jauh. Semua kerja keras, doa, dan usaha yang kulakukan seolah sia-sia.
Namun, malam itu, saat aku membaca Al-Qur’an untuk menenangkan hati, aku menemukan ayat yang menyentuh:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu." (QS Al-Baqarah: 216)
Aku merenungkan ayat itu. Mungkin benar, kegagalan ini adalah bagian dari rencana yang lebih besar. Aku menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk tetap melangkah.
Beberapa minggu kemudian, mama memberitahuku tentang SPAN-PTKIN, jalur seleksi untuk masuk perguruan tinggi Islam. Awalnya, aku ragu. Aku tidak pernah berpikir untuk masuk ke PTKIN sebelumnya. Fokusku selama ini hanyalah PTN.
“Coba aja dulu. Siapa tahu ini jalan terbaik,” kata mama dengan nada penuh keyakinan.
Dengan sedikit keraguan, aku mulai mencari informasi tentang SPAN-PTKIN. Aku menemukan bahwa program ini menawarkan jurusan-jurusan yang menarik dan tak kalah kompetitif. Setelah berdiskusi dengan keluarga, aku memutuskan untuk mendaftar di salah satu universitas Islam yang terkenal.
Proses pendaftaran berjalan cepat, dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah melewati semua tahap. Berbeda dengan SBMPTN, aku merasa lebih tenang kali ini. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menyerahkan semuanya kepada Allah.
Hari pengumuman SPAN-PTKIN tiba, dan kali ini aku merasa lebih siap. Meski ada sedikit rasa takut, aku berusaha mengingat bahwa apapun hasilnya, itu adalah yang terbaik.
Aku membuka laman pengumuman dengan hati-hati, memasukkan nomor pendaftaran, lalu menekan tombol “Cek Hasil”. Tulisan yang muncul di layar membuat mataku berkaca-kaca:
“Selamat! Anda diterima di Universitas Islam Negeri pada program studi yang Anda pilih.”
“Allahu akbar!” seruku spontan. Air mata kebahagiaan mengalir di pipiku. Semua rasa kecewa yang pernah aku rasakan seakan menguap begitu saja. Aku langsung bersujud, bersyukur atas karunia-Nya yang luar biasa.
Mama masuk ke kamar dengan wajah penuh harap. “Bagaimana?” tanyanya.
Aku menunjukkan layar ponsel sambil tersenyum lebar. “Alhamdulillah, keterima, Ma!”
Mama memelukku erat, air matanya ikut menetes. “Ini jalan yang terbaik untukmu. Allah nggak pernah salah kasih rencana.”
Hari pertama masuk kuliah di kampus PTKIN terasa begitu berbeda. Udara pagi di kampus yang hijau dan asri menyambut kedatanganku. Gedung-gedung bercorak Islami berdiri megah, seolah memberi isyarat bahwa ini adalah tempat di mana aku akan menemukan lebih dari sekadar ilmu dunia.
Aku berjalan melewati masjid kampus yang indah, hati terasa damai. Aku mulai memahami bahwa kegagalanku di SBMPTN adalah cara Allah membimbingku ke jalan yang lebih baik. Di sini, aku tidak hanya belajar tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga memperdalam pemahaman tentang agama dan kehidupan.
Di PTKIN, aku bertemu teman-teman yang luar biasa. Mereka tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki semangat untuk berbagi dan saling mendukung. Aku merasa diterima, dan lingkungan ini memberikan energi positif yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Perjalanan menuju perguruan tinggi mengajarkanku banyak hal. Aku belajar bahwa kegagalan bukanlah akhir, melainkan pintu menuju kesempatan lain. Aku belajar untuk bersabar, percaya pada takdir, dan selalu bersyukur atas apapun yang terjadi.
Kini, aku berjalan di lorong-lorong kampus dengan keyakinan baru. Aku tidak lagi merasa kalah karena gagal di SBMPTN. Sebaliknya, aku merasa menang karena telah menemukan tempat di mana aku bisa tumbuh dan belajar menjadi versi terbaik dari diriku.
Di balik setiap kegagalan, selalu ada harapan. Dan di balik setiap doa, selalu ada jawaban. Allah memang tidak selalu memberikan apa yang kita inginkan, tapi Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Kini, aku bersyukur atas setiap langkah dalam perjalananku. Karena tanpa kegagalan itu, aku mungkin tidak akan pernah menemukan cahaya di ujung jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H