Mohon tunggu...
Angger Wiji Rahayu
Angger Wiji Rahayu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bermimpi menjadi penulis. Karena dunia yang kita lihat hanyalah representasi. www.anggerwijirahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bagian 20 : Baby Alea

15 Februari 2012   09:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarah melahirkan anak perempuan cantik, dengan bobot 3,2 kg panjang 49 cm. Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam legam, sepertinya ada lesung pipit yang menempel dipipi mungilnya. Matanya terlihat bulat, walau masih terlihat sipit. Baby Sarah lahir tepat pukul 09.30 WIB, setelah transfusi darahku masuk ketubuhnya.

Aku begitu ketakutan, tapi melihat Sarah, aku menjadi begitu kuat. Aku mendampingi operasi Sarah hingga selesai. Sarah hanya dibius lokal, dia masih bisa melihat proses operasi yang dilakukannya. Sarah memegang tanganku erat sekali dan tak memperbolehkanku meninggalkannya. Seharusnya Robert disini mendampinginya, tapi nyatanya hingga saat ini ponselnya tak aktif-aktif.

Hingga kelahiran anak perempuan cantik ini, aku tak henti-hentinya bedoa kepada Tuhan, agar mereka diberi keselataman. Aku aneh sekali, biasanya aku takut sekali melihat darah dimana-mana. Sekali ini, tatapan mata Sarah benar-benar membuatku luluh. Para dokter juga tak tega Sarah yang memohon memperbolehkan aku tetap disini.

Anak perempuan cantik itu menangis dengan kencang sekali. Dokter memerikasakan kondisinya, anak perempuan ini dinyatakan sehat oleh dokter. Setelah dibersihkan perawat, anak perempuan cantik ini aku gendong dan kuciumi. Aku menyarankan Sarah untuk melakukan inisiasi dini. Para perawat juga membantu Sarah melakukannya. Kami menunggu anak perempuan cantik ini mencari puting ibunya. Setelah satu jam, akhirnya anak perempuan ini mendapatkan puting ibunya.

Sarah menangis haru, aku memeluk kepalanya dan kurasakan kebahagian yang tak terkira. Kami berpegangan tangan. Aku melupakan semua kekesalanku terhadap Robert untuk seketika. Tak mampu kubendung pula tangisku. Aku pula merasa sebagai bagian dari ibu anak perempuan cantik ini. Ketika bibir mungilnya mencari puting Sarah, rasanya ingin aku tunjukkan. Tapi aku tetap harus sabar menantinya mencari puting Sarah. Rasanya tak mungkin melihat anak perempuan cantik ini. Anak ini lahir dengan dua ibu bersamanya. Aku yakin, anak ini pula kelak akan memanggilku dengan sebutan ibu.

‘Le, aku ingin menamakannya sama dengan namamu Le’, ungkap Sarah.

Aku terkejut dengan perkataan Sarah dan bingung mengatakan apa pada Sarah.

‘nanti tunggu Robert datang, kita bicarakan nama anak ini ya’, ungkapku.

Aku kebingungan, namaku akan dicatut dalam nama anak perempuan cantik ini. Sepertinya aku memang terjerat pada anak perempuan cantik ini dan akan semakin terjerat pada anak perempuan cantik ini.

‘kau juga ibunya, darahmu mnegalir ke tubuh ibu kandungnya’, ungkap Sarah lagi.

Aku memegang tangan Sarah kencang sekali. Tak mampu berkata apapun. Aku menggendong anak perempuan cantik ini dan membawanya ke tempat box bayi, karena telah tertidur pulas dan kenyang disusui oleh Sarah. Aku melihatnya dari box bayi, dan memegang kepalanya. Aku mencintaimu nak. Bukankah menjadi ibu bukan berarti harus melahirkannya. Bukankah menjadi ibu harus mengandungnya. Saat ini aku benar-benar terjerat padanya. Pada matanya yang polos dan pada tangannya yang mengenggam erat tanganku pula.

Robert baru datang pada sorenya. Robert melihat Sarah dan menanyakan dimana anak perempuan cantiknya. Robert terkejut melihatku berada disitu. Akhirnya seharian acara ditunda, pihak panitia memberitahuku kalau acara terakhir penutupan akan dilakukan esok hari. Aku lega, seharusnya beginilah keluarga, tak terikat oleh waktu dan memaksakan keadaan hanya untuk nama profesional.

‘Le, kenapa kau disini? Dimana bayiku?’, ungkap Robert.

‘di box nomor tiga, ada nama Sarah disana. Dia perempuan.’, ungkapku.

Kulihat Robert meminta izin perawat dan mengambil Sarah dari box. Diciuminya anak perempuan cantik itu dan langsung diazaninya anak perempuan cantik itu. Aku keluar kamar, dan membiarkan Robert, Sarah dan anak perempuan cantik itu utuh menjadi sebuah keluarga. Kulihat Bayu ada diluar dan tersenyum kepadaku.

‘hai, sejak kapan kau disini?’, ungkapku.

‘baru saja Le, aku ingat kamu belum mandi dan makan lagi sejak tadi. Ayo kita kembali ke hotel. Suami Sarah sudah datangkan?’, tanya Bayu.

Aku menangguk dan teringat, sedari pagi aku sibuk dan letih sekali menjaga Sarah dan anak perempuan cantik itu. Apalagi aku tadi donor darah, tentu saja aku buth istirahat untuk mengembalikan staminaku tentunya. Aku kembali kedalam ruangan. Kulihat Robert duduk disisi Sarah bersama anak perempuan cantik itu.

‘aku pulang ke hotel dulu Sarah’, izinku.

‘ya, kau harus istirahat Le. Terima kasih sudah ada untukku hari ini Le’, Sarah mengatakannya dan Robert mendungak melihat kearahku.

‘terima kasih sudah mendonorkan darahmu untuk Sarah, dan menjaganya seharian ini’, Robert akhirnya bicara padaku.

‘iya sama-sama’, aku sangat kaku sekali menatap keduanya.

‘tidakkah kau mau mencium anakmu dulu sebelum pulang Le’, ungkap Sarah.

Aku melihat kearah anak perempuan cantik itu dan memegang kepalanya. Sarah tersenyum melihatku.

‘aku namakannya Alea, seperti nama ibu angkatnya sayang’, ungkap Sarah kepada Robert.

Jalanku terhenti, rasanya ingin berbalik dan mengatakan tidak. Tapi aku tak berdaya. Robert pula mengiyakan apa yang dikatakan Sarah. Aku bergegas keluar, kulihat Bayu sudah menungguku diluar. Kami menaiki taxi yang ada didepan rumah sakit. Aku letih sekali. Kusandarkan badanku di jok belakang mobil.  Bayu membiarkanku senyaman mungkin.  Aku tau sebenarnya banyak pertanyaan dikepala Bayu kepadaku tapi mungkin dia tak tega melihatku.

‘aku lapar sekali Bay dan tidak ingin makan di hotel’, kataku pada Bayu sekaligus meminta kepadanya.

Bayu tersenyum. ‘ayo kita makan, aku ada tempat recomended disini Le’, kata Bayu.

‘kita ke Gubuk Mas pak’, lanjut Bayu kepada sopir taxi.

Aku menangguk saja. Aku memesan banyak sekali makanan. Cumi asam manis, cah kangkung spesial, gurame bakar, tahu tempe goreng pesananku. Bayu akhirnya hanya memesan semangkuk sop iga untuk makan siangnya.

‘aku nimbrung aja deh Le’, katanya tak yakin dengan pesananku akan habis semua dan dimakan.

‘kalo lagi stres, capek butuh makan banyak Bay’, aku menggoda Bayu.

Kami tertawa terbahak-bahak.

‘Le, Sandi minggu depan pulang. Dia ingin bertemu denganmu.’, ucap Bayu.

Glek. Aku menatap mata Bayu, mencoba mencari kebenaran dari mata Bayu. Sepertinya ada hal yang memberatkan Bayu mengatakannya.

‘iya, dia sms aku beberapa waktu lalu’, ungkapku sambil mengalihkan perhatian mataku.

Tuhan, jika aku melihat mata Bayu, seperti aku melihat mata Sandi. Aku tak menyukai situasi begini. Aku takut jatuh pada mata yang salah lagi. Seperti aku jatuh pada mata Robert untuk mencari Sandi. Aku menyakiti diriku sendiri dan akhirnya menyakiti orang lain pula.

‘kau ingin bertemunya Le?’, ungkap Bayu.

Aku terpana dengan perkataan Bayu, aku tak tau apakah feellingku yang terakhir sedang berjalan atau tidak. Tapi aku mulai mencurigai Bayu mulai menjatuhkan hatinya padaku. Kadangkala, menjatuhkan hati tidak harus mempunyai waktu yang lama. Hanya membutuhkan waktu singkat dan membutuhkan mata untuk ikut campur didalamnya.

Aku mendesah panjang dan tak mau menatap mata Bayu. Bayu semakin menatapku tajam sekali. Masih kuingat, Bayu selalu membelaku dalam forum jika Sarah mulai bersinis ria kepadaku. Atau sekedar perhatian kecilnya menyorongkan kursi sebelum aku duduk. Akhirnya makanan tiba, wangi cah kangkungnya membuyarkan lamunanku dan membuatku refleks untuk menyelesaikan makan besar malam ini.

‘aku harus menyelesaikan masalahku dulu secepatnya Bay. Aku tak ingin mengambang dan menyakitinya lagi. Sehabis ini aku ingin fokus menggarap naskah’, ungkapku datar sambil menyedokkan nasi kedalam piringku.

Bayu menatapku dalam sekali, aku mengambilkan nasi untuknya. Aku makan dengan lahap, tak kuhiraukan Bayu menatapku lama sekali. Sungguh aku tak ingin terjebak pada mata Sandi lagi dan menyakiti orang lain lagi. Ponselku berbunyi.

Robert calling.....

‘ya hallo’

‘bisa kau kerumah sakit, Sarah pingsan beberapa waktu lalu’, ungkap Robery disana.

‘Sarah kenapa? Apakah bayinya baik-baik saja’, ungkapku panik.

‘bayiku juga tidak mau menerima susu formula. Le, aku butuh kau menjaga bayi kami. Aku harus mencari darah lagi’, kata Bayu.

‘aku segera kesana’, ungkapku.

‘Bay, segera habiskan makanmu. Sarah pingsan, bayi perempuan itu sepertinya merajuk, tak mau meminum susu formula. Aku panik Bay’, ungkapku pani.

‘tenang Le, kau harus makan dulu. Tadi kau donor darah, kau butuh energi lebih. Kita tidak boleh gegabah’, ungkap Bayu menenangkanku.

Aku sudah terlalu panik dan kebingungan ada apa dengan Sarah. Aku berdoa sepanjang jalan untuk kesehatan mereka berdua.

‘bisa lebih cepat pak’, ungkapku pada pak sopir, aku tak sabar segera sampai ke Rumah sakit.

Bayu memegang tanganku erat sekali. Memegang tanganku untuk pertama kalinya. Aku pasrah. (1257)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun