Mohon tunggu...
Angger Wiji Rahayu
Angger Wiji Rahayu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bermimpi menjadi penulis. Karena dunia yang kita lihat hanyalah representasi. www.anggerwijirahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(J50K) Bagian 5 : Ciuman untuk Rara

5 Januari 2012   17:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Robert bukanlah cinta pertamaku. Tapi aku selalu mengatakannya bahwa dia adalah cinta pertamaku. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan sebenarnya pada Robert setiap kali jadwal kami bertemu. Tapi ketika bertemu kami hanya mampu menghabiskan waktu untuk melepaskan rindu saja. Kadang aku juga tidak sempat menceritakan bagaimana aku sedang bersedih dan bagaimana aku harus melewati hari yang melelahkan. Pertemuan dengan Robert begitu singkatnya.

Robert adalah kakak tingkatku waktu sekolah di bangku SMA. Waktu itu aku duduk dibangku kelas satu dan Robert telah duduk dibangku kelas tiga. Tidak ada perasaan apapun waktu itu. Robert termasuk siswa berprestasi. Dia mantan ketua Osis dan salah satu senior PMR disekolahku. Selain itu, seabrek deretan prestasi juga dia sandang. Dari juara umum, juara olimpiade hingga juara pidato.

Tentunya juga banyak perempuan yang tergila-gila padanya. Dari teman-temanku hingga kakak tingkatku yang sangat menggilai Robert. Secara fisik Robert juga tak kalah bersinarnya seprti prestasinya. Tinggi semampai, berkulit sawo matang sehat, hidung bangir dan lesung pipit yang sangat menawan. Aku tak pernah pernah menyangka sekarang aku ada bersamanya.

Kupandangi Robert yang masih tertidur pulas. Seperti biasa aku tak mampu tidur jika subuh menjelang. Walaupun tubuhku secapek apapun. Kuingat lagi pada masa sekolah dulu. Aku benar-benar tak ada perasaan apapun pada waktu bertemunya. Aku lebih menyukai Sandi. Ya Sandi, seorang laki-laki sederhana yang kutemui pada saat kami sedang bersama-sama berada dalam perkemahan sabtu minggu yang diadakan sekolahku.

Sandi jauh dari Robert. Sandi hanya siswa pintar yang tidak terlalu menonjol. Dia pintar sekali menulis. Banyak sekali tulisannya sering nongkrong dibeberapa koran lokal maupun majalah remaja.

Robert selalu digilai banyak perempuan. Kadang aku berpikir mereka menjadi begitu aneh. Teman-temanku seringkali habis akal jika melihat Robert. Robert bak selebritas yang tak henti hentinya dibicarakan, dielu-elukan hingga didewakan. Pernah suatu kali teman satu kelasku, si Rara yang sangat menaksir Robert rela menyisihkan sebagian uang jajannya hanya karena ingin memberikan selembar kaos branded kepada Robert. Kala itu Rara tau bahwa Robert akan berulang tahun dua bulan lagi.

Karena tabungannya belum mencukupi untuk memberikan hadiah kepada Robert, alhasil Rara harus membohongi ibunya. Rara beralasan meminta uang untuk membeli beberapa lembar kerja siswa (LKS), yang diwajibkan oleh gurunya. Rara bilang pada ibunya jika tidak membeli LKS, nilai ujiannya akan terancam. Ibu Rara mempercayai apa yang dikatakan oleh Rara, dan alhasil Rara mampu membeli selembar kaos branded yang diidamkannya untuk diberi kepada Robert.

Ulah Rara ini, tidak sampai disitu saja. Rara nekat memberikan kado ulang tahun tersbeut menggunakan surpise party. Tentu saja Rara melibatkanku untuk merancang konsep surpise party. Aku menolak habis-habisan, karena sungguh ini hal yang paling lebay yang akan kulakukan. Apalagi untuk si Robert. Aku tak terlalu menyukainya sebenarnya. Bagaimana aku bisa menyukainya, aku hanya mengganggap Robert memiliki kepintaran yang biasa saja. Tidak spesifik. Bagiku semua siswa mampu meraih juara umum, mampu memenangkan piala olympiade. Bisa pula menjadi tampan. Tapi hal tersebut bisa keluar jika kita mempunyai pribadi yang sangat peduli pada orang lain. Bagi Robert hanya peduli pada dirinya sendiri, ketampanannya, kepintarannya hingga selebritasnya.

‘aku ada latihan teater Ra. Maaf gak bisa bantu, bantu deh, bantu doa ya?’, ungkapku sambil bercanda.

‘Leaaaaaaaaaaaa, kamu wajib berpartisipasi. Ini adalah moment yang paling penting dalam hidupku. Robert itu cinta pertama tau.’

‘tapi aku gak bisa Ra, aku harus fokus latihan untuk pementasan akhir minggu’, ungkapku kekeuh.

‘aku bilang sama ayahmu lo kalo kamu selalu main teater’, ancam Rara.

Yah, akhirnya aku ikut membantu Rara. Tak akan bisa aku melukai hati ayah. Walaupun aku tak pernah tau apa alasan ayah melarangku bermain teater. Rara merencanakan surpise party untuk Robert ditengah malam. Datang kerumah Robert dan memberikannya sebuah kue kecil untuk Robert plus kado hasil jerih payahnya menabung.

Perjuangan Rara, juga membuatku berjuang mendapatkan izin ayah dan ibu untuk menginap dirumah Rara pada jam sekolah. Ayah dan ibu pada awalnya tidka mengizinkan, tapi karena Rara memohon dengan alasan belajar bersama, akhirnya ayah dan ibu mengizinkanku untuk menginap dirumah Rara.

Tak pernah kulupa, kala itu ayah Rara ikut pula berpartisipasi dalam rencana Rara. Tentunya tanpa sepengetahuan ibu Rara. Ibu Rara seorang ibu yang super protektif. Jadi tidak ada celah Rara untuk dapat menikmati masa pacaran dalam remaja. Ibu Rara hanya memperbolehkan Rara memulai pacaran pada Rara ketika Rara sudah tamat sekolah. Pada awalnya Rara berkomitmen begitu, tapi Robert menghancurkan semuanya. Rara menjatuhkan cinta pada pertamanya pada Robert.

Aku sering meledek Rara dengan sebuah kesialan telah menjatuhkan cinta pertama pada Robert. Pada ketampanan yang menipu ungkapku. Semakin kuledek, Rara malah semakin menjadi-jadi. Kata Rara, ini adalah sebuah perjuangan besar dan moment indah dalam hidup.

Ayah Rara mengantarkan kami kerumah Robert. Aku selama seminggu harus kepusingan menanyakan alamat rumah Robert. Tentu saja aku tak ingin ada yang tau aku sedang mencari rumah Robert. Bisa rusak reputasiku, dan tentunya aku akan banyak dimusuhi para fans Robert. Sungguh perjuangan yang begitu menyebalkan bagiku. Sangat sulit mencari dengan diam-diam rumah Robert. Aku harus melihat buku tahunan Osis agar benar-benar tak ada yang mengahui kalo aku sedang mencari rumah Robert.

Ayah Rara menunggu dimobil sedangkan aku bertugas menelpon si Robert dan Rara sudah siap didepan pagar rumah Rara dengan kue ulang tahun kecil dan bingkisan kadonya yang kesemuanya berwarna pink. Baru masuk gang rumah Robert, aku dan Rara sudah saling berpandangan, karena ternyata bukan hanya Rara yang berpikiran untuk memberikan surpise party. Kulihat Sarah genk sudah berdiri didepan gerbang pagar rumah Robert.

Rasanya aku ingin pulang saja. Aku benar-benar tak ingin bermasalah dengan Sarah genk. Sarah adalah kelompok genknya, tentu saja mereka terkenal disekolah karena mereka termasuk golongan elit dan tajir. Rara juga nyalinya mengkerat dan memutuskan untuk menepikan mobil dan melihat dari kejauhan saja apa yang dilakukan oleh Sarah genk. Tepat jam 00.00, Robert keluar dari rumahnya dan menyambut dengan gembira surpise party yang dibuat oleh Sarah. Kulihat Sarah mengalungkan sebuah jam branded ditangan Robert dan memberikan kesempatan Robert untuk make a wish dengan kue ultah bergambar spiderman kesukaan Robert.

Rara tentu saja miris. Tentu saja pula tak tahan menahan air mata. Belum lagi sebuah kecupan manis dikening Sarah mendarat kala itu. Bisakah dibayangkan orang yang kita cintai menyentuh orang lain? Memberikannya sebuah kecupan hangat? Tak bisa dibayangkan bagaimana akhirnya. Bagaimana menyayatnya hati Rara.

Rara melihatnya tanpa meneteskan air mata. Walau kutau, air mata itu sudah diujung sudutnya ingin menumpahkan diri. Dengan kuat hati, Rara melihat semua adegan itu. Aku hanya tertegun dan merasakan sakitnya Rara. Ayah Rara dengan bijak akhirnya memutarkan mobil dan mengajak kami kembali kerumah.

Aku tak mampu berbicara apapun kala itu. Walau sekedar mengatakan bahwa ‘Ra, yang kuat’. Aku tak mampu mengatakannya. Aku lebih merasakan kepedihan yang Rara rasakan. Kami mati rasa berdua. Malam itu Rara hanya menutup surpise party-nya dengan tidur, dalam pelukanku. Aku tau dia menangis malam itu. Itu waktu aku dan Rara duduk pada kelas satu SMA. Lebih dari sepuluh tahun silam.

Kudekati Robert yang tertidur pulas. Kupegang bibir Robert, dan kukecup bibirnya dengan mesra sambil mengingat Rara. Untuk Rara, sahabatku. Robert terbangun dari tidurnya dan membalas kecupanku dengan mesra. Menarik tanganku dan memasukkan tubuhku dalam pelukannya. Rasanya jika ingat Rara tak mungkin aku ada dipelukan Robert. Ingin kuceritakan rasanya bagaimana perasaan Rara waktu itu.

Ingin kukatakan bahwa Robert telah membunuhnya secara perlahan. Hingga akhir hayatnya. Membunuh hidupnya dan rasanya. Kutak tau bagaimana Rara mampu melewatinya. Hingga pada akhirnya Rara menyerah pada kanker yang telah hinggap ditubuhnya sejak lama. Rara pernah mengungkapkan padaku diakhir hari-harinya bahwa ingin sekali mencium bibir Robert sekali saja. Tapi tak pernah kami perjuangkan lagi, karena Rara tak ingin. Rara tak ingin menyakiti siapapun ungkapnya.

Kucium sekali lagi bibir Robert.

‘untukmu Ra’, ungkapku dalam hati lirih. Robert menarikku untuk tidur kembali. Tak tau aku bisa terlelap lagi. (J50K 1254)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun