Mohon tunggu...
anggerprayekti
anggerprayekti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030007 UIN Sunan Kalijaga

ENTJ-A | artistik | book | film | fotografi | desain | musik | menulis apa yang aku suka dan apa yang ingin aku bagikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tradisi Riyoyo Setelah Salat Id di Dusun Lembangan Kabupaten Temanggung

10 April 2024   10:55 Diperbarui: 15 Mei 2024   15:11 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, pukul 08.02 WIB 10 Maret 2024, masyarakat Dusun Lembangan, Desa Balesari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung berkumpul di beberapa titik lokasi yang terletak di jalanan depan rumah warga untuk melaksanakan tradisi makan bersama usai salat Id hari raya Idul Fitri.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Mbah Supar, salah satu sesepuh di Desa pada Rabu (10/4/2024) mengatakan bahwa tradisi ini disebut sebagai tradisi Riyoyo. Biasanya dilaksanakan setiap  satu tahun sekali tepat setelah salat Idul Fitri. Tradisi ini telah menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang ada sejak dahulu. 

Riyoyo dianggap sebagai pemberkatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan perwujudan dari ungkapan rasa syukur masyarakat setempat setelah menunaikan ibadah puasa sebulan penuh, di mana sesungguhnya harapannya sesudah puasa, masyarakat bisa lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan tiada lelah memanjatkan doa hanya kepada-Nya.

Menurut Mbah Supar, ungkapan rasa syukur itu bisa dilihat dari masyarakat yang hadir membawa nasi dan lauk beraneka ragam dari rumah masing-masing yang kemudian dibawa ke titik kumpul tepat setelah salat Idul Fitri selesai dan terdengar pengumuman dari masjid.

"Ini memang tradisi dari tahun ke tahun yang selalu ada setiap lebaran. Jadi otomatis hafal dan kami dari rumah sebelum berangkat salat Idul Fitri udah nyiapin makanan yang mau dibawa dan dimakan bareng-bareng saking semangatnya. Nanti kalau masjid udah ngumumin buat bapak-bapak atau perwakilan orang rumah untuk pergi ke masjid Riyoyo yang sedesa, nah anak-anak, ibu-ibu, dan bapak-bapak sisanya yang mbahnya udah ke masjid kumpulnya per-RT masing-masing," papar Novi, cucu perempuan Mbah Supar yang turut hadir ke tempat Riyoyo pada Rabu (10/4/2024).

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Ternyata, ungkapan syukur dan berkat yang dimaksudkan Mbah Supar adalah bagaimana ketika masyarakat yang membawa makanan tersebut saling berbagi dan bertukar makanan. Mbah Supar pada Rabu (10/4/2024) mengatakan bahwa, "Nanti kan sudah bawa nasi masing-masing, lauknya yang diputar. 

Maksudnya, nanti piring saya yang isinya lauk misalnya, digeser terus memutar. Yang mau ambil tinggal ambil. Itu milik saya, jadi milik bersama. Gitu juga milik orang lain, jadi milik saya kalau saya kepingin. Nggak ada sungkan-sungkanan. Nggak ada rikuh sejenisnya. Wong udah biasa begini jadi sama-sama tau dan nggak perlu dikasih tau sudah tau sendiri kebiasaannya."

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Mbak Novi sebagai salah satu pemudi aktif di dusun juga membenarkan hal tersebut. Ia mengungkapkan bahwa tradisi Riyoyo dapat menjadi jembatan kekerabatan yang berusaha dijalin oleh setiap individu dalam masyarakat agar tercipta guyub rukun dan kemakmuran di tengah masyarakat yang majemuk. 

Kemudian, selain sebagai penunjang kemakmuran, Riyoyo juga merupakan perekat silahturahmi. Ia mengatakan jika masyarakat dusun yang muda-muda pasti keluar dari dusun untuk mondok, mengenyam pendidikan, atau bahkan menikah dan memiliki rumah sendiri di luar desa. 

Para orang tua dan mbah-mbah yang sudah berumur menghabiskan waktu di sawah sebagai petani dari pagi yang rata-rata jam tujuh hingga sore sebelum asar jam empatan. Hanya ketika Riyoyo mereka bisa terlihat dan terlibat percakapan antara satu sama lain. 

Sangat berbeda seperti saat salat Idul Fitri yang khusyuk dan saat masyarakat melakukan tradisi sungkem setelah Riyoyo yang biasanya dimulai dari anggota keluarga hingga akhirnya memutari satu desa dan terus berlanjut sampai ke mana-mana. Saat itu sulit rasanya untuk berinteraksi dengan yang bukan anggota keluarga, papar Novi.

"Jelas sulit, kalau cucu saya lagi ke sebelah sama anak saya, tetangga sebelah malah lagi ke belakang sama orang tuanya. Riyoyo inilah memang saat yang tepat kalau mau bertemu yang biasanya nggak pernah bertemu atau yang sehari-hari bertemu tapi jarang tresehan." Mbah Supar juga mengutarakan hal yang serupa.

Untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang hanya ada setahun sekali ini, jalanan dusun yang diaspal digelari gelaran karpet yang diisi kerumunan dan makanan bawaan orang-orang yang hadir. Novi mengungkapkan bahwa, "Sebenernya, kalau sekali nggak hadir itu sayang banget, kebersamaannya itu loh. 

Kalau bisa mah hadir terus supaya lebih kerasa juga lebarannya. Apalagi di dusun kami emang beda tradisinya dari tempat-tempat lain yang punya tradisi Riyoyo. Kalau daerah lain pakai kupat, kami pakai masakan-masakan yang emang mau disuguhkan nanti ke tamu, kan banyak tuh tamunya sampai setiap ada tamu etikanya ditawari sarapan ke dalem. Kalau daerah lain biasanya di masjid atau mushola, kami juga ngadain yang di jalanan sampai rela tutup akses jalan supaya bisa kumpul bareng-bareng, duduk dempet-dempetan ngobrolin semuanya sambil nyusun makanan dan nunggu saatnya makan bersama."

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Nah, setelah mereka duduk bersebelahan, kemudian menyusun makanan di tengah-tengah gelaran karpet itulah masyarakat memanjatkan doa kepada Allah SWT sambil dipimpin oleh seorang perwakilan dari kubu bapak-bapak. RT 3 sendiri dipimpin oleh Pak Mujinah selaku Bapak RT sekaligus imam masjid ketika tarawih. Setelah prosesi doa selesai, mereka bebas untuk menghabiskan makanan yang telah tersaji di depan mata.

"Yang saya suka saat kami makan bersama adalah kami saling berbagi dan nggak ada batasan saat kami mau makan apa. Semuanya insyaallah ada, mau ayam, ikan, empis-empis, sop, oseng tahu tempe, rica-rica, sate, semur, semuanyaaa ada. Ini nikmat yang mungkin nggak bisa dirasakan setiap saat. Apalagi, ibu RT juga sering bagiin es krim secara gratis buat semuanya dan nyediain camilan lain," Novi menambahkan.

Tahun-tahun kemarin katanya, ada beberapa kelompok orang yang memilih berada dalam kelompok kecil tepat di depan rumah mereka untuk melakukan Riyoyo dan tidak bergabung dekat kelompok RT. Novi mengatakan bahwa sekelompok orang itu malas beramai-ramai. "Biasanya kalau diajak bakal bilang di sini aja, nggak mau gabung sama yang se-RT karena jauh dan desak-desakan. Males ramai-ramai katanya dan malu juga karena udah biasa nggak gabung. Bahkan kalau ditawari sama RT 3 nggak mau padahal lebih deket. alhamdulillah tahun ini beda, udah jadi satu dan semakin kompak."

Karena merupakan tradisi turun temurun, masyarakat berharap Riyoyo akan terus berlanjut ke generasi-generasi berikutnya. "Yah walau sekarang zamannya udah beda. Anak-anak udah sering males keluar rumah atau keluar cuma karena mau jajan, harapannya untuk ke depannya mereka tetep bisa melestarikan kebudayaan yang ada, utamanya tradisi Riyoyo ini. Karena kalau bukan mereka siapa lagi? Takutnya kalau nggak dilanjut, nanti di sini orangnya jadi individualism dan nggak punya tenggang rasa sama tetangga. Bagusnya emang terus dilestarikan dan dijadiin tradisi selama Idul Fitri. Bahkan kalau bisa, kegiatan-kegiatan kayak gini selalu diadain sama pemuda-pemudi buat menjalin silahturahmi dan kekerabatan. Acara-acara yang dilakuin secara rutin begini itu istimewa, setiap momennya beda dan nggak bisa diulang. Untungnya yah, di dusun kami banyak yang mendukung pelestarian-pelestarian warisan budaya kayak gini, bahkan sampai punya grup kesenian besar. Dari tua sampai yang muda berperan aktif dan saling bahu-membahu," harapan Novi yang dilanjut dengan menyatakan bahwa di Dusun Lembangan, kebudayaan selalu dijaga dan dilestarikan, termasuk tradisi Riyoyo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun